Posts from the ‘Buying & Selling’ Category

PRINSIP SUKSES JOE GIRARD (SALESMAN yang menjual 13.000 mobil dalam 15 tahun!)


Salah satu kata yang memotivasi yang  dari Girrad perihal penjualan : “He doesn’t take much advantage but HUGE in Volume”
Artinya, dalam tiap penjualannya, Girrard mengambil Margin yg minim,
namun Volume (Grosiran) penjualannya besar.. Ini sangat berbeda dengan tipe penjual yg HIT & RUN (Gebuk dan tinggalkan). Bagi Girard, Customer benar2 adalah sebuah ASET yg perlu diolah – Customer seperti Angsa bertelur emas. Bukan mengelus telur emas-nya, tapi Angsa-nya.

Joe Girard mpunya strategi salesmanship dunia memberikan tip dan trik dalam memotivasi diri dalam meningkatkan kemampuan penjualan yang unggul dan sesuai dengan pencapaian dalam bukunya : “Can’t lose sales tips from the world’s greatest salesman” mengungkapkan beberapa tip :

1. Miliki sikap positif
berkumpul dengan orang positif, jauhi orang cengeng dan pengeluh, karena mereka akan menarik Anda turun ke level mereka. Jika sesuatu dalam hidupmu tidak berjalan baik, simpanlah dalam hati Anda, tak seorang pun ingin mendengar Anda mengeluh. Buatlah orang meyakini bahwa Anda memiliki waktu yg menyenangkan bersama mereka

2. Organisasikan Hidup Anda
Buatlah Buku janji temu sehingga Anda tidak perlu mengeluarkan kata yg memuakkan: “SAYA KELUPAAN”. Pada akhir setiap hari, renungkan apa yg telah dan belum Anda lakukan, agar Anda menjadi dikuatkan untuk menghadapi hari berikutnya. Jika Anda tahu kemana Anda akan menuju, kesanalah Anda akan berada. Jika Anda tidak tahu, maka Anda TERSESAT!

3. Bekerja Saat Jam Kerja
Jangan buang waktu makan siang terlalu lama, dan hanya makan bersama orang yang dapat menolong persoalan Anda. Jangan mundur dari jam kerja terlalu dini, jika iya maka anda adalah ORANG YANG KALAH.

4. Cermati Kebiasaan yg Ditolak oleh Joe Girard
Jangan merokok atau mengunyah tembakau, jangan makan permen, jangan pakai parfum berlebihan, jangan bercanda kotor, dilarang mengeluarkan napas alkohol. Pria jangan pakai anting saat bekerja. Buat ‘silent’ hp Anda – karena mengganggu. Pembunuh terbesar dari semua hal ini adalah: TIDAK TEPAT WAKTU.

5. Berbusana TEPAT
Orang macam apa yang sedang berhubungan bisnis dengan Anda? Apakah Anda menjual pada pekerja kerah biru? Jangan pakai baju seharga jutaan dan sepatu lux, perhiasan atau jam mewah (karena akan mengganggu). Pakailah perlengkapan itu pada waktu Anda sendiri, jangan pada saat Anda bekerja – busana dapat memadamkan niat beli orang.

6. Mendengar
Orang bisa komplain jika Anda tidak mendengar. Semakin lama Anda mendengarkan, semakin merasa ‘terhutang’ orang lain terhadap diri Anda. Semakin Anda mendengar, semakin besar kemungkinan Customer berbisnis dengan Anda. Mendengar, menunjukkan Anda peduli. “Mulut digunakan untuk makan -jaga mulut Anda tetap diam!” Diam itu Emas.

7. Senyum!
Sebuah senyum akan meningkatkan “nilai wajah” Anda. Jika orang lebih sering tersenyum, customer Anda akan merasa lebih baik dan lebih ingin berbisnis dengan Anda, plus itu baik untuk kesehatan Anda!

8. Balas semua Telpon & Email
Tidak membalas panggilan telpon atau email adalah cara untuk kehilangan customer dan teman. Balas panggilan dan email Anda segera secepatnya. Jika tidak, itu sama halnya dengan “menghanguskan jembatan.”!

9. Katakan Kebenarannya
Kalau sekali Anda tertangkap berbohong, Anda akan selalu menjadi pembohong. Bahkan jika Anda menyampaikan kebenaran pada akhir hidup Anda, Anda tidak akan dipercayai atau dipercayakan lagi. Bahkan hingga Anda MATI.

10. Jangan Pasang Harga terlalu TINGGI
Jika iya, dan customer Anda membandingkan penawaran Anda dengan orang lain, Anda telah kehilangan dia. Take a little and leave a little (ambil sedikit dan tinggalkan sedikit). Joe hanya bekerja dengan keuntungan kecil, namun dia memiliki VOLUME yang BESAR, setara dengan penjualan ritel 6 mobil SETIAP HARI! Dari kata orang: Anda tidak dapat mengalahkan HARGA JOE GIRARD.

11. Berdiri di Depan Produk dan Layanan Anda, bukan di belakangnya.
Hal Terpenting untuk dilakukan bagi customer adalah LAYANI MEREKA, dan mereka akan berbisnis dengan Anda sekali dan berkali-kali kemudian. Inilah kenapa JOE GIRARD jadi #1 di DUNIA.

