Sudono-SalimLIEM Sioe Liong lahir pada 16 Juli 1916 di Fuqing, sebuah desa kecil di wilayah fujian, Provinsi Fukien, Cina bagian selatan. Ia adalah anak kedua dari tiga bersaudara, kakaknya bernama Liem Sioe Hie dan adiknya bernama Liem Sioe Kong. Anak pasangan keluarga petani di Desa Ngu Ha, Hai Kou. Ayah liem merupakan seorang petani biasa yang pekerjaannya sehari-hari menggarap sawah sendiri. Beliau meninggal dunia tatkala Liem Sioe Liong baru menginjak bangku sekolah. Oleh karenanya, kakak Liem Sioe Liong kemudian menggantikan persan sang ayah menjadi tulang punggung keluarga, menggarap sebagian sawah peninggalan sang ayah, sementara sisanya digarap orang lain dengan perjanjian bagi hasil.

Kesulitan hidup sering kali mampu menjadikan seseorang tampil sebagai pribadi yang matang. Itulah mungkin ang terjadi pada diri Liem Sioe Liong. Masa kecilnya bukanlah masa gemilang kesenangan, justru kesulitan dan kemiskinan yang harus dihadapi. Kelak, kesulitan hidup di masa kecilnya itu rupanya menggembleng mental Liem Sioe Liong menjadi pribadi yang bersemangat dan kokoh. Semangat untuk mengubah hidup menjadi lebih baik. Sekitar tahun 1929 Sioe Hie memutuskan untuk merantau ke Indonesia, ia merasa tidak bersemangat dengan kehidupannya sebagai petani. Tujuannya meraantau adalah untuk mencari kehidupan yang lebih baik daripada di Cina. Konon, dimasa-masa itu, bahkan sebelunya juga, banyak orang Tiongkok yang memilih merantau mencari rezeki di negara orang.

Paman Liem Sioe Liong, Liem Kiem Tjai, juga merantau ke Indonesia dan sudah berhasil mendirikan perusahaan dagang kecil di Kudus, Jawa Tengah. Sioe Hie mengikuti jejak sang paman dan memutuskan merantau ke Indonesia. Kekacauan di Cina pada pertengahan abad ke-19 dengan adanya pemberontakan Taping, Boxer, dan makin lemahnya dinasti Qing menyebabkan makin banyaknya orang Cina yang lari.

Sepeninggal sang kakak, Liem kecil yang baru berusia 13 tahun terpaksa menggantikan peran sebagai tukang punggung keluarga. Hidup keluarga ini sangat kekurangan, bahkan saking miskinnya Liem harus putus sekolah. Ia bekerja sebagai petani sekaligus nyambi berjualan mi di sekitar wilayahnya. Semua beban hidup itu dilakoninya dengan giat tanpa sempat mengeluh. Waktu terus berjalan. Namun, kehidupan keluarga Liem tak juga berubah. Hingga kemudian terjadi peristiwa yang mengubah tekad Liem Sioe Liong untuk hengkang dari tanah kelahirannya. Peristiwa yang dimaksud adalah kemelut yang melanda Cina saat itu.tiongkok diguncang perseteruan antara kaum Komunis dan nasionalis yang dimotori Chiang Kai Sek. Kian kisruh negeri itu, setelah Jepang melancarkan serangan kilat dan berhasil menduduki Beijing.

Merantau
Kisruh keadaan Cina merupakan hal utama yang mendasari tekad bulat Liem Sioe Liong untuk merantau, menyusul jejak kakak dan pamannya di tanah Jawa, tanah jajahan Belanda yang terkenal kaya dan subur. Selain karena kisruh Cina, kabar tentang perantau Cina yang sukses di Jawa sedikit banyak juga berpengaruh pada ketetapan hati Liem Sioe liong untuk merantau.

