Posts tagged ‘retailer’

Mengenal Teori Keagenan


oleh : Ahmad Kurnia Elqorni, MM. *

Teori keagenan (Agency theory) merupakan basis teori yang mendasari praktik bisnis perusahaan yang dipakai selama ini. Teori tersebut berakar dari sinergi teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi.

PRINSIP utama teori ini menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang (prinsipal) yaitu investor dengan pihak yang menerima wewenang (agensi) yaitu manajer, dalam bentuk kontrak kerja sama yang disebut ”nexus of contract”.

Perbedaan “kepentingan ekonomis” ini bisa saja disebabkan ataupun menyebabkan timbulnya informasi asymmetri (Kesenjangan informasi) antara Pemegang Saham (Stakeholders) dan organisasi. Diskripsi bahwa manajer adalah agen bagi para pemegang saham atau dewan direksi adalah benar sesuai teori agensi.
Teori agensi mengasumsikan bahwa semua individu bertindak atas kepentingan mereka sendiri. Pemegang saham sebagai principal diasumsikan hanya tertarik kepada hasil keuangan yang bertambah atau investasi mereka di dalam perusahaan. Sedang para agen disumsikan menerima kepuasan berupa kompensasi keuangan dan syarat-syarat yang menyertai dalam hubungan tersebut.
Karena perbedaan kepentingan ini masing-masing pihak berusaha memperbesar keuntungan bagi diri sendiri. Principal menginginkan pengembalian yang sebesar2nya dan secepatnya atas investasi yang salah satunya dicerminkan dengan kenaikan porsi deviden dari tiap saham yang dimiliki. Agen menginginkan kepentingannya diakomodir dengan pemberian kompensasi/bonus/insentif/remunerasi yang “memadai” dan sebesar2nya atas kinerjanya. Principal menilai prestasi Agen berdasarkan kemampuannya memperbesar laba untuk dialokasikan pada pembagian deviden. Makin tinggi laba, harga saham dan makin besar deviden, maka Agen dianggap berhasil/berkinerja baik sehingga layak mendapat insentif yang tinggi.
Sebaliknya Agen pun memenuhi tuntutan Principal agar mendapatkan kompensasi yang tinggi. Sehingga bila tidak ada pengawasan yang memadai maka sang Agen dapat memainkan beberapa kondisi perusahan agar seolah2 target tercapai. Permainan tersebut bisa atas prakarsa dari Principal ataupun inisiatif Agen sendiri. Maka terjadilah Creative Accounting yang menyalahi aturan, misal: adanya piutang yang tidak mungkin tertagih yang tidak dihapuskan; Capitalisasi expense yang tidak semestinya; Pengakuan penjualan yang tidak semestinya; yang kesemuanya berdampak pada besarnya nilai aktiva dalam Neraca yang “mempercantik” laporan keuangan walaupun bukan nilai yang sebenarnya. Atau bisa juga dengan melakukan income smoothing (membagi keuntungan ke periode lain) agar setiap tahun kelihatan perusahaan meraih keuntungan, padahal kenyataannya merugi atau laba turun.
Salah satu hipotesis dalam teori ini adalah bahwa manajemen dalam mengelolah perusahaan cenderung lebih mementingkan kepentingan pribadinya daripada meningkatkan nilai perusahaan.
Contoh nyata yang dominan terjadi dalam kegiatan perusahaan dapat disebabkan karena pihak agensi memiliki informasi keuangan daripada pihak prinsipal (keunggulan informasi), sedangkan dari pihak prinsipal boleh jadi memanfaatkan kepentingan pribadi atau golongannya sendiri (self-interest) karena memiliki keunggulan kekuasaan (discretionary power).
Contoh lain Agency theory sebenarnya juga dapat dipahami dalam lingkup lembaga kemahasiswaan. Pengurus yang dipercayakan menjadi perpanjangan tangan keluarga mahasiswa untuk mengelolah organisasi menjadi agen yang idealnya mampu mengakomodasi semua kepentingan keluarga. Namun, terkadang pengurus lembaga kemahasiswaan tak mampu menjalankan ini dengan baik. Kecenderungan pengurus lebih memilih melaksanakan kepengurusan sesuai dengan keinginannya. Kepentingan keluarga menjadi terabaikan.
Pengembangan akuntansi kontemporer salah satunya adalah digunakannya Agency Theory dalam menjustifikasi akuntansi positif. Menurut Baiman (1990), terdapat 3 model hubungan agensi yaitu The Principal-Agent Model, The Transaction Cost Economics Model, The Rochester Model.
Ketiganya memiliki dua kerangka kesamaan dan dua perbedaan. Kesamaannya, pertama, ketiganya memahami ketentuan dan penyebab hilangnya efisiensi yang diciptakan oleh divergensi antara perilaku kerjasama dan kepentingan individu; kedua, ketiganya menganalisa dan memahami implikasi perbedaan proses pengendalian menghindari hilangnya efisiensi pada masalah agensi. Sedangkan perbedaannya, pertama, menekankan perbedaan sumber-sumber divergensi perilaku kerjasama dan kepentingan individu; kedua, menekankan perbedaan aspek pada agenda riset pada umumnya; ketiga, pemodelan berhati-hati yang mendasari konteks ekonomi yang menyebabkan timbulnyamasalah agensi; keempat, derivasi optimalisasi hubungan kerja dan memahami bagaimana hubungan kerja yang meringankan masalah agensi; kelima, komparasi hasil-hasil untuk melakukan observasi praktik model yang dipakai dan menganalisanya.Artinya dalam kerangka umum model hubungan agensi memperlihatkan bahwa manajer melakukan maksimasi expected utility agar dapat mempengaruhi desain kontrak kerja mereka. Pemilik dan manajer secara bersama dibatasi biaya atas masalah agensi, sehingga memerlukan insentif untuk mendesain kontrak yang mengurangi secara efisien masalah agensi. Dua tokoh utama (principal dan agent) dalam interaksi bisnis tersebut sebenarnya mengarah pada kepentingan yang sama, yaitu wealth (kekayaan). Bentuk ekstrim (extreme ways) dari agency theory sendiri sebenarnya adalah ketika hubungan agensi dijadikan mekanis-matematis untuk kepentingan legitimasi kepentingan “mutualis insklusif“.