12. Kuncilah setiap Penjualan
Setelah Anda menutup penjualan, tanya pada Customer Anda, mengapa mereka membeli dari Anda -jika mereka mengatakan sebabnya, mereka sedang memupuk kepercayaan mereka di dalam Anda. Sejadinya, tidak ada lagi pembeli yang undur, yang berarti tidak akan ada pembatalan.

13. Beri Diri Anda Reward
Perlakukan Diri Anda dengan baik untuk semua Kerja Cerdas yang telah Anda lakukan. ANDA BERHAK MENERIMANYA!

MENJADI PENJUAL SUKSES DENGAN SELLING SKILLS


Selling Skills adalah kemampuan seseorang untuk menjual sesuatu barang atau jasa. Semua orang pasti ingin menjadi penjual yang sukses akan tetapi tidak semua penjual tahu bagaimana caranya. Untuk menjadi seorang penjual yang sukses ada beberapa hal yang harus dimiliki, yaitu:

Talent atau yang disebut dengan bakat.

Bakat yang dimiliki oleh seseorang yang merupakan pembawaan dari lahir yang mana merupakan potensi atau modal dasar bagi seseorang untuk menjadi penjual yang sukses. Orang yang sudah memiliki bakat sebagai penjual bisa kita lihat dari beberapa karakter dibawa ini, misalanya: bertanggung jawab, sopan, mudah bergaul, cerdas, disiplin, tekun, jujur, rajin, ulet, kreatif, berkomitmen dll. Dengan karakter yang saya sebutkan diatas kesempatan seseorang untuk menjadi seorang yang sukses bukan hanya sebagai penjual sangatlah besar. Terlepas dari apakah orang tersebut bisa memanfaatkan potensi yang dimilikinya. Talenta tidak hanya diperlukan bagi seseorang yang ingin menjadi penjual yang sukses saja akan tetapi dibutuhkan bagi semua orang dalam segala aspek pekerjaan. Melakukan Suatu pekerjaan sesuai dengan talenta akan mempermudah mencapai kesuksesan. Karena seseorang dapat melakukan pekerjaannya secara maksimal.

Seseorang dapat bekerja sesuai dengan talenta yang dimilikinya merupakan hal yang menyenangkan, disamping bisa dijadikan sebagai profesi yang dapat menghasilkan uang juga dapat memberikan kepuasan terhadap hobi atau kesenangan kita. Sebagai contoh, seseorang yang memiliki bakat bernyanyi. Dengan bernyanyi dia bisa mendapatkan penghasilan dari menyanyi demikian juga seseorang yang memiliki bakat menjual. Nah, menyadari pentingnya talenta sebagai salah satu modal utama untuk mencapai kesuksesan, maka sudah selayaknya sekarang kita bertanya pada diri kita masing-masing, apakah kita sudah memiliki “Talenta”? kalau jawabannya ialah “ya” kita patut bersyukur karena kita kita memiliki bakat yang mungkin tidak semua orang miliki. Paling tidak, sekarang tugas kita adalah bagaimana cara mengembangkan bakat yang kita miliki. Namun sayangnya, masih banyak orang berbakat disekitar kita yang tidak sadar akan kemampuan yang dimilikinya. Orang yang tidak dapat melihat serta mengembangkan kemampuan yang dimilikinya tentu saja akan menyia-nyiakan kelebihan tersebut.

Sekarang pertanyaannya adalah apakah kesuksesan itu hanya akan terjadi pada orang yang memiliki bakat sejak lahir? Tentu saja jawabannya adalah “tidak”. Perlu kita ketahui bahwa semua orang berhak untuk sukses. Terlepas dari apakah dia seorang yang berbakat atau tidak, kuncinya hanya ada satu yaitu “kemauan”. Ada pribahasa yang mengatakan yaitu dimana ada kemauan disitu ada jalan”. Orang yang punya kemauan pasti akan sukses, sebab sifat dan sikap mental yang positif itu bisa digali, dipelajari dan dikembangkan kearah yang lebih baik. Sedangkan sifat dan sikap mental yang negative bisa di ubah atau dibuang sama sekali, semuanya tergantung pada diri kita. Dalam bukunya Jim Dornan dan John Maxwell menyampaikan bahwa “berpikir positif adalah sesuatu yang bisa dipelajari oleh siapapun bagaimanapun keadaan, tabiat dan kecerdasanya”.

Andri Wongso motivator No.1 di Indonesia mengatakan “Membunuh atau dibunuh”. Kedengarannya memang agak radikal akan tetapi ini adalah pesan moral yang disampaikan kepada kita bahwa “Kita mau membunuh sikap mental kita yang negative atau kita yang akan dibunuh oleh sikap mental kita yang negative tersebut”. Bagaimanakah cara membunuh sikap mental yang negative? Dengan rasa percaya diri. Kita harus percaya pada diri kita bahwa kitapun bisa sukses. Entah seseorang yang berbakat ataupun tidak, Kita semua bisa sukses. Orang yang tidak memiliki bakat menjual bisa menjadi penjual yang sukses kalau dia mau belajar dan mempelajarinya. Dengan semangat dan keyakinan yang kita miliki dapat membantu kita membangun sikap mental yang positif, karena segala sesuatu yang berawal dengan hal-hal yang positif akan mengkasilkan buah yang positif juga, dan perlu kita ketahui bahwa pada dasarnya semua manusia dilahirkan positif, hanya terkadang dikondisikan menjadi negative.

