Posts from the ‘Team work’ Category

PENGORGANISASIAN GRUP DAN KELOMPOK


A. Pendahuluan

Pengelolaan organisasi harus dilakukan secara terencana berdasarkan program-program yang telah disusun oleh organisasi.Penyusunan program-program kerja dalam organisasi memerlukan sumber daya manusia yang memadai dan yang memiliki keterampilan-keterampilan khusus agar program-program yang telah disusun dapat mereka jalankan dengan baik sebagai tugas yang telah diembankan kepada mereka.

Tidak jarang, kita sering menemukan berbagai phenomena dalam mengelola organisasi, termasuk di dalamnya adaiah mengelola kelompok dan tim dalam melasanakan pekerjaan. Tim yang solid akan berhasil melaksanakan tugas-tugas organisasi yang diembankan kepada mereka. Mereka memiliki komitmen yang kuat dalam mengimpiementasikan putusan-putusan penting yang telah dirumuskan dan disepakati untuk dilaksanakan secara bersama-sama. Tetapi ada juga sebagian anggota dalam timatau kelompok yang tidak bisa menyesuaikan dengan lingkungannya untuk bekerja bersama-sama. Orang-orang yang termasuk kategori ini akan menjadi penghambat kemajuan bagi sebuah organisasi.

Bagaimana membuat kerjasama kelompok dan tim? tentu harus menggunakan berbagai pendekatan baik secara teori maupun secara praktek. Secara teori banyak hal yang kita dapat dalam mengelola organisasi, salah satu contoh dalam mengelola tim adaiah bagaimana merencanakan rapat-rapat dalam tim untuk membahas permasalahan yang dihadapi dalam tim, sehingga permasalahan tim atau kelompok dapat diselesaikan.

B. Penggunaan Tim dalam Organisasi

Dalam organisasi modern Teamwork merupakan suatu cara untuk mengerakkan organisasi. Tim telah menjadi struktur dasar di mana pekerjaan dilakukan dalam organizations.Paham ini banyak diterapkan dalam perusahaa-perusahaan besar baik di Jepang maupun Amerika Serikat dalam mengerakkan hubungan manusia. Selama

bertahun-tahun, banyak penelitian telah mendokumentasikan pentingnya kerjasama tim untuk mencapai keberhasilan organisasi. Prinsip dasar dari kerjasama tim adalah bahwa tim menawarkan kesempatan terbaik untuk lebih baik kinerja organisasi dalam bentuk peningkatan produktivitas. Manfaat dari sinergi tim sedemikian rupa sehingga anggota dari kerja tim yang kooperatif antara satu dengan sama lain bisa mencapai hasil yang lebih lebih daripada bekerja secara independen. Dengan demikian, tim telah menjadi unit dasar untuk pemberdayaan secara bersama untuk kekuatan kolektif dan membuat partisipasi yang efektif dan ikatan dengan ikatan.

Sejak awal 1990-an, berbagai penelitian telah melaporkan jumlah yang lebih besar menggunakan tim untuk menyelesaikan tugas-tugas organisasi. Alasan untuk kecenderungan ini adalah jelas Banyak perusahaan, besar dan kecil, menghadapi tantangan serius dari yang dinamis dan kompleks ekonomi global-tantangan yang telah dimasukkan ke dalam pertanyaan efektivitas metode manajemen tradisional. Beberapa tantangan ini termasuk bertambahnya permintaan dari pelanggan untuk produk-produk berkualitas baik dan layanan dengan harga yang lebih rendah, globalisasi, kemajuan teknologi, dan tekanan dari persaingan suppliers. Karena tren ini, banyak organisasi lebih  banyak  mencari  karyawan  yang  memiliki  keterampilan  kepemimpinan  tim.

Ada bukti yang berkembang bahwa penggunaan tim telah membawa perbaikan kinerja yang diinginkan bagi banyak organisasi di berbagai industri. Beberapa contoh spesifik dari hasil tim meliputi.

  1. Sebuah pabrik melakukan pengembangan fungsi mesin tertentu dan pemberdayaan tim untuk mengurangi penurunan produksi.
  2. Menggunakan swakelola tim dan dukungan dari manajemen puncak, sebuah pabrik alat peningkatan produksi bisa meningkatkan produknya sebesar 21 persen.
  3. Dengan menciptakan dan memberdayakan tim keamanan baru, sebuah pabrik mebel menengah mengurangi kehilangan waktu untuk bekerja sebesar 30 persen.

Namun, tidak semua upaya tim telah menghasilkan kesuksesan. Dalam beberapa kasus, penggunaan tim telah menghasilkan hasil negatif seperti biaya meningkat, stres, dan kelompok rendah perhatian.

C. Memanfaatkan Tim dalam Organisas

Grup Versus Tim: Apa Bedanya? Semua tim adalah kelompok, tetapi tidak semua kelompok adalah tim. Sebuah manajer dapat mengumpulkan sekelompok orang dan tidak pernah membangun sebuah tim. Sebuah tim adalah unit antar individu dengan keterampilan yang saling melengkapi yang berkomitmen untuk tujuan yang sama dan menentukan tujuan kinerja dan harapan bersama. Menegaskan bahwa beberapa Perbedaan memang ada di antara tim dan kelompok. Konsep Tim menyiratkan rasa misi bersama dan tanggung jawab kolektif. Sedangkan kelompok fokus pada kinerja individual, tujuan, dan ketergantungan pada kemampuan individu, tim memiliki mentalitas kolektif yang berfokus pada

(1)    berbagi informasi, wawasan, dan perspektif,

(2)    membuat  keputusan  yang   mendukung   setiap  individu  untuk melakukan   nya pekerjaan sendiri yang lebih baik.

(3)      memperkuat standar individu masing-masing kinerja. Belajar anggota cenderung
memiliki tanggung jawab bersama, sedangkan anggota kelompok kadang-kadang
bekerja sedikit lebih mandiri dengan motivasi yang lebih besar untuk mencapai tujuan
pribadi.

Gaya kepemimpinan dalam kelompok cenderung sangat hirarkis, sementara di tim itu lebih mungkin untuk menjadi partisipatif atau pemberdayaan berorientasi. Dalam sebuah tim, ukuran kinerja menciptakan akuntabilitas langsung untuk tim dan insentif yang berbasis tim: sebaliknya, kelompok ditandai oleh kepentingan individu, dengan mentalitas “apa untungnya bagi saya.” Sebuah kelompok, beberapa orang mengatakan, hanyalah kumpulan orang yang bekerja bersama-sama. Tim berusaha untuk kesetaraan antara anggota, dalam tim terbaik, tidak ada bintang, dan semua orang menekan ego individu untuk kebaikan keseluruhan.

Keuntungan dan Kerugian Teamwork

Teamwork adalah pemahaman dan komitmen untuk tujuan kelompok pada bagian dari semua anggota tim.

Berikut gambaran mengenai keuntungan dan kerugian tim kerja.

Keuntungan teamwork Kerugian teamwork
1.      Dalam tim  mungkin untuk mencapai
sinergi   maksimal   melebih   kapasitas
kerja sendiri.

2.     Anggota    tim    sering    mengevaluasi
pemikiran satu sama lain, sehingga tim
ini dapat menghindari kesalahan besar.

3.     Saling   mendukung   dalam   membuat
keputusan tim

4.     Tim dapat melakukan kontribusi dan
perbaikan terus-menerus.

5.     Tim    menciptakan    lingkungan    kerja
yang mendorong orang untuk menjadi
diri   termotivasi,   diberdayakan,   dan
puas dengan pekerjaan mereka.

1.    Anggota  tim   menghadapi   tekanan
untuk   menyesuaikan   diri   dengan
standar     kelompok     kinerja     dan
perilaku.   Sebagai   contoh,  anggota
tim   dapat  dikucilkan   karena  jauh
lebih   produktif   daripadanya   atau
rekan kerjanya.

2.   Situasi yang ada di  mana  bekerja
dalam tim dianggap oleh beberapa
individu      memengaruhi      otonomi
mereka.

3.   Tim    melalaikan    tanggung    jawab
individu.

4.   Anggota tim satu dengan yang lain
sering irihati dalam group.

D. Tipe-tipe Tim

Struktural tampaknya menjadi satu ketetapan dalam kehidupan organisasi saat ini.Struktur organisasi tradisional, dikenal dengan desain stabil.Perubahan struktur bisa berubah dalam mendukung desain lebih banyak untuk merespon tren lingkungan eksternal. Desain ini fleksibel termasuk struktur datar dan lebih horisontal, fokus pada cara-cara baru untuk memotivasi karvawan, dan penggunaan tim bukan struktur fungsional. Perusahaan manufaktur atau organisasi memanfaatkan berbagai tim, yang meliputi.

  1. Tim peningkatan kualitas
  2. Tim pemecahan masalahSwakelola tim yang produktif
  3. Tim lintas fungsionai
  4. Tim teknoiogi integrasi,
  5. Tim bayangan lintas fungsionai, dan
  6. Keselamatan tim.

