Posts from the ‘Total Quality Management’ Category

Implementasi TQM di perusahaan


Total Quality Management (TQM) adalah suatu pendekatan manajemen yang menempatkan  mutu sebagai strategi usaha,  dengan cara melibatkan seluruh anggota organisasi dalam upaya peningkatan mutu secara berkesinambungan dan sepenuhnya berorientasi pada kepuasan pelanggan.

Total Quality Management (TQM) merupakan paradigma baru dalam menjalankan bisnis, yang berupaya untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan secara berkesinambungan atas kualitas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan organisasi. TQM merupakan pendekatan yang seharusnya dilakukan organisasi masa kini untuk memperbaiki kualitas produknya, menekan biaya produksi dan meningkatkan produktivitasnya.
Sukses tidaknya implementasi TQM sangat ditentukan oleh kompetensi SDM perusahaan untuk merealisasikannya. Penerapan manajemen sumber daya manusia tidak berdiri sendiri tetapi terikat dengan paket TQM dan harus selaras dengan perubahan proses.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sikap manenjer menengah terhadap penerapan TQM yakni fokus pada pelanggan pelibatan dan pemberdayaan karyawan, kerja sama tim, pendidikan dan latihan, perbaikan berkesinambungan serta pengaruhnya terhadap kinerja manajerial. Disamping itu penelitian juga bertujuan mengetahui perbedaan sikap manajer menengah operasional dan non operasional terhadap faktor kritsis TQM.
Sampel yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah 100 orang manajer menengah, yang diambil dengan cara simple random sampling. Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh faktor kritis TQM terhadap kinerja manajer. Sedang untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan sikap manajer menengah operasional dan non operasional terhadap faktor kritis TQM dipergunakan uji beda(t test).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara serentak sikap manajer menengah terhadap faktor kritis TQM berpengaruh terhadap kinerja manajerial. Analisis dengan menggunakan uji beda menunjukkan tidak ada perbedaan sikap antara manajer menengah operasional dan non operasional terhadap faktor kritis TQM.
Penelitian ini memperkuat penelitian sebelumnya bahwa penerapan TQM mempengaruhi kinerja manajerial dan penerpan TQM sangat ditentukan kompetensi SDM.

IMPLEMENTASI TOTAL QUALITY MANAGEMENT

A. PERUBAHAN LINGKUNGAN

Dalam era globalisasi dan liberalisasi perdagangan, terjadi berbagai perubahan dalam hampir semua aspek, misalnya dalam aspek ekonomi, politik, sosial budaya, teknologi, hukum, hankam, dan aspek lainnya. Berbagai tren baru dalam lingkungan manufaktur membawa dampak terhadap kualitas.

Lingkungan Manufaktur Baru

TREN

IMPLIKASI TERHADAP MUTU

1. Fokus pada strategi manufaktur

Mutu menjadi dasar strategi kekuatan bersaing

2. Produksi barang bermutu tinggi

Mutu secara langsung berhubungan dengan pangsa pasar, pertumbuhan bisnis dan laba

3. Pengurangan tingkat persediaan dengan konsep just in time

Pengurangan biaya persediaan

4. Skedul produksi yang ketat

Peningkatan ketersediaan oleh pelanggan dipersepsikan sebagai aspek mutu

5. Bauran dan variasi produk

Memungkinkan focus pada strategi dan segmentasi pasar

6. Otomatisasi mesin & peralatan

Memberikan justifikasi bagi peningkatan mutu dan produktivitas

7. Daur hidup lebih singkat

Memberikan peluang bagi usaha mempercepat perubahan pasar dan memasukkan teknologi baru ke dalam produk melalui program manajemen mutu

8. Perubahan organisasi

Tanggung jawab mutu didelegasikan kepada unit bisnis strategik dan manajer produk

9. Teknologi informasi

Memungkinkan pengendalian lebih ketat terhadap biaya mutu, manajemen mutu dan integrasi fungsional silang.

Kelangsungan hidup perusahaan sangat tergantung pada kemampuan untuk memberi respons terhadap perubahan-perubahan tersebut secara efektif. Umumnya perubahan yang terjadi disebabkan oleh berbagai kekuatan yang ada, baik internal maupun eksternal.

Ada empat kekuatan eksternal utama, yaitu karakteristik demografi, kemajuan teknologi, perubahan pasar, dan tekanan sosial serta politik.