Produk Knowledge.

Selain mempunyai bakat atau talent, untuk menjadi penjuaal sukses kita kita juga harus mempunyai pengetahuan tentang produk atau yang disebut dengan produk knowledge.  Seperti yang telah kita pelajari bahwa produk bisa berupa barang ataupun jasa. Produk merupakan komoditas yang bisa diperjual belikan yang bisa berasal dari berbagai industri. Oleh karena produk merupakan komoditas yang akan kita jual, sudah seharusnya kita juga menguasai pengetahuan tentang produk tersebut secara penuh, detail dan mendalam. Bahkan bukan hanya pengetahuan produk kita yang harus kita ketahui akan tetapi juga pengetahuan tentang produk lain/pesaing kita. Meskipun pengetahuan setiap produk itu berbeda-beda namun kita bisa mempelajarinya langsung kepada narasumbernya.

Dari buku “Selling to win” karangan Richard Denny yang saya baca menyampaikan bahwa terdapat banyak penjual yang tidak sepenuhnya memiliki pengetahuan tentang produk yang mereka jual. Ini merupakan hal yang mengejutkan dan tentu saya akan sangat membosankan melakukan transaksi dengan penjual yang tidak memiliki pengetahuan tentang produknya.

Selling Skills.

Dengan sudah mempelajari pengetahuan tentang produk bukan berarti kita sudah mempelajari pengetahuan tentang menjual produk. Anggapan ini tentu sangat keliru karena pengetahuan produk tentu saja berbeda dengan pengetahuan menjual.

Nah, apakah yang di maksudkan dengan Pengetahuan menjual? Dibagian awal karya ini saya sudah membahas sedikit mengenai pengetahuan menjual atau yang disebut juga sebagai selling skills yaitu kemampuan yang dimiliki seseorang dalam melakukan penjualan. Dalam selling skill kita akan tahu bagaimana cara menjual dengan baik melalui teknik Probing. Teknik probing disini digunakan oleh penjual untuk menyelidiki, mencaritahu, menggali informasi/peluang dan kebutuhan prospek dengan cara mengajukan pertanyaan yang tepat dan mengena kepada calon pembeli atau yang disebut dengan prospek. Dalam hal ini, prospek bisa perorangan, perusahaan, kantor, instansi, organisasi, dll. Namun dalam menghadapi pelanggan kita juga harus mempelajari sikap pelanggan yang berbeda beda.

Dengan demikian kita bisa menanganinya secara maksimal. Dalam mempelajari tentang prospek atau calon pelanggan, kita bisa memperoleh informasinya dari pihak yang mengenal calon pelanggan kita atau bisa kita gali melalui calon pelanggan sendiri (narasumber internal).  Akan tetapi selain narasumber internal, untuk memperoleh informasi tentang calon pelanggan kita juga bisa mempelajarinya dari narasumber eksternal yaitu pihak diluar calon pelanggan tinggal bagaimana kita bisa memanfaatkan peluang. Untuk mendapatkan suatu peluang kita harus mempunyai kemampuan untuk membaca, menciptakan dan memanfaatkan peluang karena adanya kebutuhan dari konsumen merupakan peluang bagi kita.

Kasus yang sering kali terjadi dalam lingkungan yaitu sering kali seorang tuan rumah tidak bersedia melayani penjual yang datang kerumahnya. Jangankan membelinya hanya mendengarkan informasi mengenai produk produk tersebut saja tidak mau. Mengapa demikian? Ini tejadi karena peenjual melakukan penawaran kepada prospek tanpa adanya probing terlebih dahulu. Dengan melakukan probing kita bisa tahu apa yang dibutuhkan prospek sehingga kemudian kita mudah memasarkan produk kita sesuai dengan kebutuhan prospek. Dengan kata lain probing merupakan kunci/alat pendeteksi untuk menghadapi prospek terutama diawal interaksi menjual. Melalui probing kita dapat menjajaki prospek secara tepat, sehingga kita dapat segera menyimpulkan dan memutuskan apakah interaksi menjual data kita lanjutkan atau tidak.

Richard Denny dalam bukunya “Keterampilan yang terpenting dalam menguasai seni menjual yang professional yaitu kemampuan menngajukan pertanyaan-pertanyaan yang tepat”. Dalam hal ini kita diminta untuk mengajukan pertanyaan dan membuat prospek berceritera tentang mereka, karena dengan satu pertanyaan saja kita sudah bisa membedahkan diri kita dengan penjual-penjual yang lainnya. Kesimpulannya, dengan melakukan probing kita telah tampil beda sekaligus mengungguli penjual–penjual lain yang tidak melakukan probing. Kurangnya penjual yang melakukan probing dikarenakan oleh berberapa hal, misalnya: karena penjual takut dianggap terlalu menyelidiki, terlalu ingin tahu, terlalu mendetail, terlalu bertele-tele, terlalu diatur dan terlalu takut ditolak. Seharusnya sebagai penjual kita tidak perlu takut untuk melakukan probing asalkan kita melakukannya dengan baik dan benar, karena  prospek/pelanggan lebih suka kepada penjual yang aktif daan kreatif dalam berusaha mengetahui kebutuhan pelanggan, baru kita menawarkan suatu produk kepada mereka.