Terdapat tiga masalah utama dalam hubungan agensi, yaitu :
  1. Kontrol pemegang saham kepada manajer
  2. Biaya yang menyertai hubungan agensi
  3. Menghindari dan meminimalisasi biaya agensi
Hubungan agensi ini memotivasi setiap individu untuk memperoleh sasaran yang harmonis, dan menjaga kepentingan masing-masing antara agen dan principal. Hubungan keagenan ini merupakan hubungan timbal balik dalam mencapai tujuan dan kepentingan masing-masing pihak yang secara eksplisit dan sadar memasukkan beberapa penekanan seperti:
  1. Kebutuhan principal akan memberikan kepercayaan kepada manajer dengan imbalan atau kompensasi keuangan
  2. Budaya organisasi yang berlaku dalam perusahaan
  3. Faktor luar seperti karasteristik industri, pesaing, praktek kompensasi, pasar tenaga kerja, manajerial dan isu-isu legal
  4. Strategi yang dijalankan perusahaan dalam memenangkan kompetisi global
Ditegaskan oleh Watts (1992) bahwa hubungan agensi kaitannya dengan laporan keuangan perusahaan sangat dipengaruhi oleh kepentingan pasar dan politik.
Hubungan agensi dengan demikian tidak dibangun dari akar self-interest, tetapi dengan cinta. Cinta akan tetap memberi kemanfaatan materi, saling berbagi dan kebermaknaan hidup. Mudahnya, bila konsep kekayaan hanya dipandang sebagai bentuk ekonomi semata, maka yang terjadi adalah konflik kepentingan di atas hubungan kooperatif. Tetapi bila konsep kekayaan dipandang sebagai bentuk trilogi, maka ada proses trust yang masuk dalam mekanisme hubungan, trust yang didasari oleh cinta dan saling berbagi. Gagasan ini memang mirip seperti model principal-agent yang lebih teoritis dan perlu diuji secara empiris, daripada mendekat pada model positivist yang lebih empiris tetapi akan mereduksi konsep teoritis yang sebenarnya penting seperti juga ditegaskan oleh Eisenhardt (1989).
Dalam rangka memotivasi para manajer dan pemegang saham agar berperilaku dalam sikap yang memajukan tujuan perusahaan, Burdett dapat memberikan rekomendasi kepada dewan direksi, yaitu :
  • Penilaian terhadap kinerja manajer dibuat dengan kontrak yang jelas sehingga memotivasi agen bekerja dengan kepentingan terbaik principal
  • Principal memberikan pilihan rencana insentif jangka pendek dan jangka panjang dan agen diberikan keleluasan dengan batasan yang menguntungkan kepentingan para pemegang saham
Untuk mencegah kemungkinan terjadinya konflik tersebut, maka ada beberapa hal yang harus dilakukan, diantaranya:
  1. Penyusunan Standar yang jelas mengenai siapa saja yang pantas menjadi apa baik untuk jabatan fungsional maupun struktural ataupun untuk posisi tertentu yang dianggap strategis dan kritis. Hal ini harus diiringi dengan sosialisasi dan implementasi (enforcement) tanpa ada pengecualian  yang tidak masuk akal
  2. Diadakan tes kompetensi dan kemampuan untuk mencapai suatu jabatan tertentu dengan adil dan terbuka. Siapapun yang telah memenuhi syarat mempunyai kesempatan yang sama dan adil untuk “terpilih”. Terpilih artinya walaupun pejabat lain diatasnya tidak “berkenan” dengan orang tersebut, tetapi karena ia yang terbaik maka tidak ada alasan logis untuk menolaknya ataupun memilih yang orang lain. Disinilah peran profesionalisme dikedepankan
  3. Akuntabilitas dan Transparansi setiap “proses bisnis” dalam organisasi agar memungkinkan monitoring dari setiap pihak sehingga penyimpangan yang dilakukan oknum2 dapat diketahui dan diberikan sangsi tanpa kompromi. Oknum2 tersebut harus diumumkan pada publik dan tindakan apa yang telah diambil untuk menciptakan kontrol agar tidak terjadi “permainan” sehingga oknum2 tersebut bisa lolos dari sangsi yang berat. Oknum yang terbukti bersalah tidak berhak lagi mendapatkan “penghargaan” sehingga dapat menimbulkan efek “kapok” bagi yang lain agar tidak berani mencoba-coba. Hal yang sama juga diperlakukan pada pegawai/pejabat yang berprestasi, selain diberi reward, juga diumumkan untuk memberi efek “IDOL” sehingga ditiru oleh pegawai/pejabat lainnya.
Akhirnya, akuntansi menjadi alat yang powerfull untuk memberikan keuntungan yang sebesar-besarnya kepada pemilik modal di satu sisi, juga dapat memberikan manfaat injeksi modal dan investasi yang makin besar dan linier kepada agen dari pemilik modal, yaitu manajemen perusahaan, dalam mengelola perusahaan.
*Dosen pengampu MKDU Industrial marketing, STBA JIA Bekasi

