Archive for Oktober, 2010

RESUME BUKU : “Instan Marketing”


RESUME BUKU

  • NAMA BUKU : Instan Marketing
  • PENGARANG : Bambang Darmadi
  • TERBITAN : 2010
  • PENERBIT : Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Jalan Moses Gatotkaca, 28 Yogyakarta, Phone (0274)561031, 580526, Fax. (0274)580525
  • No Buku : 487.E.03.20.01.10  ISBN. 978-979-1317-68-9
  • COVER : Instan Marketing ”Resep Super jadi Marketer Hebat”
  • HARGA : Rp. 32.000,-

ABSTRAKSI :

Resep Super Jadi Marketer Hebat

Lontaran Philip Kotler tentang bauran pemasaran atau “marketing mix” -price, promotion, place, and product merupakan unsur-unsur dominan menuju target market. Pengertian bauran akan mungkin lebih jelas jika dibayangkan seperti resep-resep makanan. Misalkan, penjual “gado-gado” membuat rasa enak dan khas dari masakan gado-gado sangat tergantung dari resep yang digunakan. Proses mencampur bumbu gado-gado meruapakan salah satu unsur menuju “target market”.

Marketing bisa diilustrasikan sebagai wadah memproses bumbu-bumbu dan bahan baku yang khas untuk membuat produk atau jasa kretaivitas yang tinggi plus penyesuaian dengan kebutuhan konsumen.
Buku ini berisi ulasan yang sangat komunikatif disertai dengan berbagai contoh secara kongkret untuk memperjelas proses penerapan resep-resep marketing.
Banyak sekali contoh-contoh pemasaran diungkapkan dalam buku ini, antara lain: Mengapa di Yogyakarta “Bakpia Patuk 75” relatif lebih laku jika dibandingkan dengan bakpia patuk yang lain? Atau mengapa mobil “VW Combi” dan “VW kodok” sampai saat ini tetap disukai dan laku dipasaran meskipun merupakan barang second?

1.UNSUR LUNAK

Bauran pemasaran / Maketing mix meliputi harga, promosi, distribusi, dan produk menjadi factor dominan dalam menuju pangsa pasar. Maka pemasaran secara sederhana dapat diilustrasikan sebagai wadah atau tempat memproses yang mengaplikasikan produk atau jasa yang dapat menarik konsumen. Dalam melakukan bauran pemasaran diperlukan daya kreatifitas yang tinggi dan menyesuaikan dengan lingkungan yang dibutuhkan konsumen.

Adanya unsur keras dalam bauran pemasaran cenderung bersifat kuantitatif dan merupakan unsur yang mahal jika dibanding dengan unsur lunak yang bersifat kualitatif ( unsur kreatifitas, unsur psikologi, unsur perasaan, dan unsur ketrampilan ).

Menurut De Blot, mengapa unsur lunak dalam perusahaan cenderung tidak diperhatikan ?, karena pada umunya pelaku bisnis lebih memilih pola pikir yang rasional, akibatnya adalah kepekaan hati sulit berkembang.

2.PERANG STRATEGI

Dalam himpitan persaingan bisnis yang kompetitif, masing – masing perusahaan saling berlomba memperoleh pasar. Perang strategi yang ketat ini tampak ditunjukkan oleh fast foot.

Melihat persaingan yang begitu ketat, masing – masing pesaing mempunyai karakteristik yang berbeda dalam merebut pasar. Perbedaan produk atau jasa yang ditawarkan kepada konsumen tergantung dari unsur kualitas, biaya, pelayanan, dan manfaat. Dengan demikian konsumen benar – benar mendapat added value yang tinggi dari keberadaan produk tersebut. Itulah perang strategi yang kometitif dalam perusahaan.

3.PERUBAHAN

Konsep Value Chain dari Michael Porter masih sangat relevan diterapkan dalam perusahaan karena perkembangan organisasi sangat dinamis sehingga untuk memprediksi kejadian yang akan datang tidaklah mudah.

Gary Hamel dan CK Prahalad dalam bukunya Competitive of the future, mengingatkan kita agar jangan berfikir pada situasi industri pada saat ini. Kita tidak boleh terkukung dalam rule of the game tradisional, akan tetapi berfikir bagaimana menjebol aturan – aturan itu sendiri dengan meng-create suatu industri baru ( Hermawan K:1995 )

Untuk mengadakan perubahan diperlukan pemikiran yang kreatif dan inovatif disamping harus harus mampu melihat potensi pasar.

4.PERAN PENGECER

Dalam dunia informasi, mendengan ”pengecer dan loper” sudah tidak asing lagi. Pengecer dan loper adalah insan yang sangat penting karena telah ikut juga menentukan sampai tidaknya informasi tersebut pada publik.

5.MILLENIUM SEBAGAI ”BRAND”

Sebagai contoh menjelang akhir tahun 1999 dan menghadapi tahun 2000, banyak orang, lembaga, dan bahkan Negara masih terasa ada ketakutan. Ketakutan terhadap situasi yang tidak pasti tersebut kebanyakan ada pada lembaga yang dalam melakukan aktifitas kerjanya berhubungan dengan teknologi informasi. Ketakutan – ketakutan seperti ini sangat wajar, karena hapir semua sektor jasa diperkirakan akan terkena efek Y2K atau masalah komputer tahun 2000. efek dari Y2K atau ”Millenium Brand” sebenarnya dapat dihindari dan tidak perlu terjadi apabila suatu lembaga benar – benar telah melakukan perbaikan kerja terhadap sistem komputer yang ada.  Ternyata yang berbau Millenium malahan semakin ”Trend” saja digunakan sebagai ”Brand”. Sebagai contoh munculnya produk : sepatu sandal Millenium, Wisata Millenium, Bayi Millenium, dan yang sedang Booming misalnya Golden Ramayana Millenium.

6.AROGAN

Untuk membangun relasi bisnis yang baik dan saling menguntungkan sangat sulit. Sebab kedua belah pihak tak mau merugi.

Misalnya, pada sebuah perusahaan ada seorang manajer yang bekerja dalam bidang produksi tapi nyatanya sering terlibat dalam bidang lain supaya terlihat sibuk.

Budaya arogan seperti itu sering nampak dalam praktek pembentukan citra pribadi seseorang yang ingin tampil dan menunjukan kearonganannya.

Dalam dunia bisnis, pembentukan citra dan percaya diri sangat dibutuhkan, namun citra diri dalam konteks ikut membentuk kegiatan promosi. Hal ini sejalan dengan adanya tuntutan dari ”service” yang baik. Layanan yang baik tidak saja dengan internal publik akan tetapi dalam eksternal publik dengan tidak bersifat arogan.

7.SEMAR SEBAGAI ”BRAND”

Tidak aneh bila kita menjumpai jenis minuman ”Dawet Ayu” selalu bersimbulkan tokoh semar sebagai karakteristik yang khas. Lalu mengapa jenis minuman lain seperti Cruzz, Yes, Wow, Coca – cola, Fanta, Sprite, dan Aqua sebagai minuman tambahan kesehatan tidak tertarik dengan tokoh semar sebagai Brand? Akan tetapi malah sering mengambil tokoh olahragawan atau bintang film. Pertanyaan ini tidak mudah dijawab karena penentuan merk sangat terkait dengan suatu keyakinan masing – masin pemilik usaha.

Cliffort Qeertz mengemukakan bahwa eksistensi Semar dan anak – anaknya mengandung suatu relativisasi cita – cita priyayi mengenai satria yang berbudaya.

Mengapa semar menjadi suatu keyakinan bagi penjual Dawet Ayu? Karena ada keyakinan wujud kasar seperti dawet bila dikonsumsi dapat memberikan kehalusan dalam bathin manusia. Semar tidak hanya digunakan bagi penjual dawet saja, seperti Toko mas ”Semar”, Toko besi ”Semar”, Batik ”Semar” dll.

8.KREATIF

Makna hidup manusia adalah pertama, hidup itu adalah untuk melakukan pekerjaan, kedua, justru melakukan pekerjaan itulah yang memberi makna hidup. Sejauh mana pola kerja kita sesungguhnya tidak dapat dipisahkan dengan disiplin dan bertindak secara kreatif.

Terlebih bagi seorang manajer pemasaran sangat dituntut untuk bertindak secara kreatif artinya tidak hanya menunggu bola datang tetapi harus mengambil bola dan memainkan dengan baik dan tepat. Sehingga hasil prestasi yang diraih mampu diukur dengan tepat.