Karena pada hakekatnya semua orang gemar membeli asalkan kita bisa memberi penawaran yang baik dan benar kepada mereka, sebab membeli dianggap sebagai suatu kepuasan, kesenangan, kebanggaan. Dengan cara menjual yang benar seperti yang disampaika dalam metode Selling Skills ini yaitu menjual secara konsultatif, artinya kita dituntut untuk terlabihdahulu berdialog dengan prospek tanyakan dan dengarkan kebutuhan prospek yang sebenarnya, barulah kita kita menjual produk atau barang-barang kita kepada mereka. Ini berarti kita harus bersikap layaknya seorang konsultan yang siap memberikan solusi terbaik terhadap masalah mereka baru kita merekomendasikan suatu produk kepada prospek. Jadi, apabila kita memposisikan diri kita seperti seorang konsultan atau seperti seorang mitra atau bahkan seperti seorang sahabat kita akan dengan mudah mengatehui kebutuhan prospek.

Namun bagaiman dengan prospek yang bersikap menyangsikan/meragukan? Sebagian prospek bersikap menyangsikan atau skepticism dapat ditangani dengan cara membuat pembuktian untuk menyakinkan atau menghilangkan kesangsian pelanggan. Pembuktian yang diberikan dapat berupa brosur, daftar pelanggan, refrensi pelanggan, surat perjanjian jual beeli, surat perintah kerja, sertifikat hasil tes, demo, presentasi, simulasi, ujicoba, dll. Tujuan dari pembuktian diatas adalah untuk meyakinkan prospek terhadap produk kita. Selain bersifat ragu, pelanggan juga seringkali bersikap aacuh tak acuh.

Biasanya hal ini terjadi pada awal awal pertemuan yaitu pada saat kita melakukan probing. Pelanggan bersikap acuh tak acuh dikarenakan mereka merasa tidak membutuhkan sesuatu dari produk kita, karena produk kita bukan merupakan alat penuhan kebutuhan mereka yang paling utama. Ada juga yang yang dikarenakan pelanggan sudah pernah mencoba produk sejenis dari pesaing kita atau sudah merasa terpuaskan oleh produk dari pesaing kita. Nah, kalau demikian apakah solusinya? Lakukan probing untuk mengetahui atau bahkan menciptakan kebutuhan pelanggan terhadap produk yang mungkin selama tidak disadarinya. Selain dari sikap calon pelanggan yang tersebut diatas, ada juga pelanggan yang bersifat keberatan/menolak atau yang disebut dengan objection. Biasanya prospek menunjukan sikap menolak pada saat kita melakukan probing.

Ada beberapa alasan mengapa prospek menolak yaitu karena ada sesuatu hal dari produk kita yang tidak disukainya atau kurang bisa diterima oleh prospek. Penolakan ini bisa karena bentuknya, fitur, fungsi, manfaat yang belum memenuhi kebutuhan atau juga karena harga dan cara pembayarannya yang belum cocok. Sebagai penjual dengan adanya berbagai penolakan dari pospek tidak akan dijadikan penghalang untuk menjadi semakin maju, segala penolakan harus dijadikan pelajaran untuk menjadi lebih berkembang dan sukses.

MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN MENJUAL (SELLING SKILL)


Pintar ngecap dan lincah, sepatu mengkilat, sneyum ramah serta sikap mendesak, bukan lagi dianggap hal yang penting dalam seni menjual. Para spesialis yang mengajarkan teknik menjual (salesmanship) kini lebih menekankan teknik pendekatan cara lain: Seorang salesman memperlakukan langganan atau calon langganan bagaikan teman atau saudara, serta lebih banyak mendengar ketimbang berbicara. Tampaknya teknik ini lebih berhasil.

Untuk sukses dalam bisnis, yang dibutuhkan sebenarnya hanya satu, yaitu pembeli atau konsumen. Teknologi, gedung mewah, neraca, dan segala elemen lain yang dianggap perlu bagi suatu bisnis tidak akan ada artinya kalau tidak ada yang bersedia membayar produk atau jasa yang dihasilkan. Jelasnya, segala upaya harus mendukung tema sentral konsumen.

Dalam berhubungan dengan konsumen atau calon konsumen, tiga pusat pelatihan teknik menjual di Amerika Serikat mengajarkan teknik baru.

Ketiganya — Xerox Learning Systems (salah satu anak perusahaan Xerox Corp.), Wilson Learning Corp. dan Fo¬rum Corp. menekankan bahwa se-orang tenaga penjual (salesman, marketer) harus menjadi pendengar dan penanya yang baik, sensitif terhadap kebutuhan orang lain, paham betul dengan produk yang dia jual, dan lebih merupakan penasehat (advisor) yang santai ketimbang pekerja yang sibuk. Seorang salesman tidak perlu memaksakan diri untuk menjual sesuatu produk kepada orang yang tidak atau belum membutuhkannya.