Selama bertahun-tahun, meningkatnya persaingan yang berasal dari sifat global dan teknoiogi pasar telah memaksa organisasi untuk mengadopsi tim dari tim fungsionai untuk menyeberang ke fungsionai tim dan kemudian swakelola tim. Ada tiga jenis tim.

1.   Fungsionai Tim

Seratus tahun yang lalu, Frederick Taylor, yang disebut sebagai “bapak manusia ilmiah -i pengelolaan/’ menganut pendekatan kepemimpinan dimana manajer membuat dirinya ahli fungsionai, proses kerja dibagi menjadi tugas yang berulang sederhana, dan pekerja diperlakukan sebagai bagian dipertukarkan. Tim fungsionai sebagian besar terdiri dari manajer fungsionai dan sekelompok kecil karyawan garis depan dalam departemen itu. Sebuah tim fungsionai adalah sekelompok karyawan milik departemen fungsionai yang sama, seperti pemasaran, R&D, produksi, sumber daya manusia, atau sistem informasi, yang memiliki tujuan yang sama. Seiring waktu, kekurangan dari pendekatan ini menjadi jelas, sebagai pekerja menderita ‘dari kebosanan karena sifat berulang dari pekerjaan mereka. Struktur tim fungsionai umumnya lebih hirarkis dengan pemimpin fungsionai membuat semua keputusan dan mengharapkan pengikut nya untuk menerapkannya.

2.  Lintas Fungsionai Tim Cross-Fungsional Tim

Organisasi semakin berkembang menghadapi lingkungan eksternal yang kompleks dan sangat dinamis membutuhkan struktur yang fleksibel dan kurang hirarkis.Organisasi dalam menyeiesaikan tugas-tugas sering membutuhkan kerjasama lintas batas seperti daerah fungsionai atau divisi. Individu terus-menerus diminta untuk melewati batas fungsionai dan membentuk tim dengan individu dari disiplin fungsionai lainnya untuk mencapai suatu tujuan umum. Tim multi fungsi diajukan dari berbagai anggota dengan latar belakang yang berbeda, pengetahuan, pengalaman,

dan keahlian, yang dapat memecahkan masalah dan juga membantu dalam pengambilan keputusan. Sebuah tim lintas-fungsional terdiri dari anggota dari departemen fungsional yang berbeda dari sebuah organisasi yang dibawa bersama-sama untuk melakukan tugas-tugas yang unik untuk menciptakan produk baru. Tim para anggota juga dapat mencakup perwakilan dari organisasi-organisasi luar, seperti sebagai pemasok, klien, dan joint-venture partners. Berikut ini ada enam faktor kunci keberhasilan lintas fungsional tim yang efektif.

  1. Mengembangkan kesepakatan Visi umum atau misi dan tujuan yang fokus pada melaksanakan tim dalam organisasi.
  2. Kepemimpinan dan dukungan manajemen (Tim lintas fungsional menawarkan banyak manfaat potensial bagi organisasi)
  3. Menyatukan orang yang tepat memberikan sumbangan tim dan beragam pengetahuan dan potensi kreatif yang jauh melebihi apapun tim fungsional tunggal.
  4. Koordinasi ditingkatkan dan hindarkan banyak masalah ketika orang-orang dari fungsi yang berbeda.
  5. Tim memberikan manfaat berbagai sumber informasi dan perspektif, kontak di luar spesialisasi fungsional seseorang, dan kecepatan ke pasar, yang penting untuk sukses dalam berdaya saing global, teknologi tinggi.
  6. Anggota belajar keterampilan baru yang dibawa kembali ke unit fungsional mereka dan untuk tim berikutnya
  7. Sinergi positif yang terjadi untuk efektif tim lintas fungsional dapat membantu mereka mencapai tingkat kinerja yang jauh lebih baik dari pada individual.

John Chambers berpendapat lintas-divisi tim dan kolaborasi sebagai solusi untuk masalah memecahkan masalah. Lintas-divisi tim mendorong interaksi, kerjasama, koordinasi, berbagi informasi, dan lintas-fertilisasi ide antara orang-orang dari divisi yang berbeda menghasilkan lebih baik dan memenuhi syarat produk / jasa dengan siklus perkembangan lebih pendek.

3. Virtual Team

Dengan teknologi komunikasi modern telah datang tim virtual, teknologi baru dan canggih yang menyediakan sarana untuk pekerjaan yang tersebar (dilakukan di lokasi yang berbeda) dan sinkronisasi (dilakukan pada waktu yang berbeda) masih dilakukan dalam pengaturan tim. Struktur kerja disebut tim virtual dan dapat diatur sepanjang garis fungsional atau lintas-fungsional. Sebuah tim virtual adalah salah satu yang anggotanya didistribusikan secara geografis, mereka bekerja sama melalui sarana elektronik dengan minimal melalui interaksi face-to-face.

Swakelola Tim

Untuk mempertahankan keunggulan perusahaan-perusanan diperlukan pengelolaan timsecara swakelola agar dapat mengembangkan dan mempertahankan keunggulan kompetitif dengan intensitas tidak terlihat sebelumnya, dan dengan pengetahuan bahwa lingkungan bisnis telah menjadi semakin bergejolak. Untuk memenuhi tantangan semua jenis dan ukuran yang mengakui perlunya perubahan dalam struktur internal dan budaya. Mereka akan hams membuat alternatif untuk perintah dan kontrol struktur hirarkis, mengubah cara keputusan dibuat, mendefinisikan kembali pekerjaan, dan perubahan asumsi manajer memiliki sekitar bagaimana memimpin.

Swakelola tim (SMTs) adalah tim yang relatif otonom yang anggotanya berbagi atau memutar tanggung jawab kepemimpinan dan saling menahan diri bertanggung jawab untuk menentukan tujuan kinerja yang diberikan oleh manajemen yang lebih tinggi. Swakelola tim biasanya lintas-fungsional dalam keanggotaan, dan memiliki rentang lebar di daerah keputusan seperti mengelola diri mereka sendiri, perencanaan dan penjadwalan kerja, dan mengambil tindakan pada masalah. Dalam tim, anggota menetapkan tujuan tugas untuk daerah tertentu dari tanggung jawab yang mendukung pencapaian tujuan tim secara keseluruhan. Persepsi adalah bahwa karakteristik ini membuat swakelola tim lebih adaptif dan proaktif dalam perilaku mereka daripada tim tradisioal

E. Pengambilan Keputusan dalam Tim

Ketidakpastian, ambiguitas, dan keadaan selalu berubah mengharuskan para pemimpin tahu kapan membuat keputusan dan kapan untuk memungkinkan tim untuk membuat keputusan yang tepat.
Ada tiga model pengambilan keputusan dalam tim: Pengambilan keputusan berpusat pada pimpinan, pengambilan keputusan pada tim, dan model normatif  kepemimpinan.Pimpinan puncak cenderung menjalankan kekuasaan yang memulai mengarahkan, mendorong, mengajar, dan mengontrol anggota tim. Pemimpin fokus pada.

  1. Pemimpin harus fokus pada tugas dan mengabaikan perasaan pribadi dan hubungan bila memungkinkan.
  2. Pemimpin harus mencari pendapat dari tim untuk mendapatkan kesepakatan tetapi tidak melepaskan hak untuk membuat pilihan akhir.
  3. Pemimpin harus tetap mengendalikan diskusi kelompok sepanjang waktu dan harus sopan tapi tegas menghentikan usul-usul yang mengganggu diskusi yang tidak relevan.
  4. Pemimpin harus mencegah anggota dari mengekspresikan perasaan mereka dan harus berusaha untuk mempertahankan diskusi, rasional logis tanpa luapan emosi.
  5. Pemimpin harus waspada terhadap ancaman nya atau kewenangannya dalam kelompok dan harus melawan jika diperlukan untuk mempertahankannya.

Di samping yang tersebut dalam 5 (lima) butir di atas, Pendekatan tim secara terpusat menawarkan pemimpin tim untuk sukses, sebagai berikut.

  1. Pemimpin harus mendengarkan dengan penuh perhatian dan mengamati isyarat nonverbal untuk menyadari kebutuhan anggota, perasaan, interaksi, dan konflik.
  2. Peran pemimpin harus melayani sebagai konsultan, penasihat, guru, dan fasilitator, bukan sebagai direkturatau manajertim.
  3. Pemimpin harus memberi contoh perilaku kepemimpinan yang sesuai dan mendorong anggota untuk belajar untuk melakukan perilaku sendiri
  4. Pemimpin harus membentuk iklim persetujuan untuk ekspresi perasaan.
  5. Pemimpin harus menyerahkan kontrol kepada tim dan memungkinkan untuk membuat pilihan akhir dalam semua jenis keputusan yang tepat.Pemimpin harus tetap mengendalikan diskusi kelompok sepanjang waktu dan harus sopan tapi tegas menghentikan aksi mengganggu dan diskusi tidak relevan.
  6. Pemimpin harus mencegah anggota dari mengekspresikan perasaan mereka dan harus berusaha untuk mempertahankan diskusi, rasional logis tanpa luapan emosi.
  7. Pemimpin harus waspada terhadap ancaman nya atau kewenangannya dalam kelompok dan harus melawan jika diperlukan untuk mempertahankannya.
  8. Pemimpin harus menyerahkan kontrol kepada tim dan memungkinkan untuk membuat.