9.WASPADALAH

Pada tahun 1960-an kita belum banyak menjumpai merek sepeda motor buatan jepang yang lalu lalang di indonesia, kalupun ada jumlahnya sangat terbatas misalnya Honda, yamaha, suzuki dan kawasaki. Karena waktu itu masih didominasi oleh motor buatan eropa dan amerika seperti BSA, Norton, Horex, Mecles, Riyal Enfiel, dll.

Pada tahun 2000-an empat motor buatan jepang diatas sangat terasa persaingannya dalam merebut pangsa pasar yang semakin hebat.

Melihat peta persaingan tersebut, dalam jangka panjang pasti akan mengalami perubahan. Sisi positif dari semakin banyaknya merek yang ditawarkan maka bagi calon konsumen justrus semakin mudah untuk memilih dan membandingkan harganya. Sehingga semakin banyak pertimbangan dan alternatifnya. Maka waspadalah terhadap munculnya berbagai merek baru yang penuh pesona.

10.SENI MENJUAL

Dalam dunia pemasaran aspek gaya atau trik yang dapat meyakinkan pembeli sangat mutlak diperlukan. Salah satu trik tersebut adalah salesmanship atau seni menjual.

11.YA ATAU IDAK

Kita perlu menyadari bahwa berkembang dan suksesnya suatu organisasi merupakan hasil kerja sama ( team work ) dan adanya struktur kepercayaan yang telah diberikan oleh penggunajasa secara baik. Dalam hal kerja sama dapat terwujud apabila para pengambil keputusan mampu melakukan ”integrating” yakni mampu menyatu padukan berbagai komponen, sistem, yang menjadi tanggung jawabnya. Pengambil keputusan juga harus mampu menggalang aliansi dan membina kerja sama dengan berbagai pihak diluar organisasi sehingga mendapat dukungan secara positif. Kedua elemen itu perlu dipadukan secara sinergik untuk menghasilkan ”out-put” yang bermakna bagi organisasinya ( JH Simano, 2000 ).

Konsep dasar untuk dapat berkembang dari falsafat Human Relations adalah Mutual Interest, Individual Different and human dignity.

12.13 UNSUR BORDEN’S MIX YANG HARUS DIPERHATIKAN

Tahun 1929, Niel Borden dari Harvard Business Research sudah menentukan bahwa tersedianya jenis resep yang tidak terbatas untuk menciptakan nilai tambah dalam pasar. Kita banyak mengenal konsep Marketing Mix yaitu Product, Promotion, Place dan Price.

Dari berbagi Mix tersebut, terdapat Borden Mix yang masih relevan dipakai pelaku bisnis, yaitu :

  1. Arsitektur Produk
  2. Assortmen ( pilihan )
  3. Package ( kemasan )
  4. Brand Name
  5. Design
  6. Harga
  7. Distribusi
  8. Penjualan
  9. Reklame
  10. Merchandising
  11. Promosi
  12. Client Cervice
  13. Public Relation

13.MERANCANG SISTEM PENGENDALIAN MUTU

Bagi pelaku bisnis restoran, antisipasi dalam mempertahankan kualitas produk merupakan masalah utama, sebab kualitas makanan, pelayanan dan premise restoran sangat terkait dengan juru masak.

Komponen sistem pengendalian mutu :

  1. pengembangan suatu sistem aturan dan prosedur secara komperhensip
  2. penerapan sistem hadiah dan insentif.

14.MERANCANG STRUKTUR ORGANISASI SECARA TEPAT

Teori organisasi neo klasik menyatakan bahwa rentang kendali atau rasio atasan bawahan adalah tidak selalu 1 dibanding 8. artinya menentukan rentang kendali sangat tergantung pada perbedaan individu dalam kemampuan dibidang leadershipnya. Dengan demikian pandangan teori neoklasik cenderung mengsulkan pengawasan bebas demokratis. Hal ini jika dikaitkan dengan penerapan struktur organisasi yang flat atau tall sangat situasional. Maksudnya bahwa rentang yang pendek dapat mengkibatkan pengawasan yang krtat. Sedangkan rentang yang luas memerlukan pendelegasian yang baik dengan mengurangi beban pengwasan.

15.MEMBIDIK PASAR MELALUI PERAN SEKRETARIS

Banyak orang yang masih menganggap bahwa profesi sekretaris itu profesi afkiran seakan – akan para wanita yang masuk ke Akademi Sekretaris yang tidak lebih dari barang hiasan kantor dan sekedar penyedap pemandangan ( Anna Lyse, 1993 ).

Anggapan semacam itu saat sungguh telah berbalik arah, sebab dengan bertambahnya kompleksitas tugas yang harus dilakukan oleh seorang pimpinan dan adanya perkembangan organisasi yang dinamis, maka jabatan sekretaris saat ini tidak dapat lagi dianggap sebagai tugas sampingan atau pelengkap saja.

16.ETOS KERJA

Manusia yang telah terikat dalam suatu sistem organisasi tidak dapat melakukan suatu kegiatan dalam konteks sendiri – sendiri, melainkan harus terintegrasi secara menyeluruh untuk mencapai tujuan. Karena masing – masing bagian akan dapat terwujud manakala tercipta kerja sama dalam suasana yang harmonis.

Dengan demikian manusia yang berorientasi pada etos kerja yang tinggi sangat dituntut untuk bekerja secara cerdas, kreatif dan inovatif serta mempunyai jiwa moral dan kejujuran tinggi.

17.HUMAN RELATION

Keberhasilan dari organisasi dalam mencapai tujuan ditentukan oleh berbagai variable yang saling mendukung dan terkait. Salah satu variable itu adalah hubungan insani ( human relation ). Di dalam aktifitasnya unsur ini selalu melibatkan interaksi antara dua orang atau lebih yang saling mempunyai kepentingan.

Sebuah kata kunci melalui pendekatan hubungan insani adalah sikap keramahan yang bersandarkan pada tiga butir falsafah yaitu : mengutamakan kepentingan bersama, penghargaan terhadap perbedaan – perbedaan individu dan harga diri.

18.UNSUR MARKETING MIX

Tampaknya beberapa unsur yang ada dalam Marketing mix sampai saat ini sulit untuk dipisahkan dari konsep strategy penerobosan pasar. Sebagai bukti pada tahun 1929, Neil Borden dari Harvard Bussiness Research sudah menentukan bahwa tersedianya jenis resep atau unsur yang tidak terbatas untuk menciptakan nilai tambah dalam pasar.

Car yang ditempuh melalui konsep Merchandising ini merupakan suatu terobosan yang cukup inovatif dan kreatif. Dari sisi strategi, konsep Merchandising sebagai wujud atau upaya untuk meningkatkan layanan pada pengguna jasa.

19.MEMBIDIK PASAR WISATA

Berbagai strategi telah dilakukan oleh biro perjalanan wisata yakni melalui suatu ”paket wisata”. Pola ini merupakan trik – trik bisnis yang semakin marak keberadaannya dan mampu memberikan keuntungan pada berbagai pihak.

Pola ”paket wisata” banyak diminati oleh para wisatawan indonesia untuk berwisata ke luar negeri karena menjanjikan kepuasan layanan yang profesional.

20.DISPLIN

Konsep ketepatan waktu ”Disiplin” untuk melakukan segala kegiatan menjadi tuntutan yang tidak dapat diabaikan oleh suatu lembaga / organisasi. Berbagai kendala untuk sulitnya penerapan disiplin disegala aspek kehidupan. Padahal dalam konsep ”Operation Management”, pemahaman disiplin menjadi bagian yang sangat dominan, yakni konsep mengarah pada penerapan ”just in time”, yaitu produksi tepat waktu.

Dalam pandangan marketing, ketepatan atau disiplin sangat terkait dengan unsur pelayanan yang harus diberikan pada pengguna jasa agar memperoleh kepuasan.

21.SOSOK PEMIMPIN

Indikator pemimpin adalah :

  1. Pemimpin adalah orang yang mau melindungi anak buahnya dalam keadaan susah dan se
  2. Pemimpin adalah orang yang dapat memberikan dorongan atau semangat, motivasi, dan melayani anaknya.
  3. Pemimpin adalah orang yang dapat menjadi contoh dari sikap dan perilakunya.

22.MERAJUT SUATU KEPUTUSAN

Dalam setiap langkah pengambilan keputusan, seorang manajer selalu dihadapkan pada tiga hal. Resiko, kepastian dan ketidak pastian. Untuk memutuskan bagaimana menyelesaikan sebuah masalah, ada baiknya kalau manajer menempatkan masalah pada situasi yang dapat diramalkan sampai dengan situasi yang sangat sulit diramalkan.