Kekuatan internal bisa dipengaruhi oleh masalah sumber daya manusia dan perilaku atau keputusan manajerial.

1.    Permasalahan sumber daya manusia

Munculnya masalah ini berkaitan dengan persepsi karyawan atas perlakuan terhadap mereka dalam pekerjaan dan kesesuaian antara kebutuhan dan keinginan individual dan organisasional.

2.    Perilaku/keputusan manajerial

Konflik interpersonal, perilaku pemimpin yang tidak sesuai, sistem penghargaan yang tidak memadai serta adanya reorganisasi structural merupakan factor-faktor pendorong perlunya perubahan yang berkaitan dengan perilaku/keputusan manajerial.

Total quality management merupakan suatu konsep manajemen m,odern yang berusaha untuk merespons secara tepat terhadap setiap perubahan yang ada, baik yang didorong oleh kekuatan eksternal maupun internal. TQM lebih berfokus pada tujuan perusahaan untuk melayani kebutuhan pelanggan dengan memasok barang dan jasa yang memiliki kualitas setinggi mungkin.

Kehadiran TQM sebagai paradigma baru menurut komitmen jangka panjang dan perubahan total atas paradigma manajemen tradisional. Perlunya perubahan total dikarenakan cara menjalankan bisnis dengan TQM berbeda sekali dengan cara tradisional. Perbedaan pokok adalah berupa karakteristik yang tercakup dalam unsur-unsur TQM, yang meliputi:

· Fokus pada pelanggan eksternal dan internal

· Memiliki obsesi tinggi terhadap kualitas

· Pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah

· Adanya komitmen jangka panjang

· Kerja sama tim

· Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan

· Perbaikan proses secara berkesinambungan

· Adanya pendidikan dan pelatihan karyawan yang bersifat bottom-up

· Adanya kebebasan yang terkendali

· Adanya kesatuan tujuan

Munculnya TQM juga dikarenakan adanya kekurangan atau kesalahan dalam menjalankan bisnis dengan mengunakan pendekatan tradisional. Beberapa kekurangan atau kesalahan tersebut (Fandy, 1995:329), antara lain sebagai berikut:

  1. Berfokus pada jangka pendek
  2. Cenderung bersifat arogan, tidak berfokus pada pelanggan
  3. Memandang rendah kontribusi potensial karyawan
  4. Menganggap bahwa mutu yang lebih baik hanya dapat dicapai dengan biaya yang tinggi
  5. Mengutamakan bossmanship bukan leadership

B. PERSYARATAN IMPLEMENTASI TQM

Untuk melakukan suatu perubahan sering kali tidak mudah, apalagi bila menyangkut perubahan yang bersifat fundamental dan menyeluruh. Berkaitan dengan perubahan tersebut, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu berikut ini:

1.    Perubahan sulit berhasil bila manajemen puncak tidak menginformasikan proses perubahan secara terus-menerus kepada para karyawannya.

2.    Persepsi karyawan terhadap perubahan sangat mempengaruhi penolakan perubahan. Karyawan akan mendukung perubahan bila mereka merasa bahwa manfaat perubahan akan lebih besar daripada biaya yang ditimbulkan terutama biaya karyawan.

Ada beberapa persyaratan untuk melaksanakan TQM (Goetsch, 1997:264) (Fandy, 1995:332) yaitu :

  1. Komitmen manajemen puncak
  2. Komitmen atas sumber daya yang dibutuhkan
  3. Organization wide steering committee
  4. Perencanaan dan publikasi
  5. Infrastruktur yang mendukung penyebarluasan dan perbaikan terus menerus

Keseluruhan persyaratan diatas merupakan tugas awal yang harus dilakukan dalam memulai implementasi TQM. Selain tugas-tugas tersebut, masih ada beberapa tugas lainnya yang harus dilakukan, yaitu sbb:

  1. Melatih steering committee, yang meliputi hal-hal seperti empat belas poin deming, deming’s seven deadly diseases, tujuh alat/piranti utama perbaikan, dan pembentukan tim kerja.
  2. Identifikasi kekuatan dan kelemahan organisasi, yaitu mengenai kemampuan statistic, pengumpulan data, dan kemampuan analisis.
  3. Identifikasi pendukung potensial TQM, yaitu dengan bagian apa yang paling mungkin menjadi pendukung TQM dan siapa yang menolak TQM.
  4. Identifikasi pelanggan eksternal dan internal
  5. Menyusun cara untuk menentukan kepuasan pelanggan (eksternal dan internal), antara lain dengan melakukan patok duga pada perusahaan pesaing terkuat untuk mengukur perbaikan/kemajuan yang dicapai.