Dengan keyakinan yang kuat untuk mengubah hidupnya, akhirnya Liem Sioe liong memutuskan untuk merantau menyusul kakaknya di Jawa. Sebagian sawah milik keluarganya ia jual untuk biaya. Pada tahun 1938, Liem yang berusia 22 tahun bertekad merantau, meninggalkan Ibu dan adiknya. Menurut beberapa sumber, saat ituLiem telah menikah dengan gadis pilihan ibunya, dengan begitu ia meninggalkan istri yang baru dinikahinya selama enam bulan.

Setelah sampai di Surabaya Liem ternyata mengalami kejadian yang menyedihkan. Saat aka menuruni kapal, beberapa petugas imigrasi Hindia Belanda memeriksa orang dari Cina yang baru datang. ,ereka bertanya keras-keras dan menanyakan siapa yang menjamin. Liem Sioe Liong kelimpungan, ia sama sekali tidak melihat kakaknya. Walhasil, ia pun tertahan di pelabuhan Surabaya. Empathari kemudian, kakaknya Liem Sioe Hie menerima telegram bahwa adiknya tertahan di pelabuhan Surabaya. Menerima kabar tersebut ia pun dengan cepat pergi ke pelabuhan Surabaya dan mencari adiknya. Setelah bertemu mereka berdua bepelukan dan menangis, kemudia mereka mencari warung di dekat pelabuhandan saling bertukar cerita, lalu Liem di ajak ke kudus.

CIKAL BAKAL GURITA BISNIS LIEM SIOE LIONG

Bisnis Awal dan Jatuh Bangunnya
Di Kudus, Liem KiemTjai, sang paman, mendirikan pabrik minyak kacang. Minyak kacang merupakan komoditas yang cukup penting pada saat itu. Selain untuk memasak, minyak kacang juga bisa dipakai sebagai bahan bakar pelita. Bahan bakar minyak tanah saat itu belum dikenal masyarakat. Di pabrik kecil pamannya inilah Liem dan kakaknya bekerja. Dua tahun kemudian, sang adik, Liem Sioe Kong, menyusul ke Kudus. Jadilah tiga lelaki bersaudara ini bahu-membahu dalam membantu usaha sang paman.

Selain membantu usaha sang paman, Liem juga mulai belajar berdagang di kudus. Maklum, selama ini dunia yang dipahami Liem memang sebatas dunia tani, ia belum mengerti banyak tentang tata cara berdagang. Dipelajarinya cara berdagang dengan mengikuti teman-temannya sesama perantau dari Cina yang menjual berbagai keperluan penduduk di sekitarnya. Barang-barang tersebut ia jual kredit, orang-orang Jawa menyebut profesi mengkreditkan barang ini dengan istilah tukang mindring.

Selain mengkreditkan barang keperluan penduduk, Liem dan saudaranya juga masuk di bidang pedagangan hasil bumi, seperti beras, kedelai, dan jagung. Bahkan sebagian diekspor. Di sini mulai terlihat berkembangnya usaha-usaha bisnis yang dijalani Liem bersaudara. Pernah juga mereka menjadi pengelola tahu dan kerupuk, usaha ini juga dapat berkembang dengan baik.

Pada tahun 1943, Jepang datang dan berhasil menduduki Indonesia. Kebijakan baru di bidang ekonomi pun terjadi, seluruh perdagangan barang-barang dinasionalisasikan dan dikuasai Jepang sepenuhnya. Usaha kredit dilarang begitu juga dengan pertanian dan perkebunan. Semua lahan diwajibkan untuk ditanami tanaman jarak yang merupakan bahan untuk membuat minyak pelumas berbagai mesin, termasuk mesin pesawat yang notabene sangat dibutuhkan Jepang. Walhasil, peraturan tersebut menyebabkan bisnis yang dibangun keluarga Liem morat-marit. Bahkan Liem sempat ditangkap dan diinterogasi selama seminggu karena dicurigai memiliki senjata api. Namun untungnya, keadaan tersebut tidak berlangsung lama. Pada tahun 1945 Jepang menyerah kepada sekutu setelah Hiroshima dan Nagasaki diluluh-lantakkan dengan bom atom. Kekalahan Jepang ini mengakhiri cengkraman kekuasannya di Indonesia.