Maka, mulailah berani merajut keputusan dengan melakukan tindakan keragu – raguan menjadi kepastian.

23.PERLUNYA KONSEP MANAJEMEN

Pertanyaan mengenai manajemen sebagai ilmu atau seni sering diajukan karena adanya anggapan – anggapan bahwa manajemen adalah juga suatu ilmu, seni, profesi, kegiatan dan sebagainya.

Dalam konsep manajemen, hal yang lebih penting dalam melakukan setiap kegiatan perlu memperhatikan fungsi – fungsi manajemen yaitu :

  1. Fungsi Perencanaan adalah suatu usaha menentukan kegiatan yang akan dilaksanakan di masa mendatang guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
  2. Fungsi Pengorganisasian adalah suatu kegiatan untuk mencapai tujuan dalam suatu kelompok orang, melalui cara – cara mengelompokkan kegiatan, menentuka siapa yang akan memimpin kelompok tersebut, menyerahkan tugas – tugas dan wewenang untuk melaksanakan kegiatan kepada para pemimpin kelompok dan menentukan hubungan antara kegiatan kelompok dengan kelompok lain.
  3. Fungsi Penggerakan adalah kegiatan mendorong semangat kerja bawahan, mengarahkan ( directing ), aktivitas bawahan menjadi katifitas yang kelompok / sinkron sehingga semua aktifitas bawahan sesuai dengan renacana yang telah ditetapkan sebelumnya.
  4. Fungsi Pengawasan / Pengendalian adalah kegiatan membandingkan antara keadaan pelaksanaan dengan standar – standar yang telah direncanakan, serta melakukan pencatatan akan hasil – hasil yang diperoleh guna penyediaan data bagi perencanaan yang akan datang.

24.MEMAKNAI RESIKO DALAM BISNIS

Berbagai resiko dalam manajemen meliputi resiko pasar, resiko keuangan, resiko produksi, resiko politik dan resiko inovasi.

25.SUKSES BUKANLAH KEBERUNTUNGAN ( LUCK )

Bagi seorang pemimpin atau manajer unsur kreatifitas merupakan bagian yang melekat dalam setiap pengambilan keputusan. Manajer haruslah tidak menunggu bola datang, tetapi harus mengambil bolanya dan memainkannya dengan indah dan cerdik.

Kembali kepada konsep kreatif dan inovatif, suatu organisasi apapun tidak akan mampu berkembang pesat walaupun telah tersedia dua E, yakni Employee dan Executive, jika tidak dilengkapi dengan E yang ketiga yakni Entreprenuership ( AJ. Ferreira ).

26.PENTINGNYA KONSEP NEGOSIASI

Negosiasi adalah sebuah proses yang terjadi antara dua belah pihak yang pada mulanya memiliki pemikiran berbeda hingga akhirnya mencapai kesepakatan.

Konflik tidak selalu diselesaikan dengan negosiasi, alternatif penyelesaiannya adalah :

  1. Sepakat untuk tidak sepakat
  2. Dengan Persuasi / bujukan
  3. Dengan memberi kelonggaran
  4. Dengan memaksa
  5. Dengan memecahkan masalah

27.PERAN PUBLIC RELATION

Public Relation mempunyai falsafah yang sangat mulia, yakni mengangkat martabat manusia, masyarakat tidak dianggap bodoh, masyarakat perlu diberi informasi secara benar dan jujur serta masyarakat perlu dihormati dan ditingkatkan pendidikannya. Dalam konteks ini jelas bahwa Public Relation merupakan suatu pendekatan yang paling strategis, karena teknik yang digunakan sangat terkait dengan konsep komunikasi multi arah.

28.PERAN PENTING MEDIA  ( MASSA )

Dalam membangun relasi baik sebagai personal maupun sebagai lembaga, organisasi / perusahaan lebih – lebih kegiatan yang terkait dengan aspek politik, pemerintahan, saat ini tidak dapat menutup mata bahwa keberadaan media sebagai salah satu alat untuk memperkenalkan, mempromosikan dan memperluas relationship secara tepat dan cepat pada masyarakat yang sangat efektif.

29.MANAJEMEN KERJASAMA

Menurut Albert Camus, hidup ini adalah untuk melakukan sesuatu ( to be is do ) sedangkan Paul Sarte mengatakan bahwa justru melakukan sesuatu itulah yang memberi makna hidup manusia ( to do is to be ). Dalam bekerja harus mampu berinteraksi dengan orang lain yakni melalui ”Kerjasama”. Mari kita tingkatkan dan wujudkan pola manajemen kerjasama yang semakin profesional.

30.MBAH SURIP DAN TAK GENDONG

Belum lepas ingatan kita tentang sosok ”Mbah Surip” dengan ”Tak Gendong”nya. Yang mampu memikat jutaan pecintanya. Memang dalam dunia bisnis banyak hal yang irasional. Aspek irasional dan resiko tidak dapat dipisahkan dan senyatanya tidak ada bisnis yang tanpa mengandung resiko, bahkan bisnis yang bersifat musimanpun penuh dengan resiko.

Apapun yang terjadi, itulah dunia bisnis yang penuh dengan riak – riak ketidak pastian, namun yang jelas kehadiran Mbah Surip perlu mendapat sambutan secara positif, karena Mbah Surip ternyata juga sebagai pekerja seni sejati yang telah banyak memberi hiburan pada masyarakat tanpa memperhitungkan untung rugi secara materi.

31.KEGIGIHAN HAJI DULLAH

Bila anda berkesempatan untuk berkunjung di desa Ngadigunung, kecamatan Windusari, kabupaten Magelang, Jawa Tengah, tentu sebagian masyarakat mengenal Bapak Haji Dullah ( Alm ), beliau merupakan satu – satunya pionir bisnis retail yang palng sukses se kecamatan di era tahun 1960 ~ 1980. kunci sukses Haji Dullah adalah keuletan dan kegigihan yang pantang menyerah. Percayalah bisnis awal Haji Dullah adalah sebagai penjual ”Kerupuk” keliling dengan cara dipikul.

32.BISNIS TEROMPET

Suasana pergantian tahun tidak saja diperingati sebagai rasa syukur saja akan tetapi kemeriahan dengan membunyikan ”Terompet”. Fenomena ini dapat dirasakan dengan banyaknya penjual terompet yang mangkal di tempat – tempat keramaian kota.

33.TERIMAKASIH

Strategi dengan ucapa Terimakasih dan senyuman merupakan terobosan yang sangat murah biayanya bila dibandingkan dengan iklan atau promosi lain. Persoalannya adalah semua orang yang ada dalam organisasi harus mau membuka hati, bahwa demi kemajuan dan keberlangsungan pembeli / konsumen / pengguna jasa perlu memperoleh pelayanan yang utama. Oleh karenanya konsep terimakasih ini harus selalu dikembangkan.

34.TAK TIK MENAMBAH PENGHASILAN DENGAN MENULIS

Unsur yang perlu dipelajari dalam menulis adalah :

  1. Materi yang akan dikomunikasikan kepada para pembaca harus benar – benar tepat.
  2. Gaya bahasa dan peristiwa.

35.MENGELOLA WAKTU

Waktu 24 jam sehari bukanlah waktu yang pendek untuk melakukan aktifitas. Persoalannya bukan mampu atau tidak dalam mengelolanya, melainkan maukah kita konsisten menjalankan aktifitas yang dibutuhkan.

Suatu kebiasaan dalam bekerja yang kurang efektif dalam hubungannya dengan penggunaan waktu adalah tidak menyediakan waktu tertentu bagi setiap tugas.

Waktu adalah prestasi, waktu adalah kesempatan, waktu adalah sumber daya yang paling berharga. Drucker mengatakan eksekutif yang efektif menyadari bahwa waktu adalah faktor pembatas.

36.JIWA PELAYAN

Jiwa pelayan yang baik harus tumbuh dari hati secara tulus sehingga aspek keramahan menjadi bagian yang menyatu dalam konsep pelayanan. Pada dasarnya peran pelayan adalah menciptakan kepuasan layanan pada konsumen, mau menerima keluhan dan masukan dari konsumen demi kebaikan, melaksanakan / mengabdi demi kepentingan orang lain secara jujur.

37.JIWA OPTIMIS

Memasarkan suatu produk atau jasa tanpa hasil penjualan akan sia – sialah aktifitas bisnisnya. Sebab kegiatan penjualan merupakan faktor yang mendatangkan penghasilan.