F.  Keterampilan Memimpin untuk Efektifitas Rapat-rapat Tim

Keberhasilan pertemuan tergantung pada keterampilan pemimpin dalam mengelola proses kelompok. Keluhan yang paling umum tentang pertemuan adalah bahwa ada terlalu banyak masalah, waktu terlalu lama, dan Pertemuan tidak produktif.Pemimpin yang siap cenderung melakukan pertemuan produktif. Perencanaan diperlukan setidaknya lima bidang: tujuan, memilih peserta dan tugas membuat, agenda, waktu dan tern pat untuk pertemuan.

  1. Rencana pertemuan, menyiapkan masalah apa yang harus dibicarakan dalam rapat, berapa iama waktu yang digunakan, siapa yang akan memimpin pertemuan.
  2. Tujuan adalah agar isi pertemuan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai, peserta harus memiliki gagasan yang jelas.
  3. Peserta dan Tugas, Sebelum memanggil rapat, dimutuskan siapa yang harus hadir dalam rapat tersebut. Apakah kelompok penuh / tim harus hadir?
  4. Agenda, identifikasi teriebih dahulu kegiatan selama pertemuan berlangsung.Tanggal, Waktu, dan Tempat, kadang-kadang tidak semua peserta pertemuan bisa hadir sesuai dengan jadwal yang kita tetapkan, maka harus dikonfirmasi teriebih dahulu mengenai tanggal, waktu, dan tempat pertemuan.

G. Mengelola Tim Sendiri

Tantangan untuk berhasil dalam ekonomi global, sebagai perusahaan berusaha untuk mengembangkan dan mempertahankan keunggulan kompetitif dengan intensitas tidak terlihat sebelumnya, dan dengan pengetahuan bahwa lingkungan bisnis telah menjadi semakin  bergejolak.   Untuk memenuhi tantangan  ini  dan  menjadi   lebih  bersaing.

perusahaan-perusahaan AS dari semua jenis dan ukuran yang mengakui perlunya perubahan dalam struktur internal dan budaya. Mereka harus membuat alternatif untuk perintah dan kontrol struktur hirarkis, mengubah cara keputusan dibuat, mendefinisikan kembali pekerjaan, dan perubahan asumsi manajer memiliki sekitar bagaimana memimpin. Untuk memenuhi tantangan ini, salah satu pendekatan baru adalah swakelola kerja tim.

Swakelola tim adalah tim yang reiatif otonom yang anggotanya berbagi atau memutar tanggung jawab kepemimpinan dan saling menahan diri bertanggung jawab untuk menentukan tujuan kinerja yang diberikan oleh manajemen yang lebih tinggi. Swakelola tim biasanya lintas-fungsional dalam menglindungi keanggotaan, dan memiliki garis iintang lebar di daerah keputusan seperti mengeloia diri mereka sendiri, perencanaan, penjadwalan kerja, dan mengambil tindakan pada masalah. Dalam tim, anggota menetapkan tujuan tugas untuk daerah tertentu dari tanggung jawab yang mendukung pencapaian tujuan tim secara keseluruhan. Persepsi adalah bahwa karakteristik ini membuat swakelola tim lebih adaptif dan proaktif dalam perilaku mereka daripada tim.

Kepemimpinan dan strategi dari Chambers CEO John.Menganalisis beberapa orang besar, seperti Jack Welch dan Andy Grove. Dan mengidentifikasi setiap pernyataan sebagai karakteristik dari jenis tim berikut:

  1. Kami sedang mengembangkan sebuah tim untuk mempercepat pemrosesan pesanan kami, dan kami termasuk dua dari pelanggan utama kami.
  2. Tim kami telah didakwa dengan mengembangkan produk baru dalam waktu tiga bulan, dan kami bisa datang dengan cara apapun yang kita mau.
  3. Anggota tim saya yang tersebar di seluruh negeri dan bahkan luar negeri, namun kita melakukan pertemuan dan mendapatkan pekerjaan kami dilakukan dengan menggunakan Internet dan teknologi video conference.
  4. Kami tidak benar-benar memiliki bos di tim kami.
    Manajer adalah menyiapkan tim dengan tiga karyawan nya untuk datang dengan ide-ide untuk meningkatkan produktivitas.

 

H. Simpulan

  1. Organisasi hams bisa mengelola group dan tim untuk menghasilkan keputusan organisasi dalam upaya menghasilkan komitmen untuk kemajuan organisasi atau perusahaan.
  2. Hasil putusan dalam tim lebih baik kalau dihasilkan dari persetujuan seluruh anggota yang ada dalam tim
  3. Dalam tim hams ada pemimpin yang bisa mengarahkan suatu keputusan dalam rapat yang disetujui oleh semua pihak yang terlibat
  4. Tidak semua anggota dalam tim dapat menyesuaikan lingkungan dengan anggota tim yang lainnya
  5. Setiap anggota group dapat bekerja bersama dalam mendisain dan melaksanakan tugas-tugas.

 

Daftar Pustaka

Lee G. Bolman, Terrence E.Deal, Reframing Organizatioass, A Wiley Imprint, San Francisco, 2003
Achua Lussier, Effective Leadership, South-Western, 2010
Fred Luthans, Organizational Behavior, McGraw-Hill, Inc. New York, 1992.
Debra L Nelson, James Compbell Quick, Organizational Behavior, Fourth Edition, South Western Advision of Thomson learning, 2003.

 

MENGELOLA KONFLIK DALAM UPAYA MEMBANGUN KERJA SAMA TIM


Organisasi sebagai suatu sistem terdiri dari komponen-komponen (subsistem) yang saling berkaitan atau saling tergantung (inter dependence) satu sama lain dan dalam proses kerja sama untuk mencapai tujuan tertentu (Kast dan Rosenzweigh, 1974). Sub-subsistem yang saling tergantung itu adalah tujuan dan nilai-nilai (goals and values subsystem), teknikal (technical subsystem), manajerial (managerialsubsystem), psikososial (psychosocial subsystem), dan subsistem struktur (structural subsystem).

Dalam proses interaksi antara suatu subsistem dengan subsistem lainnya tidak ada jaminan akan selalu terjadi kesesuaian atau kecocokan antara individu pelaksananya. Setiap saat ketegangan dapat saja muncul, baik antar individu maupun antar kelompok dalam organisasi. Banyak faktor yang melatar belakangi munculnya ketidakcocokan atau ketegangan, antara lain sifat-sifat pribadi yang berbeda, perbedaan kepentingan, komunikasi yang “buruk”, perbedaan nilai, dan sebagainya. Perbedaan-perbedaan inilah yang akhirnya membawa organisasi ke dalam suasana konflik.

Agar organisasi dapat tampil efektif, maka individu dan kelompok yang saling tergantung itu harus menciptakan hubungan kerja yang saling mendukung satu sama lain, menuju pencapaian tujuan organisasi. Namun, sabagaimana dikatakan oleh Gibson, et al. (1997:437), selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing-masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri-sendiri dan tidak saling bekerjasama satu sama lain.

Sebuah organisasi tidak akan berjalan dengan baik kalau didalamnya tidak ada pemimpin sebagai orang yang bertanggung jawab atas organisasi tersebut, dan pemimpin itu tidak akan maksimal dalam melaksanakan tugasnya tampa adanya bawahan (karyawan) yang selalu berintraksi dan membantunya. Adanya pemimpin dan bawahan (karyawan) tersebut adalah suatu bukti bahwa organisasi dan struktur saling berkaitan. Oleh karena itu, istilah struktur digunakan dalam artian yang mencakup: ukuran (organisasi), derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota kepada organisasi, kejelasan jurisdiksi (wilayah kerja), kecocokan antara tujuan anggota dengan tujuan organisasi, gaya kepemimpinan, dan sistem imbalan. Dan sebagai tolak ukur, dalam penelitian menunjukkan bahwa ukuran organisasi dan derajat spesialisasi merupakan variabel yang mendorong terjadinya konflik struktur. Makin besar organisasi, dan makin terspesialisasi kegiatannya, maka semakin besar pula kemungkinan terjadinya konflik.

Jadi, konflik adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidak sesuaian atau perbedaan antara dua pendapat (sudut pandang), baik itu terjadi dalam ukuran (organisasi), derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota keorganisasi, kejelasan jurisdiksi (wilayah kerja), kecocokan antara tujuan anggota dengan tujuan organisasi, gaya kepemimpinan, dan sistem imbalan yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat, baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif . Namun secara umum Konflik Hirarki (Sruktur) adalah konflik yang terjadi diberbagai tingkatan organisasi.