Berkah Hasan Din
Banyak orang yang tidak tahu bahwa sumbangsih orang-orang Tionghoa dalam perjuangan kemerdekaan tidak sedikit. Gerakan nasional di Tiongkok pada awal abad ke-20 telah memberi dorongan besar pada gerakan kemerdekaan Indonesia. Ketika pada tahun 1946 Konsul jenderal Chiang Chia Tung di Malang mengatakan Tiongkok sebagai salah satu dari 5 negara besar (oen of the big five) yang berdiri dibelakang Republik Indonesia, orang-orang Tionghoa disambut sebagai kawan seperjuangan.

Pada masa revolusi ini, sikap etnis Tionghoa dibedakan menjadi dua, yaitu sikap netral dan sikap properjuangan kemerdekaan. Sebagian etnis Tionghoa tidak ingin berpihak dalam konflik Indonesia-belanda, karena mereka berpendapat bahwa mereka bukanlah Belanda dan Juga bukan Indonesia. Sikap “netral” ini muncul sebagai produk devide et impera kolonial Belanda dan politik resinifikasi (pencinaan kembali) penguasa Jepang. Meskipun posisi ini sering menuai kritik, namun di beberapa daerah, ironisnya, justru sikap “netral” inilah yang diminta oleh golongan pejuang Indonesia dari golongan Tionghoa. Tidak semua etnis Tionghoa bersikao netral, banyak diantara Tionghoa peranakan/turunan maupun totok yang bersimpati dan berjuang di pihak republik. Orang-orang Tionghoa ini berperan aktif memberikan sumbangsihnya, mulai dari bertempur, penediaan logistik dan persenjataan, maupun menjalankan dapur umum bagi prajurit TNI.

Di antara orang-orang Tionghoa totok yang bersimpati pada perjuangan kemerdekaan salah satunya adalah Liem Sioe liong. Pada masa revolusi, banyak tokoh-tokoh perjuangan yang dikejar-kejar oleh Belanda. Suatu hari, di Kudus, Liem Sioe Liong diminta untuk menyembunyikan seorang buronan belanda oleh Tionghoa Chong Siang Hwee (sebuah oraganisasi pedagang antar-Cina). Dipilahnya Liem karena ia terkenal pribadi yang keras dalam memegang kepercayaan dan janji, sekaligus pendiam. Meskipun kehidupan Liem pada saat itu sedang labil, usahanya bangkrut, Liem tetap melayani sang buronan yang dititipkan kepadanya dengan baik. Ia juga senantiasa menjaga tamunya itu dari ancaman intel Belanda.

Waktu terus berjalan, setelah sudah setahun Liem melakukan tugasnya dengan tulus, Liem baru mengetahui orang tersebut adalah Hasan Din, seorang tokoh Muhammadiyah, ayahanda Fatmawati dan mertua Presiden Soekarno. Jasa baik Liem ini ternyata menjadi pembuka jalan bisnisnya yang menggurita di kemudian hari. Lewat Hasan Din inilah Liem banyak dikenal pada pemimpin tentara Republik. Perkenalan ini membuat peluan bisnis terbuka lebar bagi Liem. Ia dipercaya oleh Tentar Republik untuk memasok berbagai kebutuhan mereka. Maka, mulailah liem menekuni bisnis barunya tersebut.

Kontribusi untuk Pejuang
Bukan pekerjaan mudah menjadi pemasok kebutuhan tentara di masa pemerintahan yang labil, dibutuhkan kesabaran dan keuletan tersendiri. Tapi liem Sioe liong ternyata memiliki kemampuan itu.

Dengan modal pinjaman dari teman-temannya, Liem mulai menjalankan bisnis barunya itu, sebagai pemasok barang kebutuhan para tentara pejuang kemerdekaan. Selain memasok kebutuhan-kebutuhan tentara seperti obat-obatan dan yang lainnya, Liem pada periode 1949-1950 dikabarkan juga memasok senjata untuk gerilyawan Republik. Liem memiliki banyak kenalan di Singapura dan Hongkong, salah satunya adalah Tan Kah Kee, saudagar kaya di Singapura yang bersimpati denga perjuangan Indonesia. Dengan jaringannya yang ada di Singapura itu Liem bekerja sama dengan Kee memasok kebutuhan gerilyawan Republik. Bantuan itu disamarkan dengan kedok obat-obatan kepada tentara secara sembunyi-sembunyi. Pihak Belanda sempat curiga, namun ia mengelak dan beruntuk tidak ditangkap oleh Belanda.