Pasar perantara pers : Superagen dan subagen, penentu dan pemacu (1)


Agen surat kabar dan sekaligus majalah atau produk sejenis, mungkin sekali bentuk usaha yang sulit diacari tandingannya. dilihat dari mata rantau, agen menempati posisi penting. mereka adalah perantara produk dari penerbit sebelum sampai ke pembeli. apalagi untuk kodindisi di indonesia, dimana lebih banyak pembeli eceran dibandingkan yang berlangganan.

Dilihat dari bidang usaha, bisnis ini lumayan menyenangkan. Untuk setiap produk yang lewat tangannya, ada komisi 20 persen hingga 40 persen dari harga jual. Tinggal mengalikan berapa ribu eksemplar, kali berapa jenis produk. Beban ongkos produksi tiak menjadi tanggunganya. Materi isi yang jungkir balik diperatruhkan idenya oleh redaksi, bukan urusannya dalam proses. modal disetor, boleh dikatakan nanti-nanti, karena bayar belakangan. Pengeluaran untuk promosi pun ditanggung penerbit. Tinggal duduk menunggu.

Resiko rugi sangat kecil sekali untuk tidak mengatakan tidak ada. toh kalau barang dagangan tidak terjual, tinggal menumpuk dan akan dimabil oleh pemilik. Tidak berlebihan, jika dikatakan bahwa dalam bisnis pers yang pertama-tama memperoleh keuntungan secara jelas adalah agen :perantara dalam bisnis pers. Itu teorinya. Kenyataannya juga tak jauh berbeda. Seorang agen, memperoleh komisi lumayan besar diadingkan yang lain. Komisi ini diistilahkan sebagai “potongan agen”. lumayan besar bahkan dibandingkan dengan biro iklan sekalipun. Karena biro iklan punya semacam kode etik tidak akan mengiklankan produk sejenis. sedangkan agen lebih leluasa berhubngan dengan para penerbit yang mempunyai produk hampir sama, mirip atau berbeda.

Sebagai mata rantai pengantar yang diakui secara resmi, para agenlah yang berperanan besar dalam berbagai hal. Sebagai contoh, agen menguasai daerah penyebaran lapangan banteng, Jakarta, pusat penyebaran produk pers di jakarta pusat.

Agen disini sedikitnya menguasai sepersekian dari semua surat kabar dan majalah yang beredar di Jakarta- atau bahkan seluruh Indonesia. Hanya tiga nama, agen yang sebesar dia di Jakarta. dari tiga agen ini saja, ratusan juta rupiah setiap bulannya melalui tangan dan saku bajunya. Dari receh atau ratusan perak “merah” akhirnya menumpuk mendekati angka milyar. Ini uniknya. Agen demikian besar kekuasanya kadang tak perlu papan namanya, bukan nama PT.