Konflik dapat menyebabkan orang memperhatikan bidang-bidang problem pada sebuah organisasi, dan hal tersebut dapat menyebabkan dicapainya tujuan orgnisatoris secara efektif. Akan tetapi, apabila suatu organisasi dengan kaku menolak adanya perubahan, maka situasi konflik yang terjadi, tidak akan reda. Tensi akan makin meningkat “suhunya” dan setiap dan konflik yang baru yang terjadi akan makin menceraiberaikan sub unit-sub unit organisasi yang bersangkutan.

Pada umumnya dapat dikatakan bahwa makin kaku struktur dan kultur organisasi yang bersangkutan, maka makin tidak menguntungkan konflik yang terjadi. Dan dalam sesuatu konflik, komonikasi antara subunit-subunit dapat menyusut, hingga dengan demikian masing-masing sub unit tidak dapat membuat keputusan-keputusan yang sehat.

Pembahasan

A. Pengetian Konflik

Apa yang dimaksud dengan konflik? Konflik bisa berarti macam-macam. Menurut Webster, konflik adalah fight, battle atau struggle. Konflik bisa juga berarti ketidaksepakatan. Selain itu konflik juga bermakna perbedaan kepentingan atau ketidaksesuaian antara pihak yang terlibat. Konflik terdiri dari 4 jenis, yaitu:

1. 1Intrapersonal conflict, yaitu konflik yang terjadi dalam diri sendiri. Konflik dapat berupa emosi maupun nilai-nilai dalam kehidupan. Misalnya ketika Anda bimbang dalam memiih antara berkata jujur atau berbohong.

2. Interpersonal conflict, yaitu konflik yang terjadi dengan orang lain. Misalnya dalam hubungan antara suami dan istri.

3. Intragroup conflict, yaitu konflik yang terjadi dalam suatu kelompok. Misalnya perbedaan pendapat yang terjadi dalam suatu grup /organisasi

4. Intergroup conflict, yaitu konflik yang terjadi antar kelompok. Misalnya antara manajemen dan serikat pekerja.

Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.

Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.

B. Jenis Konflik

Terdapat berbagai macam jenis konflik, tergantung pada dasar yang digunakan untuk membuat klasifikasi. Ada yang membagi konflik atas dasar fungsinya, ada pembagian atas dasar pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, dan sebagainya.

1. Konflik Dilihat dari Fungsi

Berdasarkan fungsinya, Robbins (1996:430) membagi konflik menjadi dua macam, yaitu: konflik fungsional (Functional Conflict) dan konflik disfungsional (Dysfunctional Conflict). Konflik fungsional adalah konflik yang mendukung pencapaian tujuan kelompok, dan memperbaiki kinerja kelompok, sedangkan konflik disfungsional adalah konflik yang merintangi pencapaian tujuan kelompok.

Menurut Robbins, batas yang menentukan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional sering tidak tegas (kabur). Suatu konflik mungkin fungsional bagi suatu kelompok, tetapi tidak fungsional bagi kelompok yang lain. Begitu pula, konflik dapat fungsional pada waktu tertentu, tetapi tidak fungsional di waktu yang lain. Kriteria yang membedakan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional adalah dampak konflik tersebut terhadap kinerja kelompok, bukan pada kinerja individu. Jika konflik tersebut dapat meningkatkan kinerja kelompok, walaupun kurang memuaskan bagi individu, maka konflik tersebut dikatakan fungsional. Demikian sebaliknya, jika konflik tersebut hanya memuaskan individu saja, tetapi menurunkan kinerja kelompok maka konflik tersebut disfungsional.

2. Konflik Dilihat dari Pihak yang Terlibat di Dalamnya

Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik, Stoner dan Freeman (1989:393) membagi konflik menjadi enam macam, yaitu:

a. Konflik dalam diri individu (conflict within the individual). Konflik ini terjadi jika seseorang harus memilih tujuan yang saling bertentangan, atau karena tuntutan tugas yang melebihi batas kemampuannya.

b. Konflik antar-individu (conflict among individuals). Terjadi karena perbedaan kepribadian (personality differences) antara individu yang satu dengan individu yang lain.

c. Konflik antara individu dan kelompok (conflict among individuals and groups). Terjadi jika individu gagal menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok tempat ia bekerja.

d. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict among groups in the same organization). Konflik ini terjadi karena masing-masing kelompok memiliki tujuan yang berbeda dan masing-masing berupaya untuk mencapainya.

e. Konflik antar organisasi (conflict among organizations). Konflik ini terjadi jika tindakan yang dilakukan oleh organisasi menimbulkan dampak negatif bagi organisasi lainnya. Misalnya, dalam perebutan sumberdaya yang sama.

f. Konflik antar individu dalam organisasi yang berbeda (conflict among individuals in different organizations). Konflik ini terjadi sebagai akibat sikap atau perilaku dari anggota suatu organisasi yang berdampak negatif bagi anggota organisasi yang lain. Misalnya, seorang manajer public relations yang menyatakan keberatan atas pemberitaan yang dilansir seorang jurnalis.

3. Konflik Dilihat dari Posisi Seseorang dalam Struktur Organisasi

Winardi (1992:174) membagi konflik menjadi empat macam, dilihat dari posisi seseorang dalam struktur organisasi. Keempat jenis konflik tersebut adalah sebagai berikut:

a. Konflik vertikal, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan yang memiliki kedudukan yang tidak sama dalam organisasi. Misalnya, antara atasan dan bawahan.

b. Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjandi antara mereka yang memiliki kedudukan yang sama atau setingkat dalam organisasi. Misalnya, konflik antar karyawan, atau antar departemen yang setingkat.

c. Konflik garis-staf, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan lini yang biasanya memegang posisi komando, dengan pejabat staf yang biasanya berfungsi sebagai penasehat dalam organisasi.

d. Konflik peran, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mengemban lebih dari satu peran yang saling bertentangan. Di samping klasifikasi tersebut di atas, ada juga klasifikasi lain, misalnya yang dikemukakan oleh Schermerhorn, et al. (1982), yang membagi konflik atas: substantive conflict, emotional conflict, constructive conflict, dan destructive conflict.

C. Penyebab Konflik

Menurut Robbins (1996), konflik muncul karena ada kondisi yang melatarbelakanginya (antecedent conditions). Kondisi tersebut, yang disebut juga sebagai sumber terjadinya konflik, terdiri dari tiga ketegori, yaitu: komunikasi, struktur, dan variabel pribadi.

Komunikasi. Komunikasi yang buruk, dalam arti komunikasi yang menimbulkan kesalahpahaman antara pihak-pihak yang terlibat, dapat menjadi sumber konflik. Suatu hasil penelitian menunjukkan bahwa kesulitan semantik, pertukaran informasi yang tidak cukup, dan gangguan dalam saluran komunikasi merupakan penghalang terhadap komunikasi dan menjadi kondisi anteseden untuk terciptanya konflik.

Struktur. Istilah struktur dalam konteks ini digunakan dalam artian yang mencakup: ukuran (kelompok), derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota kelompok, kejelasan jurisdiksi (wilayah kerja), kecocokan antara tujuan anggota dengan tujuan kelompok, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan derajat ketergantungan antara kelompok. Penelitian menunjukkan bahwa ukuran kelompok dan derajat spesialisasi merupakan variabel yang mendorong terjadinya konflik. Makin besar kelompok, dan makin terspesialisasi kegiatannya, maka semakin besar pula kemungkinan terjadinya konflik.

Penyebab konflik lainnya yang potensial adalah faktor pribadi, yang meliputi: sistem nilai yang dimiliki tiap-tiap individu, karakteristik kepribadian yang menyebabkan individu memiliki keunikan (idiosyncrasies) dan berbeda dengan individu yang lain. Kenyataan menunjukkan bahwa tipe kepribadian tertentu, misalnya, individu yang sangat otoriter, dogmatik, dan menghargai rendah orang lain, merupakan sumber konflik yang potensial.

Jika salah satu dari kondisi tersebut terjadi dalam kelompok, dan para karyawan menyadari akan hal tersebut, maka muncullah persepsi bahwa di dalam kelompok terjadi konflik. Keadaan ini disebut dengan konflik yang dipersepsikan (perceived conflict). Kemudian jika individu terlibat secara emosional, dan mereka merasa cemas, tegang, frustrasi, atau muncul sikap bermusuhan, maka konflik berubah menjadi konflik yang dirasakan (felt conflict). Selanjutnya, konflik yang telah disadari dan dirasakan keberadaannya itu akan berubah menjadi konflik yang nyata, jika pihak-pihak yang terlibat mewujudkannya dalam bentuk perilaku. Misalnya, serangan secara verbal, ancaman terhadap pihak lain, serangan fisik, huru-hara, pemogokan, dan sebagainya

D. Manajemen Konflik dalam Organisasi Sosial dan Penyelesaiannya

Dalam proses interaksi antara suatu sub sistem dengan sub sistem lainnya tidak ada jaminan akan selalu terjadi kesesuaian atau kecocokan antara individu pelaksananya. Setiap saat ketegangan dapat saja muncul, baik antar individu maupun antar kelompok dalam organisasi. Banyak faktor yang melatarbelakangi munculnya ketidakcocokan atau ketegangan, antara lain: sifat-sifat pribadi yang berbeda, perbedaan kepentingan, komunikasi yang “buruk”, perbedaan nilai, dan sebagainya. Perbedaan-perbedaan inilah yang akhirnya membawa organisasi ke dalam suasana konflik. Agar organisasi dapat tampil efektif, maka individu dan kelompok yang saling tergantung itu harus menciptakan hubungan kerja yang saling mendukung satu sama lain, menuju pencapaian tujuan organisasi.