Sementara itu, ditengah aktivitas bisnisnya sebagai pemasok kebutuhan tentara Republik, Liem melihat ada peluan lain yang tertangkap otak bisnisnya, yaitu kebutuhan akan cengkih. Pada tahun 1949 Belanda akhirnya mengakui secara saj kedaulatan Indonesia. Liem Sioe Liong tidak menyia-nyiakan kesempatan pada momen inni, melihat pasokan cengkih yang kosong di pasaran Indoenesia, ia mengimpor cengkih tersebut dari Zanzibar dan Madagaskar melalui jaringan perdagangannya di Singapura. Dari impor cengkih ini Liem kembali mendapatkan keuntungan yang besar. Keuntungan tersebut makin berlipat ketika pemberontakan separaatis terjadi di daerah-daerah penghasil cengkih. Aktivitas Liem sebagai pemasok cengkih ini juga yang membawanya bertemu dengan Soeharto.

DARI CENGKIH HINGGA MI INSTAN

Fondasi Bisnis Liem Sioe liong
Bisnis sebagai pemasok kebutuhan tentara dan pemasok cengkih menjadi titik tolak imperium bisnis Liem Sioe liong. Dari dua bisnis ini Liem mampu melipatgandakan modalnya. Ia juga mendapatkan jaringan perdagangan yag luas danrelasi-relasi dari kalangan militer.

Pada tahun 1952, Liem meninggalkan Kudus utnuk pindah ke Jakarta. Di sana liem mulai melebarkan sayap usahanya. Mula-mula ia merambah bidang manufaktur, didirikanlah PT Muliatex dan PT Tarumatex yang bergerak di bidang tekstil. Namun, usahanya ini kurang begitu berhasil. Tak lama berselang, Liem kemudian bertrut-turut mendirikan beberapa perusahaan, di antaranya PT Indara Mas yang memproduksi suku cadang sepeda, PT Indara Kencana yang memproduksi paku, dan PT Telok Betok yang bergerak di bidang kerajinan tangan.selain itu ia juga mendirikan pabrik sabun sebagai bisnis lanjutan dalam memasok kebutuhan tentara.

Setelah masa Orde Baru roda bisnis Liem Sioe Liong terus menggelinding. Ia mengembangkan bisnis ekspor-impor yang merupakan keahliannya sejak lama. Dibangunnya CV Waringin dan PT Permanent. Lewat perusahaan ini Liem mengekspor kopi, lada, tengkawang, kopra, serta timah, lalu ia mengimpor beras dan gula untuk dipasarkan di Indonesia. Sebagai langkah lanjutan untuk menunjang bisnis ekspor-impornya Liem mendirikan tiga perusahaan dagang lepas pantai di Singapura dan Hongkong, Liem juga mendirikan Bank Windu Kencana dan sebuah bank lagi yang saat ini dikenal sebagai Bank Central Asia (BCA).

Ekspansi bisnis Liem Sioe Liong tak berhenti di sini. Sejak dekade 1979-an, Liem Sioe Liong dengan Grup Salimnya mendirikan berbagai perusahaan dan merambah ke berbagai bidang, diantaranya pabrik tepung terigu (Bogasari Floue Mills), makanan (Indofood), semen (Indocement), dan lain sebagainya.