Tidak sedikit orang yang menyangsikan kemampuannya sendiri, dengan berucap saya tidak dapat atau saya tidak mampu, saya tidak memiliki latar belakang pengalaman yang sesuai, bahkan ada yang berucap sekolah saya tidak sesuai atau tidak tamat. Ucapan – ucapa pasrah seperti ini yang menyebabkan banyak orang menjadi penganut paham pisimistis.

38.KEPUASAN BERSAMA

Ada 5 M peran dan tugas seorang pemasar’

  1. Meningkatkan kepuasan pelanggan
  2. Menciptakan pembeli potensial
  3. Meningkatkan permntaan
  4. Menjadikan permintaan inelastik
  5. Menyesuaikan diri dengan lingkungan

39.BISNIS ANGKRINGAN

Bicara bisnis  angkringan tidak dapat dianggap remeh, sebab apa yang dijajakan dalam angkringan yang dulu hanya seputar minuman dan makanan kecil, namun saat in bisnis angkringan telah merebak pada bisnis lain.

Bisnis angkringan saat ini keberadaannya jangan dipandang sebelah mata karena melalui mereka – merekalah sistem ekonomi yang merakyat dapat tumbuh dengan baik.

40.TUKUL : ( BUKAN ) EMPAT MATA

Sosok tukul belum hilang dari peredaran. Beberapa waktu lalu ”Empat Mata” sempat tidak tayang, tetapi dengan judul lain hanya dengan menambah ( bukan ), acara tersebut sampai saat ini semakin heboh saja.

41.PERLU HABITUS BARU

Menuju habitus baru kiranya pada diri orang perlu memiliki etos kerja yang jujur, disiplin, tekun dan rapi dalam menjalankan kerja, serta tidak henti – henti selalu memohon kepadaNya. Unsur – unsur tersebut dapat dibentuk melelui landasan yang kuat yakni dengan tersediannya : intellectual capitol, social capitol and human relation skill, physical capitol, advercity capitol, and spiritual capitol. Oleh karenanya untuk dapat mewujudkan habitus baru, maka pemikiran “hidonisme” yakni suatu konsep yang menganut faham kerja seenaknya dan cenderung lari dari tanggung jawab.

42.MEMAKNAI KRISIS SEBAGAI PELUANG

Makna dibalik krisis ternyata masih ada harapan untuk dapat menyambung hidup bagi pelaku bisnis. Sebagai contoh semakin banyak pedagang kaki lima yang berada dibeberapa tempat yang terus mengadu nasib untuk memperoleh uang.

Keberadaan pedagang kaki lima semakin banyak dan jeli memanfaatkan situasi krisis ini merupakan salah satu bagian ceruk pasar yang sebelumnya tidak terpikirkan.

43.KIAT BISNIS DI BULAN PUASA

Kegiatan bisnis dibulan puasa dapat juga dilakukan oleh mahasiswa dan pelajar.

44.ARTI PENTING PEMBUNGKUS ( PACKAGING )

Makna packaging menurut Soehardi Sigit adalah merupakan kegiatan penempatan produk ke dalam kontainer, tempat isi, atau yang sejenis yang terbuat dari timah, kayu, besi, baja, plastic dll yang dilakukan oleh produsen atau pemasar untuk disampaikan ke konsumen.

45.MENUJU PELAYANAN PRIMA

Pentingnya pelayanan berkualitas :

  1. Karena persaingan semakin tajam
  2. Pelayanan adalah tempat berkumpulnya uang dan pekerja
  3. Pemahaman yang semakin baik terhadap pelanggan
  4. Pelayanan pelanggan berkualitas memiliki makna ekonomi.

Etos kerja : definisi, fungsi dan cara menumbuhkan etos kerja


Menurut Gregory (2003) sejarah membuktikan negara yang dewasa ini menjadi negara maju, dan terus berpacu dengan teknologi/informasi tinggi pada dasarnya dimulai dengan suatu etos kerja yang sangat kuat untuk berhasil. Maka tidak dapat diabaikan etos kerja merupakan bagian yang patut menjadi perhatian dalam keberhasilan suatu perusahaan, perusahaan besar dan terkenal telah membuktikan bahwa etos kerja yang militan menjadi salah satu dampak keberhasilan perusahaannya.

Etos kerja seseorang erat kaitannya dengan kepribadian, perilaku, dan karakternya. Setiap orang memiliki internal being yang merumuskan siapa dia. Selanjutnya internal being menetapkan respon, atau reaksi terhadap tuntutan external. Respon internal being terhadap tuntutan external dunia kerja menetapkan etos kerja seseorang (Siregar, 2000 : 25)

Etos berasal dari bahasa yunani ethos yakni karakter, cara hidup, kebiasaan seseorang, motivasi atau tujuan moral seseorang serta pandangan dunia mereka, yakni gambaran, cara bertindak ataupun gagasan yang paling komprehensif mengenai tatanan. Dengan kata lain etos adalah aspek evaluatif sebagai sikap mendasar terhadap diri dan dunia mereka yang direfleksikan dalam kehidupannya (Khasanah, 2004:8).
Menurut Geertz (1982:3) Etos adalah sikap yang mendasar terhadap diri dan dunia yang dipancarkan hidup. Sikap disini digambarkan sebagai prinsip masing-masing individu yang sudah menjadi keyakinannya dalam mengambil keputusan .

Menurut kamus Webster, etos didefinisikan sebagai keyakinan yang berfungsi sebagai panduan tingkah laku bagi seseorang, sekelompok, atau sebuah institusi (guiding beliefs of a person, group or institution).

Menurut Usman Pelly (1992:12), etos kerja adalah sikap yang muncul atas kehendak dan kesadaran sendiri yang didasari oleh sistem orientasi nilai budaya terhadap kerja. Dapat dilihat dari pernyataan di muka bahwa etos kerja mempunyai dasar dari nilai budaya, yang mana dari nilai budaya itulah yang membentuk etos kerja masing-masing pribadi.
Etos kerja dapat diartikan sebagai konsep tentang kerja atau paradigma kerja yang diyakini oleh seseorang atau sekelompok orang sebagai baik dan benar yang diwujudnyatakan melalui perilaku kerja mereka secara khas (Sinamo, 2003,2).
Menurut Toto Tasmara, (2002) Etos kerja adalah totalitas kepribadian dirinya serta caranya mengekspresikan, memandang, meyakini dan memberikan makna ada sesuatu, yang mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih amal yang optimal sehingga pola hubungan antara manusia dengan dirinya dan antara manusia dengan makhluk lainnya dapat terjalin dengan baik. Etos kerja berhubungan dengan beberapa hal penting seperti:
a. Orientasi ke masa depan, yaitu segala sesuatu direncanakan dengan baik, baik waktu, kondisi untuk ke depan agar lebih baik dari kemarin.
b. Menghargai waktu dengan adanya disiplin waktu merupakan hal yang sangat penting guna efesien dan efektivitas bekerja.
c. Tanggung jawab, yaitu memberikan asumsi bahwa pekerjaan yang dilakukan merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan ketekunan dan kesungguhan.
d. Hemat dan sederhana, yaitu sesuatu yang berbeda dengan hidup boros, sehingga bagaimana pengeluaran itu bermanfaat untuk kedepan.
e. Persaingan sehat, yaitu dengan memacu diri agar pekerjaan yang dilakukan tidak mudah patah semangat dan menambah kreativitas diri.
Secara umum, etos kerja berfungsi sebagai alat penggerak tetap perbuatan dan kegiatan individu sebagai seorang pengusaha atau manajer. Menurut A. Tabrani Rusyan, (1989) fungsi etos kerja adalah:

(a) pendorang timbulnya perbuatan
(b) penggairah dalam aktivitas
(c) penggerak, seperti; mesin bagi mobil, maka besar kecilnya motivasi yang akan menentukan cepat lambatnya suatu perbuatan.