Namun, sebagaimana dikatakan oleh Gibson, et.al. (1997:437), selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing-masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri-sendiri dan tidak saling bekerjasama satu sama lain. Konflik dapat menjadi masalah yang serius dalam setiap organisasi, tanpa peduli apapun bentuk dan tingkat kompleksitas organisasi tersebut. Konflik tersebut mungkin tidak membawa “kamatian” bagi organisasi, tetapi pasti dapat menurunkan kinerja organisasi yang bersangkutan, jika konflik tersebut dibiarkan berlarut-larut tanpa penyelesaian. Karena itu keahlian untuk mengelola konflik sangat diperlukan bagi setiap pimpinan atau manajer organisasi.

Konflik merupakan bagian integral dari kehidupan manusia. Secara personal kita mengalami konflik dalam rumah tangga. Dalam hubungan yang luas, konflik terjadi dalam hubungan sosial, ekonomi, dan politik, seperti tawuran pelajar, konflik industri dan agraria, konflik etnis dan sektarian, hingga konflik antar negara.

Jika dikelola, konflik sebenarnya memiliki nilai positif bagi interaksi manusia. Masalahnya pengetahuan dan ketrampilan yang memadai untuk mengelola konflik sering tidak dimiliki oleh mereka yang terlibat konflik ataupun yang menangani konflik. Akibatnya konflik tidak hanya tidak berhasil dikelola, dalam banyak kasus bahkan memperparah konflik yang terjadi.

Konflik di sini tidak selamanya harus dimaknai permusuhan atau pertikaian, karena dalam kajian sosiologis, konflik itu juga bisa bermakna kompetisi, tegangan (tension) atau sekadar ketidaksepahaman. Itu pula sebabnya, kehadiran konflik itu tidak selamanya harus dimaknai sebagai sebuah kekuatan yang menghancurkan – a necessarily destructif force, karena dalam banyak hal konflik itu juga bernilai positif, bahkan konstruktif, dan karenanya fungsional.

Persisnya, dengan konflik dinamika lahir, dengan konflik kreativitas muncul. Bahkan menurut pakar sosiologi, konflik asal Jerman, George Mills, konflik adalah penggerak sejarah sekaligus sumber perubahan, dan karenanya, konflik akan besar sumbangannya dalam mencegah kebekuan sosial. The changes caused by conflict prevent society from stagnating, tegas Mills (1956).

D. Mengelola Konflik dalam Membangun Kerjasama Tim

Untuk meminimalkan terjadinya konflik maka perlu adanya manajemen konflik, yaitu mengelola konflik yang akan terjadi. Mengelola konflik di sini tidak berarti kita harus menghindari konflik, apalagi menguburnya, karena bagaimanapun konflik memang harus ada. Menekan konflik sering menimbulkan lahirnya sebuah kebijakan yang prematur. Menekan konflik juga cenderung mengundang hadirnya kesalahpahaman yang tidak mewakili kepentingan siapa pun. Bahkan menurut penulis buku “Social Conflict” itu, tanpa konflik, keadilan sulit bisa diwujudkan. Karenanya, mengubur konflik akan sama artinya dengan menyimpan bom sosial yang siap meledak kapan saja ketika ada kesempatan yang memicunya.

Namun sebaliknya, mengelola konflik itu juga tidak berarti harus membiarkan apalagi menumbuhsuburkan konflik. Mengelola konflik di sini berarti cerdas memilih dan menentukan strategi pengelolaannya. Dalam bukunya yang berjudul “Social Conflict” (1986), Rubin dan Pruitt mengajukan beberapa strategi dasar yang bisa digunakan dalam pengelolaan konflik sosial yang sifatnya sangat alami itu.

Pertama, adalah strategi yang disebut dengan contending atau bertanding. Intinya, masing-masing pihak yang akan berebut kepentingan bisa melakukan segala upaya untuk menjadi pemenang tanpa harus memperhatikan kepentingan pihak lain yang menjadi lawan politiknya, bahkan berusaha agar pihak lain menyerah atau mengalah. Bentuknya pun sangat beragam. Bisa dengan membuat janji, ancaman, atau bahkan hukuman. Bahkan bisa pula dilakukan dengan ditunjukkan hanya dengan cara membuat argumentasi persuasif kalau bukan dengan cara sebaliknya, ngotot dengan pendirian sepihaknya. Tentu dengan segala dampak sosial yang bakal ditimbulkannya.

Berbeda dengan yang pertama, maka strategi kedua dilakukan dengan cara mencari alternatif cara yang seoptimal mungkin bisa memuaskan masing-masing pihak yang akan berebut kepentingan. Itu sebabnya, strategi ini disebut dengan cara problem solving (pemecahan masalah). Intinya, strategi dasar ini menyarankan agar masing-masing pihak yang terlibat konflik berusaha mempertahankan aspirasinya, tetapi sekaligus menghormati akan kepentingan lawan politiknya. Upaya kompromi, rekonsiliasi, adalah dua bentuk cara yang biasa digunakan dalam strategi kedua ini.

Memang tidak mudah untuk mencari cara pemecahan yang bisa memuaskan sepenuhnya semua pihak yang saling berebut kepentingan, lebih-lebih dalam perebutan kekuasaan. Itu sebabnya, ada beberapa strategi dasar lain yang lazim muncul dalam proses mengatasi konflik. Yielding (sikap mengalah), withdrawing (menarik diri), dan inaction (aksi diam), adalah tiga alternatif strategi lain yang mesti dijadikan acuan dalam menyelesaikan konflik. Dalam konteks itu, satu atau beberapa pihak yang terlibat dalam perebutan kepentingan bersedia menurunkan aspirasinya, bahkan jika perlu mundur menarik diri, atau sekadar tidak berbuat apa pun semata demi menghindari konflik yang membahayakan karena sudah cenderung destruktif.

Menurut Kreitner dan Kinicki (1995) dalam mengelola konflik ada 5 gaya antara lain:

a. Integrating (Problem Solving). Dalam gaya ini pihak-pihak yang berkepentingan secara bersama-sama mengidentifikasikan masalah yang dihadapi, kemudian mencari, mempertimbangkan dan memilih solusi alternatif pemecahan masalah. Gaya ini cocok untuk memecahkan isu-isu kompleks yang disebabkan oleh salah paham (misunderstanding), tetapi tidak sesuai untuk memecahkan masalah yang terjadi karena sistem nilai yang berbeda. Kelemahan utamanya adalah memerlukan waktu yang lama dalam penyelesaian masalah.

b. Obliging (Smoothing). seseorang yang bergaya obliging lebih memusatkan perhatian pada upaya untuk memuaskan pihak lain daripada diri sendiri. Gaya ini sering pula disebut smothing (melicinkan), karena berupaya mengurangi perbedaan-perbedaan dan menekankan pada persamaan atau kebersamaan di antara pihak-pihak yang terlibat. Kekuatan strategi ini terletak pada upaya untuk mendorong terjadinya kerjasama. Kelemahannya, penyelesaian bersifat sementara dan tidak menyentuh masalah pokok yang ingin dipecahkan.

c. Dominating (Forcing). Orientasi pada diri sendiri yang tinggi, dan rendahnya kepedulian terhadap kepentingan orang lain, mendorong seseorang untuk menggunakan taktik “saya menang, kamu kalah”. Gaya ini sering disebut memaksa (forcing) karena menggunakan legalitas formal dalam menyelesaikan masalah. Gaya ini cocok digunakan jika cara-cara yang tidak populer hendak diterapkan dalam penyelesaian masalah, masalah yang dipecahkan tidak terlalu penting, dan waktu untuk mengambil keputusan sudah mepet. Tetapi tidak cocok untuk menangani masalah yang menghendaki partisipasi dari mereka yang terlibat. Kekuatan utama gaya ini terletak pada minimalnya waktu yang diperlukan. Kelemahannya, sering menimbulkan kejengkelan atau rasa berat hati untuk menerima keputusan oleh mereka yang terlibat.

d. Avoiding. Taktik menghindar (avoiding) cocok digunakan untuk menyelesaikan masalah yang sepele atau remeh, atau jika biaya yang harus dikeluarkan untuk konfrontasi jauh lebih besar daripada keuntungan yang akan diperoleh. Gaya ini tidak cocok untuk menyelesaikan masalah-malasah yang sulit atau “buruk”. Kekuatan dari strategi penghindaran adalah jika kita menghadapi situasi yang membingungkan atau mendua (ambiguous situations), sedangkan kelemahannya, penyelesaian masalah hanya bersifat sementara dan tidak menyelesaikan pokok masalah.

e. Compromising. Gaya ini menempatkan seseorang pada posisi moderat, yang secara seimbang memadukan antara kepentingan sendiri dan kepentingan orang lain. Ini merupakan pendekatan saling memberi dan menerima (give-and-take approach) dari pihak-pihak yang terlibat. Kompromi cocok digunakan untuk menangani masalah yang melibatkan pihak-pihak yang memiliki tujuan berbeda tetapi memiliki kekuatan yang sama. Misalnya, dalam negosiasi kontrak antara buruh dan majikan. Kekuatan utama dari kompromi adalah pada prosesnya yang demokratis dan tidak ada pihak yang merasa dikalahkan. Tetapi penyelesaian konflik kadang bersifat sementara dan mencegah munculnya kreativitas dalam penyelesaian masalah.