Di Balik Nama Soedono Salim
Liem Sioe Liong merubah nama Cinanya dengan nama Indonesia: Soedono Salim, di tahun1976-an. Pemilihan nama tersebut tidak dilakukan sembarangan, melainkan melalui beberapa pertimbangan makna yang melekat. Konon, nama Soedono Salim merupakan hasil otak-atiknya Liem, yaitu terdiri dari empat suku kata, Soe artinya baik, Dono artinya dana/modal, Sa artinya tiga (san), dan Lim diambil dari kata Liem. Jika digabungkan kurang lebih artinya menjadi ‘satu dari tiga bersaudara yang punya banyak modal’.

Adapun penggantian nama tersebut merupakan aturan yang ditetapkan pemerintah waktu itu. Hal tersebut sangat berkaitan erat dengan peristiwa bersejarah G30S/PKI. Bersamaan dengan perubahan politik itu, rezim Orde baru melarang segala sesuatu yang berbau Cina. Segla kegiatan keagamaan, kepercayaan, dan adat istiadat Cina tidak boleh dilakukan lagi. Hal ini dituangkan ke dalam Instruksi Presiden (Inpres) No.14 Tahun 1967. Di samping itu, masyarakat keturunan Cina dicurigai masih memliki ikatan yang kuat dengan tanah leluhurnya dan rasa nasionalisme mereka terhadapnegara Indonesia diragukan. Akibatnya, keluarlah kebijakan yang sangat diskriminatif terhadap masyarakat keturunan Cina baik dalam bidang politik maupun sosial budaya.

The Gang of Four
Bisa dibilang, PT Waringin Kencana merupakan awal usaha patungan Liem yang besar. Dalam hal ii Liem bekerja sama dengan tiga nama lainnya yang kemudian lebih dikenal dengan sbutan The Gang of Four, yaitu Djuhur Sutanto, Ibrahim Risjad, dan Sudwikatmono.
Terbentuknya The Gang of Four sendiri pada awalnya adlah prakarsa dari mantan Presiden Soeharto. Suatu ketika Soeharto meminta Liem untuk mengajak kelompok bisnis Djuhar Soetanto bergabung dengannya. Waktu itu Djuhur memimpin kelompok bisnis Five Stars yang memasok kebutuhan TNI Angkatan laut, sama halnya dengan Liem yang banyak menjalankan usaha dengan TNI Angkatan Darat. Setelah itu dua tokoh lainnya ikut merapat.

Bogasari
Gandum adalah sesuatu yang memiliki arti penting dalam sukses bisnis Liem Sioe Liong. Kenapa? Karena gandumlah yang kemudian membawa Liem menjadi konglomerat dengan membuat Grup Salimnya membengkak, membesar, lalu menggurita.

Setelah Grup Salim terbentuk dam sejalan dengan program pemerintah yang mengupayakan perbaikan dalam hal pangan, sandang dan papan, pada tahun 1969 Liem mendirikan pabrik penggilingan tepung terigu, PT Bogasari Flour Mills. Bogasari kemudian diresmikan dua tahun setelahnya oleh mantan presiden Soeharto dengan mengemban tugas menyediakan bahan makanan pokok selain beras. Investasi awalnya mencapai Rp. 2,2 miliar. Dengan logo “Segitiga Biru” Bogasari terus berkembang menjadi industri raksasa.
Setelah sukses dengan Bogasari, pada awal tahun 1980-an Liem mulai berpikir untuk membuat produk turunan dari tepung terigu, tentunya untuk menghasilkan nilai tambah yang pada akhirnya meningkatkan keuntungan perusahaannya. Setelah mencoba membuat berbagai jenis produk, akhirnya pada tahun 1982, Liem menciptakan produk mi instan dengan merek Indomie. Tidak ada keterangan soal apakah ketika itu produk Indomie diletakkan di bawah Bogasari atau tidak, tapi yang jelas, nama Indofood ketika itu belum ada. Selain Indomie, Grup salim juga memproduksi berbagai jenis makanan lainnya.