Ketiga lembaga pendidikan ini memang lebih menekankan pendekatan melalui penjalinan hubungan erat. saling percaya, dan hubungan jangka panjang daripada menjual dan segera. Dengan pendekatan seperti itu, akan bisa tercipta konsumen yang langgeng. “Falsafah kami memang melayani konsumen sebagai konsultan, bukan sebagai penjaja,” kata Richard D. Songey, seorang instruktor dari Forum.

Dengan menawarkan pendekatan ‘baru tersebut, ketiga lembaga pendi¬dikan ini tampaknya cukup sukses. Sebagian besar perusahaan raksasa di Amerika telah menggunakan jasa mereka dalam beberapa tahun terakhir. Klien Xerox Learnings, misalnya, 80% datang dari 500 perusahaan paling terkemuka negeri itu. Sementara Wilson Learnings sudah mengajarkan teknik penjualan kepada 92.000 orang di tahun 1984. Forum, pendatang paling baru di antara mereka, sudah mengajar tidak kurang dari 30.000 orang dengan klien paling besar AT & T.

Bagaimana seharusnya seorang sa¬lesman yang baik? Pertanyaan ini, menurut Curtis R. Berrien, senior vice president di Forum, lebih baik di-jawab dengan mengungkapkan definisi seorang salesman yang buruk. Katanya, salesman yang buruk tidak mampu mendengar dan memberi perhatian dengan baik. Sikapnya mendesak, ngecap terus-menerus, menyerang, dan segera melupakan klien setelah berhasil. Dia juga lebih banyak membicarakan karakteristik teknis dari produk ketimbang keuntungan yang bisa diberikan produk yang dia jual. Dia tidak memahami siapa target, tidak menyusun prioritas dan tidak mengikuti strategi. Ketiga lembaga tadi sama-sama setuju bahwa seorang salesman yang baik ada¬lah kebalikan dari itu.

Toh masing-masing memiliki teknik pendekatan yang berbeda. Wilson, misalnya, menekankan pada pendekatan perilaku (behavior approach); menunjukkan bagaimana seorang salesman berhubungan dengan orang-orang dengan kepribadian yang berbeda-beda. Sementara Xerox dan Forum lebih menekankan pada teknik berkomunikasi dari mulai seorang salesman bertemu sampai meninggalkan konsumen.

Dalam pembahasannya, Xerox mengemukakan bagaimana cara mengatasi tiga rintangan utama yang sering dihadapi seorang salesman — skeptisme, keberatan, dan sikap acuh tak acuh calon konsumen. “Kalau Anda menemukan seorang yang bersikap acuh tak acuh terhadap produk yang Anda tawarkan” maka Anda harus menyelidiki barangkali dia hanya karena belum tahu bahwa produk Anda sebenarnya dia butuhkan,’f demikian nasehat Will Boston, seorang pengajar di Xerox Learnings.

Menghadapi sikap skeptis, menurut Will Boston, seorang salesman tidak perlu adu argumentasi. “Anda sebaiknya menghargai sikapnya dan segera alihkan pembicaraan pada hal-hal positif.” Toh sikap paling utama adalah kecepatan menangkap tanda-tanda ingin membeli. Seorang salesman yang ’siap’, katanya, tidak akan menemui kesulitan menangkap sinyal-sinyal keinginan membeli dari seorang calon konsumen.

Forum Corp., yang baru didirikan setahun lalu, menjuduli programnya dengan “Face-to-face Selling Skill.” Meskipun terminologi yang digunakan sedikit berbeda, namun pesan paling mendasar hampir sama seperti di Xerox.

Dalam Face-to-face selling, Forum menyarankan untuk “menempatkan diri pada posisi klien atau calon kon¬sumen, ajukan pertanyaan dan de-ngarkan jawaban dengan baik serta usahakan memberi penjelasan cukup.” Dengan cara seperti itu seorang calon konsumen akan lebih terbuka memberi informasi tentang kebutuhan dan keinginannya.

Sementara itu Wilson Learning mengajarkan pendekatan yang dikenal dengan counselor selling. Salah satu pokok pembahasan termasuk Social Styles Sales Strategy. Di sini Wilson Learnings membedakan masyarakat konsumen dalam empat tipe menurut sikap perilakunya: tipe analistis. tipe sopir, ramah tamah, dan ekspresif.” Masine-masing orang memiliki satu tipe dominan dan satu kurang dominan. Hal ini, katanya, perlu dipahami agar seorang salesman bisa dengan mudah membuat deal dengan konsumen. Seseorang yang ekspresif, misalnya, tidak akan pernah bisa digaet menjadi langganan kecuali kalau Anda berhasil menciptakan suasana hangat dalam menjalin hubungan pribadi.

Seseorang yang ekspresif, misalnya, tidak akan pernah bisa digaet menjadi langganan, kecuali kalau Anda berhasil menciptakan suasana hangat dalam menjalin hubungan pribadi. Dalam marketing, memang terdapat beberapa hambatan psikologis. Konsumen memiliki persepsi negatif terhadap beberapa jenis produk yang biasanya termasuk produk baru atau produk berteknologi baru.