Simpulan

Meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami konflik dengan kelompok lain. keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai. perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dan sebagainya. Kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.

Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat menghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut:

1. Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.

2. Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk “memenangkan” konflik.

3. Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan yang memberikan “kemenangan” konflik bagi pihak tersebut.

4. Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk menghindari konflik.

Disamping Itu, komunikasi merupakan inti dari interaksi antar individu, dapat terjadi secara verbal, yaitu dengan kata-kata, maupun non-verbal, yaitu dengan petunjuk. Petunjuk non-verbal dalam komunikasi terdiri dari petunjuk visual dan petunjuk vokal. Petunjuk visual antara lain, ekspresi wajah, kontak pandangan, posisi maupun gerakan tubuh, penampilan fisik seseorang, dan sebagainya.

Seseorang dapat mengetahui tanggapan orang lain yang diajak berkomunikasi, positif atau negatif, melalui ekspresi wajahnya. Interaksi antara individu dengan individu lain pada dasarnya adalah sebuah proses komunikasi, interaksi individu dengan ruang dan lingkungan hidupnya akan menyangkut masalah psikologis karena berkaitan dengan kepribadian (personality).

Manusia mampu merubah lingkungan dan ruang kehidupannya agar lebih sesuai dengan kondisi dirinya di waktu mendatang. Karenanya manusia menghadapi lingkungan alamiah dan juga lingkungan buatannya sendiri. Proses psikologis interaksi antara manusia dengan lingkungan dan ruang memperlihatkan suatu proses yang sifatnya timbal balik.

Lingkungan menurut wawasan spasial dan temporal memberikan stimulus yang mempengaruhi sistem kepribadian manusia di dalamnya dan merupakan proses persepsi, motivasi, sistem kognisi dan kebiasaan tingkah lakunya. Sesuai dengan tingkatan pengalaman serta orientasi nilai budaya yang melatarbelakangi sistem kepribadiannya, manusia akan memberikan respons-respons terhadap stimulus dari lingkungan tadi dalam bentuk tingkah laku atau tindakan, yang akan memberikan pengaruh terhadap lingkungan tersebut.

Setiap kepribadian akan memberikan respons sebagai tanggapan terhadap lingkungan spasial di sekelilingnya dalam tindakan atau tingkah laku yang berbeda karena proses di dalam sistem kognisi, persepsi dan motivasi dalam kepribadian tersebut juga mengandung perbedaan. Kemudian ditambah lagi dengan orientasi nilai budaya serta pengalaman-pengalaman dibelakangnya juga tidak sama. Karenanya masing-masing kepribadian atau personalitas manusia akan memiliki tingkat penyesuaian diri dengan lingkungannya berbeda, dan memperlihatkan adanya aspek-aspek yang unik pada masing-masing individu. Respons terhadap lingkungan yang berbeda ditambah dengan unsur-unsur dan latar belakang sosial pada masing-masing pribadi kemudian juga akan memberikan makna individu sebagai ‘stimulus sosial’ bagi lingkungannya.

Setiap konflik akan disertai ‘ketegangan’ emosional. Perbedaan ketegangan tersebut dapat dicapai dengan menemukan suatu solusi konflik. Maka suatu cara kita untuk mengelola konflik, tetap diperlukan keinginan dari dalam diri kita untuk mengelolanya. Kedewasaan dan kecerdasan mengelola emosi merupakan kunci mengelola konflik. Kata Daniel Goleman (1995), kecerdasan emosi tidak lebih dari kemampuan seseorang untuk menguasai dan mengendalikan emosi dirinya dan emosi orang lain, kecakapan mengelola diri sendiri dan berhubungan dengan orang lain. Itu sebabnya, kecerdasan emosi setidaknya mensyaratkan dua hal kecakapan pribadi dan kecakapan sosial. Ketika kita bisa mengendalikan emosi kita maka kita mampu mengelola konflik dengan baik untuk tujuan yang menguntungkan organisasi

Daftar Pustaka

Gibson, James L. et al., Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses. Alih bahasa oleh Adriani. Binarupa Aksara: Jakarta, 1977.

Mastembroek,. W. F. G, Dr Penanganan Konflik, Dan Pertummbuhan Organisasi, PT: UI-Pres: Jakarta, 1986. Cet ke-2.

Terry. G. R, Rue. L. W, Dasar-dasar Manajemen, Bumi Aksara: Jakarta, 1991.

Winardi. J Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen, Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2001.

Media lainya:

Millah Saeful, Mengelola konflik untuk perubahan,

http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0705/05/0801.htm

Millah saeful, mengelola konflik untuk perubahan,

http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0705/05/0801.htm

www.konflikstuktural.com Hellrieget, (1983: 471-474).

www.manajemenkonflik.com Harold J. Leavitt

www.konfliklini.com Winardi(1992:174)

Purnama, Nursya’bani, Mengelola Konflik antar Kelompok dalam Organisasi, Usahawan No. 09 Th XXIX September 2000

Sumber : http://zaldym.wordpress.com/

Kerjasama Team


Team adalah sekelompok orang dengan kemampuan, talenta, pengalaman dan latar belakang yang berbeda, yang berkumpul bersama-sama untuk mencapai satu tujuan. Meskipun ada perbedaan di antara mereka, namun tujuan bersama merupakan penghubung yang menyatukan mereka sebagai team. Dalam sebuah organisasi, kerja team menentukan output kerja yang dihasilkan.

Karakteristik Team

Harus memiliki tujuan bersama yang jelas. Apapun bentuk tujuannya, usaha untuk mencapai tujuan tersebut merupakan alasan keberadaan suatu team.

Adanya kerjasama untuk mencapai tujuan.

Mengapa Team diperlukan?

Kualitas keputusan dan tingkat kreatifitas yang dihasilkan oleh sebuah team, jauh lebih baik daripada kualitas dan kreatifitas yang dihasilkan oleh rata-rata individu yang bekerja sendirian. Keuntungan team adalah adanya kekuatan kerjasama.

Ciri-ciri Team yang hebat :

  • menciptakan hasil dengan cepat;
  • kreatif;
  • bijaksana;
  • positif
  • konsisten.

Salah satu faktor yang membuat sebuah team berfungsi adalah keikutsertaan seluruh anggota team.

TUJUAN TEAM

Tujuan team dinilai baik apabila hasil yang diharapkan tidak dapat diraih oleh usaha seorang saja.

Agar seluruh anggota team mengetahui tujuan team maka :

  1. Jadikan tujuan singkat, padat, jelas, pasti dan beorientasi pada tindakan. Contoh tujuan team adalah “Menciptakan hubungan yang lebih baik antara pelanggan dan perusahaan”. Tujuan ini terlalu luas dan dapat menciptakan berbagai arti. Seluruh anggota team harus mengartikan tujuan secara sama. Pernyataan tujuan dapat diperjelas dengan “Mengurangi keluhan pelanggan” atau “Meningkatkan kualitas kepuasan pelanggan”.
  1. Seluruh anggota team harus mengetahui arti dari tujuan team yang sebenarnya. Hal ini dapat dilakukan dengan menanyakan kepada tiap anggota mengenai tujuan team. Jawaban anggota team akan menunjukkan apa yang sebenarnya menjadi hasil pekerjaan team.
  1. Adanya kemungkinan keberhasilan. Team harus percaya bahwa tujuan tersebut dapat dicapai dan merupakan hal yang tepat untuk dilakukan.

“Tujuan kita hanya dapat diraih dengan bantuan rencana yang dapat dipercaya dan bisa digunakan untuk memimpin tindakan kita dengan bersemangat. Tidak ada jalan lain untuk meraih keberhasilan” -Pablo Picasso-

MEMBANGUN TEAM YANG BAIK

1. Bergerak ke arah yang sama secara bersama-sama.

Untuk membangun sebuah team yang baik, setiap anggota team harus mengetahui tujuan team dan memiliki persepsi yang sama tentang arti dari tujuan team tersebut.