Cara Menumbuhkan Etos Kerja :

1. Menumbuhkan sikap optimis :

  • Mengembangkan semangat dalam diri
  • Peliharalah sikap optimis yang telah dipunyai
  • Motivasi diri untuk bekerja lebih maju

2. Jadilah diri anda sendiri :

  • Lepaskan impian
  • Raihlah cita-cita yang anda harapkan

3. Keberanian untuk memulai :

  • Jangan buang waktu dengan bermimpi
  • Jangan takut untuk gagal
  • Merubah kegagalan menjadi sukses

4. Kerja dan waktu :

  • Menghargai waktu (tidak akan pernah ada ulangan waktu)
  • Jangan cepat merasa puas

5. Kosentrasikan diri pada pekerjaan :

  • Latihan berkonsentrasi
  • Perlunya beristirahat

6. Bekerja adalah sebuah panggilan Tuhan(Khasanah, 2004)

Aspek Kecerdasan yang Perlu Dibina dalam Diri, untuk Meningkatkan Etos Kerja :

  1. Kesadaran : keadaan mengerti akan pekerjaanya.
  2. Semangat : keinginan untuk bekerja.
  3. Kemauan : apa yang diinginkan atau keinginan, kehendak dalam bekerja.
  4. Komitmen : perjanjian untuk melaksanakan pekerjaan (janji dalam bekerja).
  5. Inisiatif : usaha mula-mula, prakarsa dalam bekerja.
  6. Produktif : banyak menghasilkan sesuatu bagi perusahaan.
  7. Peningkatan : proses, cara atau perbuatan meningkatkan usaha, kegiatan dan sebagainya dalam bekerja.
  8. Wawasan : konsepsi atau cara pandang tentang bekerja.(Siregar, 2000, p.24)

Sumber : http://jurnal-sdm.blogspot.com/

Kasus indomie


Manajemen konflik dalam organisasi


Setiap kelompok dalam satu organisasi, dimana  didalamnya  terjadi interaksi antara  satu dengan  lainnya, memiliki kecenderungan  timbulnya konflik. Dalam institusi layanan kesehatan terjadi kelompok interaksi, baik antara kelompok staf dengan staf, staf dengan pasen, staf dengan keluarga dan pengunjung, staf dengan dokter, maupun dengan lainnya yang mana situasi tersebut seringkali  dapat  memicu terjadinya konflik. Konflik sangat erat kaitannya dengan perasaan manusia, termasuk perasaan diabaikan, disepelekan,  tidak dihargai, ditinggalkan, dan juga perasaan jengkel karena kelebihan beban kerja. Perasaan-perasaan tersebut sewaktu-waktu dapat memicu timbulnya  kemarahan. Keadaan tersebut akan mempengaruhi seseorang dalam melaksanakan kegiatannya secara langsung, dan dapat menurunkan produktivitas kerja organisasi secara tidak langsung dengan melakukan banyak kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja.  Dalam suatu organisasi,  kecenderungan terjadinya  konflik, dapat disebabkan  oleh suatu perubahan  secara tiba-tiba, antara lain: kemajuan teknologi baru, persaingan ketat, perbedaan kebudayaan dan sistem nilai, serta berbagai macam  kepribadian  individu.

Seperti kita ketahui bahwa sehubungan dengan sumber daya manusia ini dapat diidentifikasi pula berbagai kompleksitas seperti kompleksitas jabatan, kompleksitas tugas, kompleksitas kedudukan dan status, kompleksitas hak dan wewenang dan lain-lain. Kompleksitas ini dapat merupakan sumber potensial untuk timbulnya konflik dalam organisasi, terutama konflik yang berasal dari sumber daya manusia, dimana dengan berbagai latar belakang yang berbeda tentu mempunyai tujuan yang berbeda pula dalam tujuan dan motivasi mereka dalam bekerja. Seorang pimpinan yang ingin memajukan organisasinya, harus memahami faktor-faktor apa saja yang menyebabkan timbulnya konflik, baik konflik di dalam individu maupun konflik antar perorangan dan konflik di dalam kelompok dan konflik antar kelompok. Pemahaman faktor-faktor tersebut akan lebih memudahkan tugasnya dalam hal menyelesaikan konflik-konflik yang terjadi dan menyalurkannya ke arah perkembangan yang positif.

Menurut Daniel Webster yang ditulis di buku Peg Pickering (2000),mendefinisikan konflik sebagai persaingan pertentangan antara pihak-pihak yang tidak cocok satu sama lain, atau keadaan perilaku yang bertentangan, atau perselisihan akibat kebutuhan, dorongan, keinginan, atau tuntutan yang bertentangan. Sedangkan menurut Robbins (1996) dalam “Organization Behavior” menjelaskan bahwa konflik adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara dua pendapat (sudut pandang) yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif. Sedangkan menurut Luthans (1981) konflik adalah kondisi yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan yang saling bertentengan. Kekuatan-kekuatan ini bersumber pada keinginan manusia. Istilah konflik sendiri diterjemahkan dalam beberapa istilah yaitu perbedaan pendapat, persaingan dan permusuhan.

Perbedaan pendapat tidak selalu berarti perbedaan keinginan. Oleh karena konflik bersumber pada keinginan, maka perbedaan pendapat tidak selalu berarti konflik. Persaingan sangat erat hubungannya denga konflik karena dalam persaingan

beberapa pihak menginginkan hal yang sama tetapi hanya satu yang mungkin mendapatkannya. Persaingan tidak sama dengan konflik namun mudah menjurus kearah konflik, terutuma bila ada persaingan yang menggunakan cara-cara yang bertentengan dengan aturan yang disepakati. Permusuhan bukanlah konflik karena orang yang terlibat konflik bisa saja tidak memiliki rasa permusuhan. Sebaliknya orang yang saling bermusuhan bisa saja tidak berada dalam keadaan konflik. Konflik sendiri tidak selalu harus dihindari karena tidak selalu negatif akibatnya.

Berbagai konflik yang ringan dan dapat dikendalikan (dikenal dan ditanggulangi) dapat berakibat positif bagi mereka yang terlibat maupun bagi organisasi.

Jenis-jenis Konflik

Menurut James A.F. Stoner dan Charles Wankel dikenal ada lima jenis konflik yaitu konflik intrapersonal, konflik interpersonal, konflik antar individu dan kelompok, konflik antar kelompok dan konflik antar organisasi.

1. Konflik Intrapersonal

Konflik intrapersonal adalah konflikseseorang dengan dirinya sendiri. Konflik terjadi bila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus. Sebagaimana diketahui bahwa dalam diri seseorang itu biasanya terdapat hal-hal sebagai berikut:

  • Sejumlah kebutuhan-kebutuhan dan peranan-peranan yang bersaing
  • Beraneka macam cara yang berbeda yang mendorong peranan-peranan dan kebutuhan-kebutuhan itu terlahirkan.
  • Banyaknya bentuk halangan-halangan yang bisa terjadi di antara dorongan dan tujuan.
  • Terdapatnya baik aspek yang positif maupun negatif yang menghalangi tujuan-tujuan yang diinginkan.

Hal-hal di atas dalam proses adaptasi seseorang terhadap lingkungannya acapkali menimbulkan konflik. Kalau konflik dibiarkan maka akan menimbulkan keadaan yang tidak menyenangkan.

Ada  tiga macam bentuk konflik intrapersonal yaitu :

  1. Konflik pendekatan-pendekatan, contohnya orang yang dihadapkan pada  dua pilihan yang sama-sama menarik.
  2. Konflik pendekatan – penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang sama menyulitkan.
  3. Konflik penghindaran-penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada satu hal yang mempunyai nilai positif dan negatif sekaligus.

2. Konflik Interpersonal

Konflik Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan orang lain karena pertentengan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara duaorang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain. Konflik interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang amat penting dalam  perilaku organisasi.

Karena konflik semacam ini akan melibatkan beberapa peranan  dari beberapa anggota organisasi yang tidak bisa tidak akan mempngaruhi proses pencapaian tujuan organisasi tersebut.

3. Konflik antar individu-individu dan kelompok-kelompok

Hal ini seringkali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan-tekanan untuk mencapai konformitas, yang ditekankan kepada mereka oleh kelompok kerja mereka. Sebagai contoh dapat dikatakan bahwa seseorang individu dapat dihukum oleh kelompok kerjanya karena ia tidak dapat mencapai norma-norma produktivitas kelompok dimana ia berada.

4. Konflik antara kelompok dalam organisasi yang sama

Konflik ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam organisasi-organisasi. Konflik antar lini dan staf, pekerja dan pekerja – manajemen merupakan dua macam bidang konflik antar kelompok.

5. Konflik antara organisasi

Contoh seperti di bidang ekonomi dimana Amerika Serikat dan negara-negara lain dianggap sebagai bentuk konflik, dan konflik ini biasanya disebut dengan persaingan.Konflik ini berdasarkan pengalaman ternyata telah menyebabkan timbulnya pengembangan produk-produk baru, teknologi baru dan servis baru, harga lebih rendah dan pemanfaatan sumber daya secara lebih efisien.