Kemudian pada tahun1990, Grup Salim mendirikan perusahaan makanan dengan nama PT Panganjaya Intikususma, yang di tahun 1994 berubah nama menjadi PT Indofood Sukses Makmur. Seluruh usaha makanan milik Grup Salim termasuk Indomie kemudian diletakan di bawah perusahaan baru ii, termasuk juga Bogasari yang diakusisi pada tahun 1996.
Dalam perjalanannya, Indomie tidak hanya merajai pasar Indonesia, di Afrika Barat, terutama Nigeria, Indomie adalah makanan yang paling disukai masyarakat. Di negeri ini Indomie diproduksi oleh De-United Foods Industries Ltd, anak perusahaan Dufil Grup hasil joint venture dengan Grup Salim.

Sang Raja Semen
Setelah sukses dengan PT Bogasarinya, Liem Sioe Liong kemudian mendirikan perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang semen. Terhitung ada 6 perusahaan semen yang didirikan Grup Salim, di antaranya PT Distinct Indonesia Cement Enterprise, PT Perkasa indonesia Cement Enterprise (1973), PT Perkasa Indah Indonesia Cement Putih Enterprise (1978), PT Perkasa Agung Utama (1981), PT Perkasa Inti Abadi (1984), dan PT Perkasa Abadi Mulia Indonesia Cement Enterprise (1985). Setelah itu, pada tahun 1985, enam perusahaan semen ini kemudian digabungkan menjadi satu perseroan yang bernama PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. (selanjutnya disbut PT Indocement) dan menjadikannya sebagai produsen semen produsen semen terbesar di Asia Tenggara.

Saham Indocement tercatat di Bursa Efek Indonesia. Pada akhir tahun 2009 perseroan mempertahankan kapitalisasi pasar sebesar Rp 50,433 miliar. Perusahaan ini mempekerjakan 5858 personel dan memiliki beberapa anak perusahaan (subsidiaries) yang bergerak di berbagai bidang dan segmentasi.

Sawit Sampai ke Mobil
Selain Bogasari dan Indocement, Grup Salim juga mendirikan perusahaan-perusahaan lain yang bergerak di berbagai bidang yang berbeda, dari hulu ke hilir. Di bidang gula misalnya, Liem Sioe Liong membuat Sugar Group (SG), perkebunan gula terpaddu miliknya yang menjadi salah satu produsen terbesar di Indonesia. Liem juga terjun di bidang perkebunan, ia bahkan memiliki lahan 549 ribu hektare lebih di Riau, Sumatra. Lahan tersebut membentang dari Kabupaten Kampar hingga Bengkalis dan kemudian dikonversikan menjadu perkebunan kelapa sawit. Dengan lahan seluas itu Liem kemudian mengembangkan industri minyak sawit Grup Salim, di antaranya PT Intiboga Sejahtera (IS) di Surabaya yang menelurkan Bimoli.

Selain di bidang perkebunan, pda tahun 1994 Liem juga membuat proyek kawasan industri di Batam. Kawasan Industri Batamindo namanya, berlokasi di Mukakuning, Batam. Kawasan Industri adalah patungan antara Liem Sioe Liong dengan Grup Bimantara dalam wadah kerjasama yang diberi nama PT Herwindo Rintis. Liem Sioe Liong seperti tidak pernah berhenti berbisnis. Berhasil atau tidaknya di suatu bidang biasanya akan diteruskan bergerak dibidang lain, begitu seterusnya. Pada tahun ’70-an Liem Sioe Liong sudah terjun ke dunia otomotif dengan Indomobilnya. Walaupun belum lama memasuki dunia mobil, kehadiran kelompik Liem waktu itu berhasil menggeser kelompok-kelompok lain yang bergerak di bidang yang sama. Indomobilnya menjadi salah satu dari tiga kelompok yang menguasai pasaran mobil di Indonesia, dua lainnya adalah Astra dan Krama Yudha.

LIEM DAN SOEHARTO

Konglomerasi
Fenomena konglomerasi di era Orde Baru memang menarik untuk diamati. Di interval 1960-an hingga 1998, banyak sekali grup bisnis dengan skala besar yang lahir. Seperti tipikal konglomerat lainnya, mereka mengumpulkan berbagai perusahaan yang bergerak di banyak bidang. Grup-grup bisnis tersebut tidak berkembang hanya karena keahlian pengusaha dalam menjalankan usahanya. Kedekatan mereka dengan penguasa, Soeharto, berimplikasi pada perlakuan eksklusif yang mereka peroleh sehingga dapat membangun imperium bisnis raksasa.