Persepsi negatif di sini bisa berupa kekuatiran terhadap suatu konsep dan produk baru. Ini bisa terlihat ketika memasarkatt teleyisi berwarna, misalnya. Masyarakat pada mulanya cenderung berpikian negatif menyangkut sinar radiasi yang dipancarkan layar berwarna. Toh akhirnya sekarang seluruh penonton TV tidak lagi mengingat sinar radiasi itu.

Persepsi lain bisa pula terhadap harga yang dianggap terlalu tinggi pa-da saat suatu produk baru muncul di pasaran. Persepsi-persepsi seperti ini tentunya tidak mudah ‘dibetulkan’. Peranan marketing man dituntut lebih besar. Yang paling penting adalah bagaimana sikap dan kepribadian dalam menghadapi serta menangani konsumen.

Secara umum, persyaratan paling utama dalam diri seorang tenaga penjual adalah antusiasme. Namun perlu dicatat bahwa kalau sekelompok salesman berkumpul, dengan atau tanpa kehadiran manajemen, situasi ketidakpuasan dan keluhan selalu mewarnai sehingga tidak jarang perusahaan merasa kurang perlu mengada-kan sales marketing karena dikuatirkan justru menciptakan kecaman dan kericuhan baru.

Gejala seperti itu dalam seni menjual dengan consultative selling tentunya harus dihindari. Untuk mengetahui apa kebutuhan konsumen, mengapa dia membeli produk atau jasa tertentu, tidak mungkin tercapai tanpa entusiasme tinggi dalam diri seorang salesman atau marketing man.

Yang merasa kecam biasanya macam-macam, termasuk harga produk terlalu tinggi, servis dan ketepatan penyerahan yang buruk meskipun tidak jarang kegagalan melangkah tugas pemasaran sebenarnya terletak dalam diri mereka sendiri.

Atau dengan kata lain, apa pun metoda atau strategi yang dijalankan, keberhasilannya sangat tergantung pada sikap dan kepribadian para pelaksanaannya. Ketiga lembaga pendidikan tadi memang menawarkan strategi baru.

Sumber : Majalah Eksekutif Edisi Mei 1985

Menciptakan ”brand feelings”: memberikan perasaan yang ”berarti” bagi pelanggan


Kevin L. Keller (2003) menyatakan perasaan terhadap merek (brand feelings) adalah tanggapan dan reaksi pelanggan yang secara emosi terhadap merek yang digunakan. Emosi yang ditimbulkan oleh merek ini, dapat menjadi begitu kuat, muncul ketika menggunakan atau mengkonsumsi merek.

Apakah emosi tersebut? Anda bagian dari mereka yang menggunakan Pepsodent Herbal? muncul emosi yang kuat dimana, pengguna Pepsodent Herbal merasa mendapatkan manfaat ekspresi diri dalam menggunakan merek tersebut, yaitu “gigi putih, sehat alami, dan kuat.”Secara sosialpun, dimasayarakat kita, secara turun-temurun, bahan baku herbal daun sirih, telah digunakan sebagai antiseptic, pada kesehatan mulut.

Apakah anda bagian dari mereka yang sering nongkrong di Cafe Starbucks? Mendapatkan manfaat ekspresif dengan lingkungan yang cozy, suasana nongkorong yang nyaman, dan layanan yang ramah; sedangkan secara socialapproval, tempat nongkrong ini, telah dicap sebagai tempat nongkrong-nya “anak nongkrong.

Perasaan terhadap merek (brand feelings) yaitu tanggapan dan reaksi-reaksi pelanggan yang secara emosional berkenaan dengan merek, berupa:

1.     Adanya Manfaat Ekspresi Diri (Self Experssive Benefit)

Manfaat ekspresi diri (self expressive), dimana ketika konsumen menggunakan suatu merek, maka akan menimbulkan perasaan lebih baik; konsumen merasa bangga, sukses, dan penuh percaya diri. Kita berada dan hidup di antara merek-merek: “merek memberikan kita jati diri, menggoda perasa lidah kita, dan memperkaya pengalaman kita. Kita semua ingin bergabung, dan mengelilingi hidup dengan sesuatu yang kita kenal, percaya, dan sesuai dengan aspirasi kita. Indikator munculnya manfaat ekspresi diri adalah ketika pengguna merek mendapatkan perasaan positif dan kehangatan disaat menggunakan merek; merek memberikan “arti’ bagi konsumen; dan konsumen layaknya “raja” dalam menggunakan merek tersebut.

2.     Munculnya Pengakuan Sosial (Social Approval) Pengakuan sosial (social approval) yaitu ketika menggunakan suatu merek akan menimbulkan perasaan positif bagi konsumen saat berhubungan dengan orang lain; konsumen merasa tampil lebih baik dengan penampilan mereka.  Indikator munculnya pengakuan sosial ini ketika pelanggan merasa dengan menggunakan merek, dirinya lebih ”bergaya,” dan banyak orang menggunakan merek yang sama sehingga muncul komunitas pengguna merek; serta muncul kebanggan dalam menggunakan merek tersebut.

Bagaimana menciptakan brand feeling yang baik ini? Enam langkah dalam menciptakan brand felling yang kuat, yaitu

pertama, memberikan kalitas produk yang baik, yaitu memberikan produk dan layanan berkualitas tinggi.