C. PERANAN MANAJEMEN DALAM IMPLEMENTASI TQM

TQM merupakan transformasi budaya yang didorong oleh definisi ulang (reengineering) terhadap peranan manajemen. Pihak manajemen harus mebubah dirinya terlebih dahulu, baik aspek nilai, keyakinan, asumsi, maupun cara mereka menjalankan bisnis. Peranan merupakan tanggung jawab, perilaku, atau prestasi kinerja yang diharapkan dari seseorang yang memiliki posisi khusus (Bounds, et al, 1994:1334). Selain melaksanakan kepemimpinan yang diharapkan dapat memotivasi dan mengarahkan para karyawan untuk mencapai tujuan organisasi, manajemen puncak juga bertanggung jawab dalam mengatasi setiap penolakan terhadap perubahan ke arah manajemen baru. Dalam mengatasi penolakan terhadap perubahan tersebut, manajer puncak dapat menggunakan salah satu strategi berikut (Kreitner dan Kinicki, 1994:737).

1.    Pendidikan dan Komunikasi

2.    Partisipasi dan Keterlibatan

3.    Fasilitas dan Dukungan

4.    Negosiasi dan Kesepakatan

5.    Manipulasi dan Cooptation

6.    Paksana Secara Eksplisit dan Implisit

Hasil analisis yang dilakukan Benson (et al., 1991) (dalam Hessel, 2003:81) persepsi manajer mengenai manajemen kualitas ideal dan actual dengan instrument tentang delapan area kritikal manajemen kualitas, yaitu peran kepemimpinan, kebijakan kualitas, training product service design, manajemen kualitas pemasok, data kualitas dam pelaporan serta hubungan karyawan. Alat analisis digunakan adalah regresi berganda. Hasil analisis menunjukkan bahwa organizational quality context ternyata mempengaruhi persepsi manajemen kualitas actual maupun ideal.

D. PENDEKATAN IMPLEMENTASI YANG HARUS DIHINDARI

Agar implementasi TQM dapat berjalan dengan sukses, perusahaan harus mempelajari semua informasi yang ada, baik mengenai implementasi yang sukses maupun yang gagal di perusahaan lain. Ada beberapa pendekatan implementasi TQM yang harus dihindari (Fandy, 1995:341), yaitu sbb:

1.    Jangan melatih semua karyawan sekaligus

2.    Jangan tergesa-gesa menerapkan TQM dengan melibatkan terlalu banyak orang dalam satu tim

3.    Implementasi TQM tidak boleh didelegasikan

4.    Jangan memulai implementasi bila manajemen belum benar-benar siap

E. FASE-FASE IMPLEMENTASI

Menurut Cortado (1993:179-182), ada lima tahap transformasi yang dilalui suatu perusahaan, yaitu tahap kesadaran awal, implementasi sebagian, aktivitas estensif, hasil-hasil nyata dan terbaik dalam industri dengan karakteristik setiap tahap.

Karakteristik Lima Tahap Transformasi dalam Implementasi TQM

Penerapan Awal

Implementasi Sebagian

Aktivitas Intensif

Hasil Nyata

Terbail dalam Industri

Baru ada sebagian pengetahuan TQM

Pengetahuan makin berkembang

Setiap orang telah memahami konsep TQM

Integrasi sangat baik

Integrasi total

Sedikit pendukung TQM

Usaha sistimatis dimulai

Pendekatan telah terpadu

Proses teruji dan efektif

Praktik yang terbaik

Tidak ada rencana

Ada rencana implementasi

Mulai memperoleh hasil-hasil nyata

TQM menjadi budaya perusahaan

Melaksanakan budaya mutu

Tidak ada budaya kualitas

Mulai ada kesuksesan

Budaya perusahaan telah berubah

Hasil-hasil telah tercapai dan kontinu

Hasil-hasil unggul dan kontinu

Belum ada hasil nyata

Budaya perusahaan mengalami perubahan

Empowerment and development bersifat ekstensif

Terorganisasi untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi

Meraih kelas dunia

Manajemen komando & kendali

Manajemen senior mulai memberi dukungan

Berfokus pada perbaikan kontinu

Berhasil menjadi pemimpin pasar

Penyempurnaan secara kontinu

Inward focused

Delegasi dimulai Fokus pada pelanggan makin baik

Waktu

1 – 2 tahun

1 – 2 tahun

1 – 2 tahun

Kontinu

Sumber: Cortado, J.W. (1993:180)