Peranan Konflik

Ada berbagai pandangan mengenai konflik dalam organisasi. Pandangan tradisional mengatakan bahwa konflik hanyalah merupakan gejala abnormal yang mempunyai akibat-akibat negatif sehingga perlu dilenyapkan. Pendapat tradisional ini dapat diuraikan sebagai berikut :

  • Konflik hanya merugikan organisasi, karena itu harus dihindarkan dan ditiadakan.
  • Konflik ditimbulka karena perbedaan kepribadian dan karena kegagalan dalam kepemimpinan.
  • Konflik diselesaikan melalui pemisahan fisik atau dengan intervensi manajemen tingkat yang lebih tinggi.

Sedangkan pandangan yang lebih maju menganggap bahwa konflik dapat berakibat baik maupun buruk. Usaha penanganannya harus berupaya untuk menarik hal-hal yang baik dan mengurangi hal-hal yang buruk. Pandangan ini dapat diuraikan sebagai berikut :

  • Konflik adalah suatu akibat yang tidak dapat dihindarkan dari interaksi organisasional dan dapat diatasi dengan mengenali sumber-sumber konflik.
  • Konflik pada umumnya adalah hasil dari kemajemukan sistem organisasi
  • Konflik diselesaikan dengan cara pengenalan sebab dan pemecahan masalah. Konflik dapat merupakan kekuatan untuk pengubahan positif di dalam suatu organisasi.

Aspek positif konflik

Konflik bisa jadi merupakan sumber energi dan kreativitas yang positif apabila dikelola dengan baik. Misalnya, konflik dapat menggerakan suatu perubahan :

  • Membantu setiap orang untuk saling memahami tentang perbedaan pekerjaan dan tanggung jawab mereka.
  • Memberikan saluran baru untuk komunikasi.
  • Menumbuhkan semangat baru pada staf.
  • Memberikan kesempatan untuk menyalurkan emosi.
  • Menghasilkan distribusi sumber tenaga  yang lebih merata  dalam organisasi.

Dalam padangan modern ini konflik sebenarnya dapat memberikan manfaat yang banyak bagi organisasi. Sebagai contoh pengembangan konflik yang positif dapat digunakan sebagai ajang adu pendapat, sehingga organisasi bisa memperoleh pendapat-pendapat yang sudah tersaring.

Seorang pimpinan suatu organisasi pernah menerapkan apa yang disebutnya dengan “mitra tinju” Pada saat ada suatu kebijakan yang hendak diterapkannya di organisasi yang dipimpinnya ia mencoba untuk mencari “mitra yang beroposisi dengannya”.

Kadang konflik pun terjadi. Apakah itu menjadi persoalan bagi dirinya ? “Bagi saya hal itu menjadi hal yang positif, karena saya dapat melihat kebijakan yang dibuat tersebut dari sisi lain. Saya dapat mengidentifikasi kemungkinan kelemahan yang ada dari situ. Selama kita masih bisa mentolerir dan dapat mengendalikan konflik tersebut ke arah yang baik, hal itu tidak menjadi masalah”, ujarnya.

Kesimpulannya konflik  tidak selalu merugikan organisasi selama bisa ditangani dengan baik sehingga dapat :

  • mengarah ke inovasi dan perubahan
  • memberi tenaga kepada orang bertindak
  • menyumbangkan perlindungan untuk hal-hal dalam organisasi
  • merupakan unsur penting dalam analisis sistem organisasi

Apabila konflik mengarah pada kondisi destruktif, maka hal ini dapat berdampak pada penurunan efektivitas kerja dalam  organisasi  baik secara perorangan maupun kelompok, berupa penolakan, resistensi terhadap perubahan, apatis, acuh tak acuh, bahkan mungkin muncul luapan emosi destruktif, berupa demonstrasi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi konflik

Dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Dalam faktor intern dapat disebutkan beberapa hal :

1. Kemantapan  organisasi

Organisasi yang telah mantap lebih mampu menyesuaikan diri sehingga tidak mudah terlibat konflik dan mampu menyelesaikannya. Analoginya dalah seseorang yang matang mempunyai pandangan hidup luas, mengenal dan menghargai perbedaan nilai dan lain-lain.

2. Sistem  nilai

Sistem nilai suatu organisasi ialah sekumpulan batasan yang meliputi landasan maksud dan cara berinteraksi suatu organisasi, apakah sesuatu itu baik, buruk, salah atau benar.

3. Tujuan

Tujuan suatu organisasi dapat menjadi dasar tingkah laku organisasi itu serta para anggotanya.

4.  Sistem lain dalam organisasi

Seperti sistem komunikasi, sistem kepemimpinan, sistem pengambilan keputusan, sisitem imbalan dan lain-lain. Dlam hal sistem komunikasi misalnya ternyata persepsi dan penyampaian pesan bukanlah soal yang mudah. Sedangkan faktor ekstern meliputi :

1.  Keterbatasan sumber daya

Kelangkaan suatu hal yang dapat menumbuhkan persaingan dan seterusnya dapat berakhir menjadi konflik.

2.  Kekaburan aturan/norma di masyarakat

Hal ini memperbesar peluang perbedaan persepsi dan pola bertindak.

3.  Derajat ketergantungan dengan pihak lain

Semakin tergantung satu pihak dengan pihak lain semakin mudah konflik terjadi.

4.  Pola interaksi dengan pihak lain

Pola yang bebas memudahkan pemamparan dengan nilai-nilai ain sedangkan pola tertutup menimbulkan sikap kabur dan kesulitan penyesuaian diri.

Penanganan konflik

Untuk menangani konflik dengan efektif, kita harus mengetahui kemampuan diri sendiri dan juga pihak-pihak yang mempunyai konflik. Ada beberapa cara untuk menangani konflik antara lain :

1. Introspeksi  diri

Bagaiman kita biasanya menghadapi konflik ? Gaya pa yang biasanya digunakan? Apa saja yang menjadi dasar dan persepsi kita. Hal ini penting untuk dilakukan sehingga kita dapat mengukur kekuatan kita.

2. Mengevaluasi pihak-pihak yang terlibat

Sangat penting bagi kita untuk mengetahui pihak-pihak yang terlibat. Kita dapat mengidentifikasi kepentingan apa saja yang mereka miliki, bagaimana nilai dan sikap mereka atas konflik tersebut dan apa perasaan mereka atas terjadinya konflik. Kesempatan kita untuk sukses dalam menangani konflik semakin besar jika kita meliha konflik yang terjadi dari semua sudut pandang.

3.  Identifikasi sumber konflik

Seperti dituliskan di atas, konflik tidak muncul begitu saja. Sumber konflik sebaiknya dapat teridentifikasi sehingga sasaran penanganannya lebih terarah kepada sebab konflik.

4. Mengetahui pilihan penyelesaian atau penanganan konflik yang ada dan memilih yang tepat.

Spiegel (1994) menjelaskan ada lima tindakan yang dapat kita lakukan dalam penanganan konflik :

a. Berkompetisi

Tindakan ini dilakukan jika kita mencoba memaksakan kepentingan sendiri di atas kepentingan pihak lain. Pilihan tindakan ini bisa sukses dilakukan jika situasi saat itu membutuhkan keputusan yang cepat, kepentingan salah satu pihak lebih utama dan pilihan kita sangat vital. Hanya perlu diperhatikan situasi menang – kalah (win-win solution) akan terjadi disini. Pihak yang  kalah akan merasa dirugikan dan dapat menjadi konflik yang berkepanjangan. Tindakan ini bisa dilakukan dalam hubungan atasan –bawahan, dimana atasan menempatkan kepentingannya (kepentingan organisasi) di atas kepentingan bawahan.

b.  Menghindari konflik

Tindakan  ini  dilakukan  jika  salah  satu  pihak  menghindari  dari  situsasi tersebut secara  fisik ataupun psikologis. Sifat tindakan ini  hanyalah menunda konflik yang terjadi. Situasi menag kalah terjadi lagi disini.

Menghindari konflik bisa dilakukan jika masing-masing pihak mencoba untuk mendinginkan suasana, mebekukan konflik untuk sementara. Dampak kurang baik bisa terjadi jika pada saat yang kurang tepat konflik meletus kembali,ditambah lagi jika salah satu pihak menjadi stres karena merasa masih memiliki hutang menyelesaikan persoalan tersebut.

c. Akomodasi

Yaitu jika kita mengalah dan mengorbankan beberapa kepentingan sendiri agar pihak lain mendapat keuntungan dari situasi konflik itu. Disebut juga sebagai self sacrifying behaviour. Hal ini dilakukan jika kita merasa bahwa kepentingan pihak lain lebih utama atau kita ingin tetap menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut. Pertimbangan antara kepentingan pribadi dan hubungan baik menjadi hal yang utama di sini.

d. Kompromi

Tindakan ini dapat dilakukan jika ke dua belah pihak merasa bahwa kedua hal tersebut sama –sama penting dan hubungan baik menjadi yang uatama. Masing-masing pihak akan mengorbankan sebagian kepentingannya untuk mendapatkan situasi menang-menang (win-win solution)

e. Berkolaborasi

Menciptakan situasi menang-menang dengan saling bekerja sama. Pemecahan sama-sama   menang  dimana individu yang terlibat mempunyai tujuan kerja yang sama. Perlu adanya satu komitmen dari semua pihak yang terlibat untuk saling mendukung dan  saling memperhatikan satu sama lainnya.