Kedua, memberikan kualitas pelayanan yang tinggi, dimana karyawan yang kompeten memberikan perhatian khusus kepada pelanggan, ramah, dan menolong.

Ketiga, menawarkan harga produk yang kompetitif dan layak.

Keempat, memberikan janji yang sesuai, yaitu memberikan janji yang berarti, dan sesuai dengan janjinya; memberikan citra dan asosiasi yang positif; serta inovatif dalam produk dan layanan.

Kelima, unik, yaitu berbeda dari lainnya dalam produk dan layanan yang positif; serta unik dibandingkan kompetitor.

Keenam, kredibel, yaituterpercaya dalam produk dan layanan.; serta menyampaikan komunikasi yang jujur dan terbuka.

Sumber : www.marketing.co.id

Prospek Jualan Online


Jika ada orang yang menanyakan ke Anda, apakah Anda memiliki alamat e-mail, apa yang Anda rasakan saat itu? apakah Anda dengan enteng langsung menyebut, “oh, di sini… pokoknya @anu.com lah”, dengan enteng. Atau anda hanya mengernyitkan dahi sambil tersenyum pasrah,”… wah maaf saya tidak punya alamat email…”

Kepemilikan alamat email saat ini terdengar sebagai sesuatu yang generik, sudah lumrah, terutama bagi generasi yang lahir tahun 70-an dan sesudahnya. Kadang-kadang sampai kita merasa aneh jika ?hare gene’ ada orang yang belum punya alamat email.

Dalam tingkat yang sangat sederhana, kondisi ini menunjukan betapa teknologi internet mulai berpengaruh terhadap cara hidup dan trend yang ada di sekitar kita. Walaupun demikian, penggunaan teknologi internet belum banyak berpengaruh terhadap perilaku belanja konsumen, terutama dalam hal memanfaatkan fitur-fitur belanja online. Alasannya memang macam-macam, tetapi yang utama karena takut kartu kredit atau rekening bank-nya dibobol oleh hacker, atau takut menjadi korban penipuan. Maklum, transaksi online hanya mempertemukan pedagang dan pembeli dalam dunia maya.

Tetapi ada suatu pertanyaan menarik yang diajukan kepada saya baru-baru ini oleh kawan-kawan dari sebuah jaringan retail, yaitu manfaat apa yang kita dapatkan apabila kita sebagai penjual menyediakan fitur penjualan on-line?

Terus terang ini pertanyaan sederhana tapi visinya cukup jauh ke depan. Jujur saja, kalau secara kasat mata saja, paling tinggi manfaat yang kita dapatkan melalui fitur penjualan online paling banyak kita terlihat lebih modern dan trendy. Mengikuti perkembangan jaman istilahnya. Tetapi yang repot, memang kalau kita ingin menghubungkan antara investasi untuk fitur penjualan secara online dengan peningkatan penjualan. Apalagi omzet, wah memang masing jauh untuk rata-rata bisnis retail di Indonesia. Bahkan juga untuk ukuran kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya sekalipun.

Jika demikian datanya, apakah artinya di Indonesia menawarkan jasa via internet ini kurang bermanfaat? Apakah kita sebaiknya melupakan fasilitas internet bagi usaha kita? Ternyata tidak, karena masih banyak manfaat yang bisa kita dapat, misalnya seperti kemampuan mengenal pelanggan dengan lebih jauh.
Jadi apakah dengan fitur ini kita sama sekali tidak bisa mendapatkan manfaat lebih?

Nah, di sini yang lebih menarik. Apabila kita melihat dari sudut pandang marketing yang lebih luas, ternyata ada manfaat lain yang bias kita peroleh, selain hanya berharap pada peningkatan sales. Yang pertama, dengan menjual secara online, anda justru bisa mengetahui secara lebih detail siapa pelanggan anda. Loh, kok bisa?

Ya, karena fitur penjualan secara online ini memungkinkan kita untuk mensyaratkan calon pelanggan untuk mengisi data diri selengkap mungkin. Dan enaknya lagi, pelanggan sendiri yang memasukkan datanya ke dalam database kita, sementara kita hanya menyediakan infrastrukturnya. Hemat waktu dan tenaga, walaupun tetap perlu modal.

Yang kedua, selain data identitas pelanggan, kita bisa langsung mengintegrasikan data tersebut dengan kebutuhan dan jenis produk atau layanan yang dibeli oleh pelanggan. Sehingga kita memiliki gambaran profil pelanggan kita, yaitu siapa mereka, apa yang dibutuhkan dan kapan mereka membelinya.

Manfaatnya dengan memiliki data-data ini adalah kita bisa lebih cepat melakukan analisa pasar dan membuat rencana pemasaran ke depan.

Masalahnya sekarang, kita kan sudah tadi barier yang menyebabkan pelanggan tidak mau atau ragu-ragu memanfaatkan fitur penjualan secara online. Tentunya, bagaimana caranya supaya mereka mau menggunakan fitur tersebut? Jawabannya sederhana: mereka harus dipaksa! Cara memaksanya dapat dengan melakukan penjualan produk atau layanan-layanan yang paling diminati secara eksklusif hanya melalui penjualan online. Atau memberikan insentif berupa bonus atau discount misalnya.