2. Perjelas Keahlian dan Tanggung Jawab Anggota Team. ( Job Description)

  • Setiap anggota team harus tugas dan tanggung jawab secara personal
  • Setiap anggota team harus mengetahui cara dan melakukan tugas teknis mereka.
  • Setiap anggota team harus mengerti dan memahami peraturan dasar yang dibangun berdasarkan tujuan team.

3. Adanya Peraturan, Panduan atau Prosedur

Hal ini akan memberikan perasaan yang stabil dan sebagai acuan dalam menyelesaikan masalah yang belum terjadi atau telah terjadi.

4. Hindari Masalah yang Dapat Diprediksi

Jangan mengambil resiko dengan tetap melakukan suatu proses yang memungkinkan terjadinya kegagalan.

5. Gunakan Segala Peraturan, Panduan atau Prosedur Sebagai Alat Pengukur

Peraturan, Panduan atau Prosedur dapat menjelaskan bagaimana team ingin bekerjasama. Peraturan team harus diperhitungkan sebagai konsep yang hidup dan dinamis, yang dapat dilakukan dengan meluangkan waktu untuk membicarakannya, mengubah peraturan/ panduan jika tidak berfungsi dan buatlah dokumen mengenai perubahan tersebut.

Jika terjadi pelanggaran terhadap Peraturan/Panduan harus langsung dibicarakan, setiap anggota team harus bertanggung jawab terhadap kinerja team dan juga bekerja keras untuk mencapai tujuan team.

6. Membantu Rekan Baru dalam Team

Yang dibutuhkan oleh anggota baru adalah

Memperoleh gambaran jelas tentang cara kerja, norma dan nilai-nilai team.

Orientasi tentang budaya team.

Untuk membantu rekan baru dalam team fokuskan pada hal dasar terlebih dahulu. Jangan berasumsi bahwa rekan baru akan otomatis mengerti apa yang sedang terjadi.

7. Selalu Bekerjasama

Ketika seseorang berkerjasama untuk memecahkan suatu masalah maka pandangan dan interprestasi masalah yang berbeda ditambah kenyataan dan pengetahuan yang berbeda akan menciptakan solusi yang lebih baik.

8. Wujudkan Gagasan/Ide Menjadi Kenyataan

Jika salah seorang anggota mengemukakan gagasan/ide, dengarkan dengan baik. Lalu piculan dengan mengajukan pertanyaan “Bagaimana jika..”, hal tersebut akan memacu perkembangan pikiran. Banyak orang yang menjadi kreatif karena tantangan.

Kejarlah kuantitas gagasan/ide bukan pada kualitas gagasan/ide. untuk memunculkan gagasan/ide seseorang membutuhkan waktu untuk berpikir. Yang perlu dilakukan selanjutnya adalah memperbaiki gagasan/ide apabila kurang sesuai.

Hindari kritikan terhadap gagasan/ide ketika gagasan/ide itu terbentuk. Namun pusatkan perhatian pada cara gagasan/ide dapat diperbaiki/digunakan.

9. Paculah Kreatifitas

Pada dasarnya setiap orang dapat menjadi kreatif, hanya saja dibutuhkan latihan. Cara sederhana adalah dengan melakukan beberapa latihan kelompok yang terdengar bodoh. Para anggota team diberi masalah kecil dan tugas yang mengembangkan imajinasi dan tidak mempunyai konsekuensi nyata. Hal tersebut dapat memacu pemikiran kreatif team ketika masalah harus ditangani.

Antisipasi perilaku team yang tidak produktif dengan menghindari perilaku yang cenderung menjatuhkan gagasan sebelum gagasan dibangun.

10. Ambilah Keputusan secara Solid

Fungsi dasar team adalah mengambil keputusan yang akan mempengaruhi hasil yang penting. Pengambilan keputusan harus dilakukan secara efektif dan efisien dengan berorientasi pada masa depan. Artinya mengidentifikasi dan mengurangi faktor yang tidak dikethui yaitu RESIKO. Tiga informasi yang dibutuhkan untuk mengurangi resiko adalah :

Informasi yang menyangkut fakta, data, trend dan informasi akurat lainnya dari sumber yang dapat dipercaya dan dapat diandalkan.

Informasi data hasil percobaan.

Intuisi atau indra keenam yang dimiliki beberapa orang yang didasarkan pada pengalaman dan persepsi yang tajam.

Kenali Resiko menciptakan cara untuk meminimalisasi resiko dari setiap alternatif memilih alternatif terbaik.

11. Hindari Pemecahan Masalah dengan Kompromi

Kompromi adalah apa yang terjadi ketika team mencapai keputusan yang tidak disetujui sebagian anggota atau mereka tidak benar-benar perduli pada keputusan itu.

Contoh : Pihak A percaya bahwa produk dapat diselesaikan dalam waktu dua hari, sedangkan pihak B beranggapan bahwa waktu yang dibutuhkan adalah setengah hari. Setelah diskusi yang panjang dan saling mengalahkan opini, akhirnya team berkompromi dan memutuskan bahwa pekerjaan akan diselesaikan satu setengah hari. Apa yang akan dirasakan oleh para anggota? Para pihak akan merasa tidak puas dengan keputusan tersebut.

Perlu diingat kompromi dapat dilakukan apabila keputusan harus diambil sesegera mungkin (tekanan waktu) dan kompromi merupakan keputusan sementara.

Agar keputusan kompromi dapat berguna dan berjalan dengan baik :

Perhatikan Kompromi. Ketika mengambil keputusan haris dipertanyakan bagaimana perasaan team. Apabila anggota team setuju makan keputusan dapat dilaksanakan tetapi apabila tidak setuju maka ada baiknya menimbang kembali keputusan tersebut.

Perhatikan Penerapannya. Pastikan keputusan yag dicapai melalui kompromi diterapkan secara se-efektif dan se-efisien mungkin.

Jangan jadikan keputusan kompromi sebagai kebiasaan. Sebagian anggota akan merasa diacuhkan. Semangat dan komitmen akan jatuh.

12. Carilah Kesamaan Pandangan dengan Pengambilan Keputusan secara Konsensus

Konsensus adalah melakukan diskusi yang mengacu pada pemecahan masalah, menciptakan sudut pandang yang sama terhadap masalah dan hambatan, serta memikirkan tindakan yang paling mungkin dilakukan berdasarkan suatu kondisi tertentu.

Konsensus merupakan keputusan yang dibuat dalam kelompok dan disetujui semua orang sebagai keputusan terbaik yang diambil pada kondisi saat itu. Dalam konsensus diperlukan pengertian yang jelas mengapa keputusan diambil dan semua orang mendukung. Konsensus menjadi penting karena untuk menerapkan suatu keputusan diperlukan dukungan dan bantuan total dari team.

Dalam konsensus, sudut pandang yang beragam dari setiap anggota team harus diperhatikan, dipertimbangkan, diselidiki, dibandingkan dan didiskusikan, sampai semua anggota melihat dan memahami semua aspek masalah atau keputusan. Hasil konsensus jauh lebih baik daripada kompromi, tetapi harus diingat, konsensus memerlukan waktu dan tidak berlaku untuk semua keputusan, konsensus akan menghasilakn keputusan yang tepay untuk saat dan kondisi saat itu.

Pengambilan Keputusan secara konsensus dapat dilatih.

Kuncinya adalah setuju bukan kompromi.

Mendengarkan secara aktif.

Berpikir Terbuka.

Mengutarakan posisi dan alasan, bukan pungutan suara.

Partisipan yang bersemangat.

13. Manfaatkan Pertentangan Sebagai Langkah Membangun Kreatifitas

Team adalah sekelompok orang yang berkerjasama untuk meraih tujuan bersama. Kenyataannya, setiap orang berbeda. Setiap orang di dalam team berasal dari tempat yang berbeda, memiliki pendidikan, pekerjaan, pengalaman, dan kegemaran yang berbeda. Apa yang menjadi jelas dan penting bagi pihak lain belum tentu jelas dan penting juga bagi pihak lain.

Cara mengatasi perbedaan adalah dengan menghadapi perbedaan tanpa emosi, dengan tidak memandang perbedaan sebagai serangan pribadi. Perbedaan harus dihadapi dengan dewasa dan profesional. Perbedaan dapat menghasilkan pemecahan masalah yang berbeda, menghasilkan gagasan/ide yang berbeda dan dapat memunculkan kreatifitas.

14. Perangi Virus Konflik

Meskipun team dapat menangani konflik dengan efektif tetapi tidakkan efisien jika potensi terjadinya konfilk dapat dihindari sejak awal.

Pemicu konflik yang dapat dihindari antara lain adalah

Komitmen. Setiap anggota team harus bertanggung jawab pada pekerjaan dan hasil yang diperoleh team.

Persepktif menang kalah di kalangan para anggota harus dihilangkan dari awal.

Ingatlah bahwa perbedaan dapat memacu kreatifitas. Dengarkan dengan seksama apa yang dikatakan orang-orang dan usahakan untuk melihat dari sudut pandang mereka.

15. Saling Percaya

Bagaimana team membangun kepercayaan :

Tepati janji anda tanpa ragu.