Kedeketan Liem dan Soeharto
Liem Sioe Liong telah sejak lama mengenal Soeharto, ketika ia masihg berproefesi sebagai pemasok kebutuhan tentara di masa revolusi. Dari perkenalan tersebut tampaknya hubungan Liem dan Soeharto semakin dekat. Keduanya menjalin hubungan bisnis bersama. Itu terlihat ketika di tahun 1956-1959, menurut beberapa sumber, Liem pernah bekerja sama dengan Soeharto dan Bob Hasan dalam penyelundupan gula dan segala soal yangberkaitan dengan barter ilegal. Karena itu Soeharto mendapat hukuman dari A. Yani dan Nasution. Perbuatannya tersebut dianggap sebagai korupsi.

SENJA KALA IMPERIUM BISNIS GRUP SALIM DI INDONESIA

Badai Krisis Moneter dan Perbankan Indonesia
Pada tahun 1997, krisis moneter melanda Indonesia yang kemudian diikuti dengan krisis ekonomi pada tahun-tahun berikutnya. Badai krisis ini telah meluluh llantahkan berbagai bisnis yang ada. Banyak dari pengusaha-pengusaha besar yang namanya populer dan kalangan kong-lomerat ambruk satu demi satu. Pengusaha-pengusaha yang ambruk tersebut tidak hanyya berasal dari kalangan pribumi saja, melainkan juga banyak dari kelompok nonpribumi, termasuk Cina.

Menurut analisi Bank Dunia saat itu, terjadinya krisis di Indonesia disebabkan oleh empat penyebab utama, kemudian empat penyebab itu bersama-sama membuat krisis menuju ke arah kebangkrutan. Penyebab pertama adalahakumulasi utang swasta luar negeri yang cepat daritahun 1992 hingga juli 1997, sehingga hampir 95% dari total kenaikan utang luarnegri berasal dari sektor swasta ini, dan jatuh tempo rata-ratanya hanyaalah 18 bulan.
Penyebab kedua adalah kelemahan pada sistem perbankan. Berbagai kelemahan struktural dalam sistem perbankan dan sektor riilnya jugamemberikan kontribusi atas krisis yang terjadi.

Penyebab ketiga adalah masalah governence, termasuk kemampuan pemerintah menangani dan mengatasi krisis, yang kemudia menjelma menjadi krisiskepercayaan dan keengganan donor untuk menawarkan bantuan finansial dengan cepat. Penyebab keempat adalah ketidak pastian politik menghadapi pemilu dan pertanyaan mengenai kesehatan Presiden Soeharto pada waktu itu.

Krisi yang terjadi di Indonesia ini, menurut berbagai pihak, merupakan akumulasi persoalan di masa lalu yang memuncak seiring dengan terjadinya krisis regional di hampir semua belahan Asia. Dampak dari krisis yang terjadi sangat luar biasa. Kondisi perekonomian yang hancur merambah ke berbagai sektor. Likuidasi beberapa bank, penutupan beberapa peruahaan, PHK besar-besaran, dan harga-harga sembako yang semakin melonjak.

Insiden 1998
Tak hanya bisnisnya yyang jatuh, Liem pun harus menghadapi keberingasan massa pada insiden 1998, kala Indonesia didera krisis yang begitu hebat. Rumahnya di Jalan Gunung Sahari VI, Jakarta, dan yang ada di medan dijarah Massa. Seperti diceritakan banyak media waktu itu, massa merangsek ke dalam rumahnya dan menyeret sebuah foto besar Liem Sioe liong. Penuh emosi massa mencorer lukisan tersebut dengan kata, ‘Antek Soeharto.’ Tak hanya itu, barang-barang yang ada di dalam pun di keluarkan dan dibakar di depan rumah itu.