Maskapai penerbangan Air Asia misalnya, dapat menjadi salah satu contoh “pemaksa” yang berhasil melakukan penjualan produknya melalui jalur online. Bertentangan dengan kebiasaan maskapai penerbangan yang memperluas jaringan penjualan melalui agen-agen, tiket Air Asia justru hanya dapat dipesan melalui internet, atau call centre.

Nah sebagai tambahan, hal yang tidak boleh dilupakan adalah sebelum membuka fitur penjualan secara online, kita harus mengkaji kesesuaian antara karakter produk dengan habit penggunaan internet konsumen kita. Agar tidak terjadi gap yang terlalu menyulitkan konsumen untuk mengakses produk kita. Demikian diskusi kita kali ini, jadi untuk saat ini kita sebenarnya dapat memanfaatkan fitur penjualan online tidak hanya sebagai sales tool semata, melainkan juga sebagai data base tool.

Inu Machfud R
BMI Research Jakarta�

(//mbs)

The ‘Ijon’ Marketing


Pernah dengar istilah tengkulak? Ya, mereka itu pedagang komoditi pertanian yang masuk sampai ke pelosok kampung untuk mencari petani yang menanam komoditi-komoditi pertanian yang laku dijual ke kota-kota besar. Ada praktek bisnis yang unik dalam cara mereka membeli hasil tanaman petani, yaitu sistem ijon.

Para tengkulak ‘hunting’ ke daerah-daerah di mana mereka tahu ada petani yang menanam tanaman yang mereka inginkan, nah setelah mereka mendapatkan lalu dilakukanlah tawar menawar harga. Tetapi, transaksi ini utamanya dilakukan sebelum tanaman itu menghasilkan. Jadi istilahnya, hasil tanaman si petani di-booking lebih dahulu oleh para tengkulak dengan sistem ijon. Keuntungan dari tengkulak adalah, mereka sudah mendapatkan kepastian pasokan untuk masa panen mendatang. Dan tentunya mereka mendapatkan harga lebih murah, karena mereka membayar jauh di depan sebelum waktunya mereka mendapatkan hasil tanaman tersebut.

Biasanya kalau mendengar kata “ijon” maka yang terbayang oleh kita memang komoditas pertanian. Walaupun istilah “tengkulak” itu sendiri berarti “pedagang”. Yang menarik dari menjalankan sistem ini adalah bagaimana kita memprediksikan hasil yang akan kita dapat di masa yang akan datang dengan berinvestasi pada suplier kita di masa sekarang. Dalam konteks marketing, prinsip sistem ijon ini sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk menciptakan future market yang sekaligus juga adalah pelanggan loyal di masa yang akan datang.

Saya punya seorang teman yang pertama kali saya kenal pada saat kami berusia 24 tahun. Istimewanya kawan yang satu ini, dia hobi sekali melakukan “PDKT” (flirting) kepada cewek-cewek ABG yang usianya antara 14 sampai dengan 17 tahun. Karena kebiasaan itu, saya dan teman-teman yang lain sepakat menyebutnya “ahli pacaran dengan sistem ijon”. Kalau kita lihat memang sepertinya pasangan dengan usia yang cukup jauh tidak begitu pantas untuk disandingkan. Namun tentunya ada alasan-alasan tertentu yang menyebabkan ke duanya bisa cocok.

Nah ternyata hal seperti ini bisa terjadi dalam relasi antara positioning produk dengan segmen konsumen. Pasar anak muda, seperti yang pernah kita bahas di Ruang Bisnis terdahulu, adalah pasar yang sangat terbuka untuk berbagai macam produk. Banyak sekali podusen berinvestasi dalam jumlah yang tidak sedikit di segmen ini, dalam bentuk komunikasi maupun promosi. Padahal jamaknya kita tahu, pasar ini memiliki daya beli yang tidak terlalu tinggi bukan? wajar saja karena usia remaja antara 12 sampai 24 tahun memang rata-rata belum memiliki penghasilan sendiri. Kalau begitu apa yang dicari oleh para produsen dengan menyasar pada segmen ini, padahal banyak dari produk mereka yang tidak secara spesifik menyasar pada segmen remaja.

Contoh kasus yang paling kuat adalah pada produk rokok. Hampir semua merek rokok lokal memiliki merek yang menyasar pada segmen anak muda atau remaja. Kenyataannya, produsen rokok memang mengetahui betul bahwa loyalitas terhadap merek daa cita rasa rokok harus dimulai dan dibangun paling tidak sejak usia 14 tahun (usia rata-rata konsumen mulai mengenal rokok). Di luar kontroversi mengenai perokok di bawah umur, dari pola ini terlihat bahwa pabrikan rokok sadar betul pentingnya untuk “mengijon” target marketnya sejak usia 14 tahun. Mereka berupaya menciptakan ‘future market’ bagi produk-produk yang mereka ciptakan saat ini. Secara bersamaan, loyalitas terhadap merek dan produk juga akan terbina secara terus-menerus.
Jadi, “ijon marketing” diperlukan untuk menciptakan keuntungan yang akan kita nikmati di masa yang akan datang. Seperti “mengijon” tanaman, “mengijon” konsumen juga memerlukan kepekaan dan kemampuan analisa dan memperkirakan tren pasar di masa kini dan masa mendatang. (//mbs)