Gambaran keagenan ini juga terjadi di Jawa Timur, Jawa Tengah maupun Jawa Barat. Posisi mereka ini bukan hanya dalam jumlah rupiah yang besar saja, bahkan mereka ini bisa menentukan jumlah peredaran sampai dengan saran menentukan dalam hal isi, termasuk jadwal edar. Itu sebabnya pada penerbitan majalah terdapat perbedaan hari terbit dan hari edar. Pada agen, hari edar adalah yang diperhitungkan. Boleh saja namanya mingguan tapi beredarnya bisa selasa, kamis, jumat atau sabtu. Dalam banyak hal, peranan agen tampak kuat disini. Bukan hanya karena menumpuknya barang akan membingungkan bagaimana membagi dan menjajakan, melainkan terutama karena pada sehari sebelumnya, agen harus menyetor duit. sehingga pilihan pada produk tertentu, menyebabkan produk lain terabaikan. Secara tidak langsung, hari edar produk dipaksa berbeda.

Tidak berlebihan kalau kelompok mereka ini bisa mendapat sebutan “Superagen“, karena berbeda dengan keagenan dalam pengertian umum. Agen atau superagen menjadi penyalur resmi yang diakui dan ditunjuk oleh penerbit. Tak ada persyaratan umum atau khusus tentang siapa yang perlu diangkat sebagai agen atau bukan. Tak ada persyaratan khusus yang berlaku dari grup penerbitan yang satu dengan yang lainya. Mereka yang menjadi agen, lebih karena dari kepercayaan dan bberapa karena hubungan historis.

Kepercayaan karena selama ini hubungan pembayaran dengan penerbit termasuk bagus. historis, karena sudah berhubungan sejak lama. Grup-grup penerbitan yang berjaya sekarang ini mempunyai sejarah yang panjang. Begitulah pada mulanya.

Mula-mulanya agen menerima barang dari penerbit. Jangkauan pertama ialah menyerahkan kepada subagen – istilah yang sebenarnya tidak menunjukan lebih kecil. Kalau agen menerima komisi resmi 20 sampai 40 persen, subagen menrima harga diatasnya. baerapa aturan mainnya? tak pernah jelas. kadang hanya dibedakan lima rupiah atau sepuluh rupiah per eksemplar. Kedengarannya tak masuk akal, akan tetapi subagen memang hanya mendapatkan beda harga sedikit.

Dari sisimusaha bentuk bisnis ini juga sedikit ganjil. Apalagi kalau dilihat dalam hubungan kerja. agen membawahi bberapa subagen. dalam hubngan kerja dan komando, sub agen tidak punya tanggungjawab kepada penrbit. segala macam perhitungan bisnis, laporan keuangan subagen ditujuan kepada agen. uniknya agen tidak bisa memonopoli subagen. karena sub agen ini bisa saja berinduyk kesatu atau lebih agen yang ada. ia langsung memberikan barang daganganha kepada pengecer yang jumlahnya ratusan. jatah yang beredar lewat tangannya bisa lebih tinggi dari salah satu yang diageni, sebab ia mengambil hampir separuh dari tiga agen besar dikotanya.

Timbul pertanyaan, kenapa subagen ini tidak menjadi agen saja? bukankah ia akan menerima rupiah lebih banyak? bukankah ia menguasai pasar secara langsung, yang memimpin ujung tombak dijalanan samapai kerumah pelanggan. Jawabannya tidak sederhana. Seorang subagen terlihat terlibat hubungan dengan agen untuk jangka waktu yang panjang. sebagaimana huungan agen dengan penerbit, hubngan subagen denga agen pun menyangkut yang namanya piutang. jumlah ratusan juta rupiahpun, bukan angka yang terbesar. sehingga seorang subagen yang akan memproklamasikan diri sebagai agen, hubungan yang selama ini denga agen harus bisa selesai lebih dahulu. baik hubungan baik maupun hubungan yang sifatnya administratif, masalah keuangan.

samapi disi agak jelas keterkaitan antara penrbit-agen-subagen. penerbit tak bisa semena-mena putus hubungan dengan agen, karena menyangkut soal yang sama. piutang yang lama yharus diselesaika dulu. dan ini semua tak ada berhentinya, karena barang dagangan terus menrus mengalir. Pola yang sama sampai ke pengecer. baik pengecer yang beraddda dijalanan atau pengecer meja – sebutan untuk mereka yang memiliki tempat dimana ada meja untuk menaruh dagangnnya. pengecer ini mengambil dagangan, menyetor kembali sambil mengambil dagangan berikut. istilah dagangnya, sistem ini disebut kiyak-kiyuk. cara pembayaran dua-satu. mengambil dua kali, membayar satu kali.

kalau pengecer pergi atau melarikan diri ? Sub agen yang harus menanggung resiko. kalau subagen mogok membayar akrena pengecer melarikan diri? agen yang harus menangung resiko. kalau agennya menunggak makin lama makin penajnang? pnerbit yang menanggung resiko. (Bersambung)

Sumber : http://akur-stbajia.blogspot.com