Pendekatan situasi konflik:

  • Diawali  melalui penilaian diri sendiri
  • Analisa  isu-isu seputar konflik
  • Tinjau kembali  dan sesuaikan dengan  hasil eksplorasi diri sendiri.
  • Atur dan rencanakan  pertemuan antara individu-individu yang terlibat konflik
  • Memantau sudut pandang dari semua individu yang terlibat
  • Mengembangkan dan  menguraikan solusi
  • Memilih solusi dan melakukan tindakan
  • Merencanakan pelaksanaannya

Pilihan tindakan ada pada diri kita sendiri dengan konsekuensi dari masing-masing tindakan. Jika terjadi konflik pada lingkungan kerja, kepentingan dan hubungan antar pribadi menjadai hal yang harus kita pertimbangkan.

Kemampuan menangani konflik tentang terutama yang menduduki jabatan pimpinan. Yang terpenting adalah mengembangkan pengetahuan yang cukup dan sikap yang positif terhadap konflik, karena peran konflik yang tidak selalu negatif terhadap organisasi.

Dengan pengembalian yang cukup senang, pimpinan dapat cepat mengenal, mengidentifikasi dan mengukur besarnya konflik serta akibatnya dengan sikap positif dan kemampuan kepemimpianannya, seorang pimpinan  akan dapat mengendalikan konflik yang akan selalu ada, dan bila mungkin menggunakannya untuk keterbukaan organisasi dan anggota organisasi yang dipimpinnya. Tentu manfaatnya pun dapat dirasakan oleh dirinya sendiri

Daftar pustaka

Pickering, Peg. “How To Manage Conflict”, National Press Publication, USA; 2000
Winardi, “Manajemen Konflik (Konflik Perubhan danPengembangan)”, Mandar Maju, Indonesia; 1994
Luthans F, “Organizational Behavior”, Mc Graw Hill, Singapore; 1981
Miftah Thoha, “Kepemimpinan dalam Manajemen”.
PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993.
Robbins, SP, “Organizational Behaviour”, Prentice Hall, Siding, 1979.

PERILAKU KONTRAPRODUKTIF (CONTRAPRODUCTIVE BEHAVIOR)


Menurut Levy & Ritti (2003), perilaku kontraproduktif merupakan perilaku karyawan yang berupa perilaku mencuri/maling (theft), perilaku sabotase (sabotage), pemerasan (blackmail), penyuapan (bribery) dan perilaku menyerang orang lain (aggression).

Dalam pengertian yang kita pahami sehari-hari, perilaku mencuri/ maling/manipulasi uang dan penyuapan disebut juga dengan istilah korupsi yang memiliki pengertian yang paling sempit yakni menguasai uang yang bukan haknya sehingga merugikan institusi tempat pelakunya bekerja. Dari berbagai kasus, diketahui bahwa pelaku-pelakunya datang dari berbagai kalangan, mulai dari tingkat direktur utama, manajer, pimpinan proyek, pengawas hingga level pelaksana teknis atau pekerja di lapangan (Meliala, 1998).

Ada kaitan antara modus (cara melakukan) manipulasi, nilai uang yang dimanipulasi dan status sosial pelakunya, yaitu semakin tingginya status sosial sang pelaku manipulasi diduga akan berkaitan dengan semakin besarnya nilai uang yang dapat diselewengkan. Demikian pula halnya dengan modusnya yang cenderung semakin canggih dan kompleks.

Menurut Alatas (1975, dalam Meliala, 1998), perilaku korupsi (mencuri, penyuapan, dan sejenisnya) dikatakan telah berkembang menjadi fenomena yang bercirikan sebagai berikut :

  • Senantiasa melibatkan lebih dari satu orang.
  • Pada umumnya berlangsung dengan penuh kerahasiaan, kecuali dimana ia telah begitu merajalela dan berurat-berakar sehingga individu-individu yang melakukannya tidak mengganggap perlu menyembunyikan perbuatan mereka.
  • Melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal-balik.
  • Pelakunya biasanya menyelubungi perbuatannya dengan berlindung dibalik pembenaran hokum.
  • Mereka yang terlibat adalah kalangan yang walaupun setuju dengan keputusan-keputusan yang tegas namun berharap masih bisa dipengaruhi sesuai kepentingan mereka.
  • Mengandung penipuan, biasanya terhadap lembaga publik atau masyarakat umum.
  • Pada dasarnya adalah suatu pengkhianatan kepercayaan.
  • Setiap bentuknya melibatkan fungsi berganda yang kontradiktif dari pihak yang melakukannya.
  • Melanggar norma-norma tugas dan pertanggungjawaban dalam tataran masyarakat dan menempatkan kepentingan umum di bawah kepentingan khusus pihak tertentu.

Berdasarkan pandangan di atas maka dapatlah disimpulkan bahwa pengertian dan batasan dari perilaku kontraproduktif adalah penyalahgunaan uang perusahaan yang dilakukan oleh karyawan melalui penerimaan uang dengan cara-cara yang melanggar prosedur/ ketentuan perusahaan (tidak sah).

Contoh perilaku kontraproduktif dari karyawan operasional di suatu perusahaan pengelola jasa perparkiran di Jakarta, antara lain dengan cara-cara :

  • Mengangkat “boom-gate” dengan tangan bukan mesin (biasanya dilakukan oleh 2 orang karena berat).
  • Menerima pembayaran dari kendaraan parkir
  • Menggunakan tiket langganan pada kendaraan yang “menginap” (over-night)
  • Mengeluarkan kendaraan dengan tiket gratis (pada kasus ada input mobil kepuar tetapi tidak ada fisik mobil di lokasi parkir).
  • Memalsu tiket parkir kendaraan (stempel palsu).
  • Pembongkaran (hacking) program komputer pada mesin tiket parkir.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MUNCULNYA PERILAKU KORUPSI/MANIPULASI UANG SEBAGAI PERILAKU KONTRAPRODUKTIF

Perilaku korupsi/manipulasi uang sesungguhnya dapat dikaji dari sudut pandang lingkungan atau tempat terjadinya perilaku tersebut. Beberapa instansi pemerintah misalnya dikenal memiliki “reputasi” tertentu dalam hal korupsi yang dilakukan oleh karyawannya.

Namun demikian, bukannya tidak ada lingkungan kerja tertentu di perusahaan swasta yang tidak mendukung munculnya korupsi. Mungkin yang berbeda dengan fenomena di birokrasi pemerintahan adalah jenis penyebabnya. Di kalangan swasta, korupsi umumnya baru dapat terjadi bila terdapat pengawasan yang lemah, persaingan yang ketat, adanya kesempatan, kelihaian melakukan manipulasi dan sebagainya (Tempo, 19 Februari 1983. dalam Meliala, 1998).

Secara psikologis, fenomena “menyimpang” seperti terdapat di lingkungan kerja pemerintahan maupun swasta tersebut juga dapat dibahas dalam konteks perilaku kelompok (group behaviour). Pada situasi terdapatnya kesempatan (opportunity) akibat lemahnya kendali kelompok (group control), akibat ketidakpaduan antara kata dan perbuatan (inconsistency) antar anggota, demikian pula akibat persaingan ketat dalam mengejar tujuan materi (material-led competition), diduga kuat gampang memunculkan perilaku yang tidak mengindahkan norma dan nilai setempat.

Sebaliknya, kuatnya kendali kelompok, mengingat adanya kohesivitas kelompok yang tinggi, juga dapat menjadi predisposisi bagi timbulnya korupsi. Hal itu terjadi bila ada anggota kelompok yang pada dasarnya tidak ingin melakukan hal itu, lalu terpaksa melakukan penyesuaian diri (conformity) guna terhindar dari tekanan kelompok atau group pressures (Aronson, 1984, 22-25, dalam Meliala, 1998).