Pastikan apa yang anda katakan dan informasi yang anda bawa merupakan informasi terkini dan akurat.

Lakukan tugas anda dengan sungguh-sungguh. Orang cenderung mempercayai orang yang kompeten dan punya disiplin diri.

Selesaikan tugas anda dengan kualitas dan akurasi yang baik.

Bergaul dengan oranglain. Apakah anda akan mempercayai indovidu yang cenderung enggan bersosialisasi?

Kerjasama dengan oranglain dalam mengambil keputusan. Tunjukkan fleksibilitas dan kreatifitas.

Biasanya orang akan mengerjakan segala sesuatu dengan baik dan bertanggung jawab apabila dia merasa dipercaya.

16. Adakan Rapat dengan Baik

Susun agenda rapat dan lakukanlah rapat secara baik.

17. Saling Memberi Penghargaan

Hasil penelitian yang telah dilakukan berulang kali menunjukkan bahwa uang bukanlah motivator paling penting dalam pekerjaan. Faktor nomor satu yang memotivasi adalah bahwa mereka telah berkontribusi terhadap pekerjaan yang menarik. Selain itu tanggung jawab tambahan juga dapat merupakan bentuk tanda kepercayaan dan keyakinan. Dan jangan lupa untuk mengucapkan “Terimakasih”.

18. Evaluasi Team secara Teratur

Evaluasi team

Evaluasi Tujuan

Rayakan kemajuan

Lakukan perbaikan

19. Pimpinlah Tanpa Mendominasi

Mengendalikan tanpa memerintah dapat dilakukan dengan :

Mengusulkan;

Mengarahkan;

mengajukan pertanyaan;

merangkum sudut pandang;

mengarisbawahi konsekuensi;

membiarkan segala sesuatunya terjadi.

“Kunci Keberhasilan Kepemimpinan dewasa ini adalah pengaruh bukan kekuasaan” -Ken Blanchard-

20. Mintalah Bantuan

Bagi sebagian orang meminta bantuan dinilai sebagai tanda kelemahan. Hilangkan pemikiran mengenai hal tersebut dan tekankan bahwa meminta bantuan lebih baik demi menghindari terjadinya kesalahan atau masalah.

21. Jangan Menyerah

Jangan biarkan kendala menengendalikan team, belajarlah dari kesalahan dan maju terus demi mencapai tujuan team secara bersama-sama.

Ringkasan dari buku “Making Teams Work by Michael Maginn”

Sumber : http://punyalea.blogspot.com

Rahasia Manajemen Tim Yang Sukses


  • Judul Buku: The Secrets of Successful Team Management – How to lead a team to innovation, creativity and success
  • Pengarang: Prof. Michael West
  • Penerbit: Duncan Baird Publishers
  • Jumlah halaman: 160 halaman, termasuk index

Sejarah kerjasama tim dalam kehidupan manusia hampir setua umur manusia itu sendiri. Kerjasama tim menjadi vital ketika dunia kemiliteran dan bisnis berkembang dengan cepat. Sejalan dengan perkembangan pasar dan teknologi, industri tidak lagi bisa berjalan secara mekanistis. Ia harus bisa bertindak secara fleksibel, dan kebutuhan terhadap kelompok kerja makin terasa.

Para peneliti menemukan bahwa pengaruh kelompok kerja terhadap produktifitas sama besarnya dengan pengaruh seorang manajer. Hanya saja, saat organisasi menjadi semakin besar, para pekerja kesulitan untuk saling berbagi pengetahuan tentang material, proses, dan metode kerja untuk meningkatkan daya saing organisasi. Ini terjadi karena saluran pertukaran ide dan keahlian di antara karyawan mampet.

Inovasi model bisnis berkembang selama masarekonstruksi pasca Perang Dunia II. Jepang memimpin dengan menerapkan etika tim sebagai prinsip-prinsip produksi massal. Karyawan mereka sangat termotivasi, komit terhadap teknologi, dan sangat produktif. Kemudian, perusahaan-perusahaan Amerika dan Eropa mengkopi cara Jepang mengelola pekerjaan itu, sembari menghapus hambatan birokrasi yang sering menghambat inovasi dalam kultur orang-orang Jepang. Upaya mencontoh itu ternyata bukanlah resep yang mudah. Hingga saat ini pun upaya mengadopsi pendekatan tim itu masih menjadi tantangan terbesar pada banyak perusahaan. Direktur HR dari 100 perusahaan paling top di Amerika (Fortune 100) melaporkan bahwa perhatian utamanya tertuju pada upaya membangun struktur berbasis tim agar perusahaan mereka bisa bergerak fleksibel, produktif, tangguh, dan efektif.

Menurut Profesor Michael West, pengarang buku The Secrets of Successful Team Management, upaya membangun tim bukan hanya soal laba dan inovasi, tetapi ia juga penting bagi kesehatan kita. Saat bekerja dalam sebuah tim, kita memiliki hubungan pertemanan yang bagus, dan kita merasa dimengerti dan dihargai. “Kita mempunyai rasa memiliki yang kini semakin hilang di perusahaan-perusahaan besar” ujar professor psikologi organisasi itu. Karyawan melihat adanya gap yang lebar antara retorika sang CEO (yang selalu mengatakan, “…SDM adalah asset utama terpenting”) dengan kenyataan yang dihadapi sebagai karyawan. Sebagai akibatnya, karyawan sering merasa tidak dihargai oleh perusahaan dan merasakan minimnya kontrol terhadap kerjanya.

Alienasi semacam itu tercampur saat perusahaan harus merampingkan diri untuk merespons tekanan ekonomi, karena adanya beban pekerjaan berlebihan dan seringnya terjadi pengulangan pekerjaan yang dirasakan karyawan.

Manfaat dari kerjasama tim, menurut penulis, sangat banyak. Biasanya organisasi berbasis tim memiliki struktur yang ramping. Berkerjasama dalam sebuah tim berarti memberi tanggung jawab dan otoritas kepada tim untuk membuat keputusan tentang bagaimana bekerja paling efisien, dan ini menyebabkan jumlah manajer dan level manajer lebih sedikit. Oleh sebab itu, organisasi akan bisa merespons dengan cepat dan efektif lingkungan yang cepat berubah.

Tim bisa melakukan pengembangan dan peluncuran produk dengan cepat. Tim memungkinkan organisasi untuk terus belajar (dan mengambil manfaat dari proses itu) secara lebih efektif. Tim yang melibatkan banyak fungsi akan membantu meningkatkan manajemen mutu. Ia juga mendorong berkembangnya kreatifitas dan inovasi.

Kerjasama tim juga menghasilkan manfaat finansial, termasuk karena kenaikan produktifitas. Begitu pula, perubahan dalam sebuah organisasi lebih efektif bila melibatkan kerjasama tim. Masih banyak manfaat lain dari kerjasama tim.

Selain memberikan analisis teoritis dan praktis tentang manajemen tim, yang menarik dalam buku ini, penulis memberikan kiat atau tips yang amat berguna untuk menghasilkan kerjasama tim terbaik. Penulis menyebut kiat atau tips itu dengan istilah Work Solution, yang berjumlah 23 buah. Penerapan Work Solution ini secara baik diyakini akan melahirkan kerjasama tim yang kuat di perusahaan Anda.

Work Solution 1 mengulas kenapa Anda harus membentuk kerjasama tim, karena tidak semua hal mengharuskan Anda melakukannya. Work Solution 2 berisi cara untuk menelaah kompetensi dari tim. Work Solution 3 menyarankan pembuatan jurnal manajemen waktu. Work Solution 4 mengupas tema “…meditasi pikiran” untuk meresapi tugas tim. Work Solution 5 berisi cara merespons umpan balik formal. Work Solution 6 tentang cara mengatasi anggota tim yang sulit. Work Solution 7, jurus mempersiapkan presentasi dari seorang juru bicara bagi tim. Work Solution 8, tentang seni dari persuasi. Work Solution 9 berbicara tentang penyusunan aturan main. Work Solution 10 berisi klarifikasi peran. Work Solution 11 tentang bagaimana memproses informasi yang berguna. Work Solution 12 mengupas kiat membangun hubungan dua arah. Work Solution 13 tentang cara menyusun objektif.

Work Solution 14 tentang penyusunan agenda. Work Solution 15, bagaimana melakukan debat yang positif. Work Solution 16, analisis tentang stakeholder. Work Solution 17 mengupas cara bertukar pikiran dua tahap. Work Solution 18, mengelola risiko. Work Solution 19 tentang memaksimalkan upaya. Work Solution 20 tentang cara menghadapi hal-hal rutin. Work Solution 21 mengupas tema bagaimana mengevaluasi kerjasama tim. Work Solution 22 tentang pembentukan sebuah tim perubahan. Terakhir Work Solution 24 mengupas hal menghilangkan hambatan keterbukaan.

Sebuah buku yang menarik dan bermanfaat bagi siapa saja pelaku organisasi: eksekutif, manajer, karyawan, dan siapa saja yang mengandalkan kerjasama tim dalam pencapaian hasil.