Peristiwa kerusuhan Mei 1998 itu ternyata menyisakan trauma bagi Liem Sioe Liong, membuatnya tak pernah kembali ke Indonesia. Bahkan, hingga akhir hayatnya, rumah di Gunung Sahari itu dibiarkan penuh jelaga dan tak diperbaiki. Sejak kepergiannya ke Singapura, Liem menyerahkan semua urusan yang masih terkait dengannya kepada Anthony Salim, putranya. Termasuk urusan itu adalah pengurusan utang-utang Grup Salim dan bisnisnya yang masih tersisa di Indonesia.

Liem dan Chairul Tanjung
Ketika Liem menggelar pesta ultah perkawinan dan ulang tahunya beberapa tahun lalu, diantara tamu yang datang dan disambut hangat oleh Liem adalah Chairul Tanjung, seorang konglomerat Indonesia yang mencuat justru disaat krsis mendera. Mereka bersahabat baik karena Chairul Tanjung pernah menolong Liem di masa-masa sulit 1998, ketika yang lain justru meninggalkannya. Chairul Tanjung membantu menyediakan dana talangan saat BCA di-rush nasabah.

Mengenai kiat sukses yang dilakoni, Chairul Tanjung mengungkapkan bahwa dalam berbisnis jangan terlalu banyak berpikir., berhitung, atau banyak rencana. Hal tersebut malah menjadikan bisnis yang hendak dijalani urung dilakukan. Untuk menjadi seorang pengusaha harus memiliki keyakinan. Kegagalan bukanlah apa-apa, bukan dosa, juga bukan sesuatu yang memalukan. Yang penting tidak selalu gagal ditempat yang sama.

KEBANGKITAN BISNIS GRUP SALIM

Kembali ke Titik Awal
Krisis 1998 memang telahg merontokan beberapa perusahaan kebanggan Grup Salim. Tapi pada kenyataanya, grup ini tidak hancur begitu saja. Kini, setelah belasan tahun pascareformasi, Grup Salim kembali meraih kejayaan bisnisnya. Mereka kembali bangkit dan merajai pasar. Pada tahun 2004, di tengah kontroversi yang ada saat itu, Grup Salim akhirnya mengantongi surat keterangan lunas dari pemerintahan Megawati Soekarnoputri atas utang-utangnya.

Dengan kesigapan dan kemampuan grup ini, tak salah bila beberap pihak mereamalkan Grup Salim akan bangkit kembali sebagai konglomerat nomor satu Tanah Air, kendati pemulihannya akan memakan waktu dantak bisa segera. Ibarat pohon, akar kerjasama bisnis Salim tampaknya sudah tertanam cukup kuat. Jangan heran bila dari bekas dahanya yang patah, cepat bersemi tunas-tunas baru.

Tangan Dingin Sang Putra Mahkota
Setelah meninggalkan Indonesai, Liem Sioe Liong lebih banyak menikmati hari-harinya di Singapura. Liem memang telah memutuskan pensiun di tahun 1998, Grup Salim pun dinahkodai oleh anaknya, Anthony Salim sang putra mahkota. Anthony Salim memang begitu istimewa di mata Liem Sioe Liong dibandingkan anak-anaknya yang lain. Menjelang kelahirannya, konon Liem Sioe Liong terkena musibah kecelakaan lalu lintas yang cukuo serius. Mobil yang ditumpanginya masuk jurang. Beberapa orang yang bersama Liem di dalam mobil tewas, hanya Liem sendiri yang selamat, hanya mengalami cedera kecil saja. Sebagai rasa syukur, Liem kemudian mengaitkan keberuntungannya tersebut saat menamai anak ketiganya yang baru lahir, Liem Fung Seng. Kata Fung bermakna keberuntungan. Kelak, dunia bisnis lebih mengenal putra Liem tersebut dengan nama Anthony Salim.

Sumber :

Ganjar Tri Haryono, Belajar Bisnis dari Liem Sioe Liong (Kisah Petani Miskin yang Menjadi Orang Terkaya No. 1 di Indonesia), Kobis(Komunitas Bisnis), Jakarta, 2014.