Pada akhirnya dapat dikatakan, terlepas dari lingkungan kerja birokrasi atau swasta, pastilah terdapat karakteristik lingkungan tertentu yang mengembangkan berbagai predisposisi bagi lahirnya korupsi (Tempo, 19 Februari 1983 dalam Meliala, 1998). Bila dilihat secara umum, maka karakteristik tersebut adalah (Singgih, 1993, dalam Meliala, 1988) :

  • Kelemahan dalam pengawasan
  • Masih terdapatnya atasan yang tidak mampu melaksanakan fungsinyasebagai pengawas atas aktivitas bawahannya.
  • Kekurangberanian atasan mengambil tindakan tegas terhadap bawahan yang korupsi.
  • Gaji/penghasilan yang tidak sesuai dengan kebutuhan dasar menurut indicator kesejahteraan karyawan.
  • Tidak diterapkannya secara konsisten sistem alih tugas jabatan (mutasi, promosi, degradasi).
  • Penggunaan berbagai sarana komunikasi dan informasi canggih yang mempermudah dilakukannya korupsi.

Selanjutnya, ada kalangan yang menduga, motif terkuat dalam melakukan korupsi adalah motif memperkaya diri sendiri. Tetapi, ada pula yang berpikir bahwa sepanjang dilakukan secara terbatas, maka motif korupsi tentunya hanya terbatas pada upaya mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari saja. Pandangan “relativisme” tersebut tentu saja akan mempengaruhi bentuk dan jumlah perilaku yang dianggap korupsi atau bukan korupsi. Sebagai suatu perbuatan yang memiliki norma menyimpang (deviant norm), pandangan relative ini potensial menimbulkan kekaburan ataupun kerancuan, yang mana dari sudut pelakunya dapat dipakai sebagai pembenaran atau justifikasi guna melakukan korupsi.

Sebagai suatu gejala sosial, seperti sudah diuraikan, perilaku korupsi memang amat dipengaruhi oleh berbagai hal seperti kesempatan/ peluang, “budaya”, status sosial, motif dan gaya hidup, yang pada intinya mengacu pada upaya pemuasan nafsu konsumerisme individu (Sukardi, 1990, dalam Meliala, 1998).

Dalam kaitan ini, Alatas (1975, h. 46, dalam Meliala, 1998) memiliki daftar penyebab korupsi/manipulasi uang sebagai perilaku kontraproduktif yang meliputi unsur pribadi dan lingkungan :

  • Kelemahan pendidikan, pengajaran agama dan etika.
  • Feodalisme, sebagai unsure yang tidak menggugah kesetiaan dan kepatuhan yang diperlukan untuk membendung korupsi.
  • Ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci yang mampu memberikan ilham dan mempengaruhi perilaku yang menjinakkan korupsi.
  • Kemiskinan pelakunya.
  • Tidak adanya hukuman yang keras.
  • Langkanya lingkungan yang subur bagi perilaku anti korupsi.
  • Struktur pemerintahan.
  • Terjadinya perubahan radikal dalam struktur masyarakat yang memungkinkan munculnya korupsi sebagai penyakit transisional.

Untuk konteks Indonesia, hidupnya budaya patrimonial yang menempatkan atasan sebagai “bapak” dan bawahan sebagai “anak”, mau tak mau, harus juga diakui kehadirannya. Dalam paham ini, sebagaimana layaknya seorang bapak, atasan harus mengayomi anak-anaknya dari marabahaya. Dari hubungan tersebut, muncullah “kekuasaan” yang konkrit (Anderson, 1984, h. 51, dalam Meliala, 1998). Untuk itu, sebagai balas jasa, anak-anak harus memberi “upeti” kepada bapak. Hal ini juga dimungkinkan berkat adanya pemahaman bahwa harta pribadi pada dasarnya adalah juga harta komunal. Pada konteks dewasa ini, pemberian upeti tersebut telah dianggap termasuk kategori korupsi/ manipulasi.

Budaya patrimonial juga kerap sulit melihat perbedaan antara milik pribadi dan milik bersama maupun perbedaan antara “milikmu” dan “milikku”. Terhadap pemegang kekuasaan, adalah “abash” atau legal bila mempergunakan segala sumber atau akses yang dikuasainya dalam rangka pemusatan atau penonjolan “kekuasaannya” (Anderson, 1984, h. 53, dalam Meliala, 1998). Hal mana mengakibatkan, antara lain, tingginya kecenderungan dalam penggunaan fasilitas Negara oleh pejabat yang disertai dengan lemahnya control.

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya korupsi/manipulasi uang adalah:

a. Faktor Individu :

  • Kemiskinan pelakunya.
  • Kelihaian pelakunya.
  • Penggunaan teknologi canggih yang mempermudah korupsi.

b. Faktor Kelompok :

  • Lemahnya pengawasan dari atasan.
  • Atasan tidak mampu melaksanakan fungsinya.
  • Atasan kurang berani bertindak tegas pada bawahan korupsi.
  • Ketiadaan/kelemahan kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci.
  • Kohesivitas kelompok yang tinggi.
  • Persaingan yang ketat.

c. Faktor Pekerjaan dan Organisasi :

  • Gaji/penghasilan yang tidak sesuai dengan kebutuhan dasar.
  • Sistem alih tugas jabatan tidak diterapkan secara konsisten.
  • Tidak adanya hukuman/sanksi yang keras.
  • Adanya kesempatan.

d. Faktor Luar Organisasi (Lingkungan) :

  • Lemah/kurangnya pendidikan, pengajaran agama dan etika.
  • Feodalisme, unsur tidak menggugah kesetiaan & kepatuhan.
  • Langkanya lingkungan yang subur bagi perilaku anti korupsi.
  • Terjadinya perubahan radikal dalam struktur masyarakat.
  • Budaya patrimonial.

FAKTOR-FAKTOR YANG DAPAT MENCEGAH MUNCULNYA PERILAKU MENCURI/ MANIPULASI UANG SEBAGAI PERILAKU KONTRAPRODUKTIF

Betapa pun tidak pernah dilakukan penelitian yang mendalam, namun diyakini bahwa ternyata tidak semua orang yang memiliki predisposisi melakukan korupsi ternyata benar-benar melakukan korupsi. Sebaliknya, juga terdapat cukup banyak masyarakat yang tidak memiliki predisposisi seperti disebut oleh Alatas di bagian terdahulu, namun memiliki angka korupsi sama atau bahkan lebih tinggi dibanding masyarakat Indonesia pada umumnya. Singkatnya, terdapat faktor-faktor tertentu, atau kombinasinya, yang membuat individu melakukan atau tidak melakukan korupsi.

Faktor-faktor individual seperti tingkat tertentu dari pertimbangan moral seseorang, mungkin dapat dikatakan sebagai yang menghambat seseorang melakukan perilaku menyimpang (Kohlberg, 1976, h. 31-53, dalam Meliala). Dalam hal ini, bagi sekalangan orang dengan struktur moral tertentu, korupsi rupanya masih dikategorikan perilaku menyimpang yang harus dijauhi (v.d. Heuvel, 1980). Demikian pula dengan tingginya penghayatan keagamaan dan motif kejujuran (Alatas, 1975, h. 70-75, dalam Meliala, 1998).

Mereka yang tidak memberikan penilaian tinggi pada materi dan tinggi penghayatannya pada agama (Rokeach, 1973 & 1969), juga diketahui memiliki predisposisi rendah untuk berperilaku menyimpang. Dikatakan oleh Tyler (1990, h. 80-83, dalam Meliala, 1998), kualitas-kualitas pribadi tersebut biasanya berkorelasi dengan perilaku yang menjauhi perbuatan yang dianggap negatif tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang dapat mencegah/menghambat terjadinya korupsi/ manipulasi uang sebagai perilaku kontraproduktif adalah: (a) tingkat pertimbangan moral tertentu (Kohlberg, 1976); (2) tingkat struktur moral tertentu (v.d. Heuvel, 1980); (3) tingginya penghayatan keagamaan (Alatas, 1975 & Rokeach, 1973 & 1969); (4) tingginya motif kejujuran (Alatas, 1975); dan (5) tidak memberikan penilaian tinggi pada materi (Rokeach, 1973 & 1969).

Bahan Bacaan :

  • Kurnia, Adil. 2006. Rancangan Program Pelatihan Peningkatan Motivasi dan Etos Kerja Dalam Rangka Pencegahan Perilaku Kontraproduktif Pada Karyawan PT. X. Tugas Akhir. Depok: Program Pascasarjana Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
  • Levy, Steve & Ritti, R. Richard. 2003. Instructor Manual for The Ropes to Skip and Ropes to Know. Sixth Edition. New York: John Wiley and Sons, Inc.
  • Meliala, Adrianus. 1998. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi Mahasiswa Terhadap Korupsi. Tesis. Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.