Menurut George dan Weimerskirch (1994:259-269), ada enam fase utama dalam implementasi TQM, yaitu sbb:

1.    Komitmen manajemen puncak terhadap perubahan

2.    Penilaian system perusahaan secara internal dan eksternal

3.    Pelembagaan focus pada pelanggan

4.    Pelembagaan TQM dalam perencanaan strategic, keterlibatan karyawan, manajemen proses, dan system pengukuran

5.    Penyesuaian dan perluasan tujuan manajemen guna memenuhi dan melampaui harapan pelanggan

6.    Perbaikan atau penyempurnaan system

Sementara itu, Goetsch dan Davis (1997:584-589) memberikan klasifikasi fase implementasi yang lebih rinci dan sistematis. Fase implementasi TQM dikelompokkan menjadi tiga fase yaitu :

1.    Fase Persiapan

Langkah A: Membentuk Total Quality Steering Committee

Langkah B: Membentuk Tim

Langkah C: Pelatihan TQM

Langkah D: Menyusun Pernyataan Visi dan Prinsip sebagai Pedoman

Langkah E: Menyusun tujuan umum

Langkah F: Komunikasi dan Publikasi

Langkah G: Identifikasi Kekuatan dan Kelemahan

Langkah H: Identifikasi Pendukung dan Penolak

Langkah I: Memperkirakan Sikap Karyawan

Langkah J: Mengukur Kepuasan Pelanggan

2.    Fase Perencanaan

Langkah K: Merencanakan pendekatan Impelementasi, kemudian menggunakan siklus PDCA (Plan, Do, Check and Adjust)

Langkah L: Identifikasi Proyek

Langkah M: komposisi Tim

Langkah N: Pelatihan Tim

3.    Fase Pelaksanaan

Langkah P: Penggiatan Tim

Langkah Q: Umpan Balik kepada Steering Committee

Langkah R: Umpan Balik dari Pelanggan

Langkah S: Umpan Balik dari karyawan

Langkah T: Memodifikasi Infrastruktur

Keberhasilan implementasi TQM sangat dipengaruhi oleh fasilitas pendukungnya yaitu infrastruktur organisasi. Infrastruktur organisasi tersebut meliputi berikut ini:

  1. Hubungan jangka panjang dengan pelanggan
  2. Dukungan manajemen puncak
  3. Manajemen tenaga kerja
  4. Hubungan jangka panjang dengan pemasok.
  5. Sikap kerja pekerja

F. PENGARUH IMPLEMENTASI TQM PADA KINERJA ORGANISASI.

Pengaruh penerapan TQM pada kinerja organisasi (Hessel, 2003:84) meliputi atas berikut ini.

1.    Proses desain produk.

2.    Manajemen arus proses.

3.    Statistical quality control.

4.    Hubungan jangka panjang dengan pelanggan.

5.    Sikap kerja pekerja

6.    Kinerja organisai pada keunggulan kompetitif.

G. HAMBATAN IMPLEMENTASI TQM DI INDONESIA.

Hasil analisis implementasi TQM di Indonesia menunjukkan ketidaksempurnaan implementasi TQM dan kurangnya infrastruktur yang mendukung implementasi TQM. Secara umum, terdapat beberapa factor penyebab yang memungkinkan keadaan tersebut (Hessel, 2003:98) yaitu sbb:

1.    Kurangnya komitmen manajemen puncak.

2.    Kurangnya dukungan infrastruktur untuk implementtasi TQM.

3.    Partial quality management

4.    Kurangnya pengetahuan tentang kkosep TQM yang akan mempersulit karyawan untuk menerima dan menerapkan kosep TQM.

5.    Budaya organisasi kurang mendukung implementasi TQM, dimana belum sepenuhnya berfokus pada kepuasan pelanggan.

    MANAJEMEN MUTU TERPADU (TOTAL QUALITY MANAGEMENT) – 1


    Abstract

    In the era of globalization, competion in business will be very tight either in the domestic or in the international/global market. Any interprize which will grown or at least servive must be able to produce a product with better quality, a cheaper price, faster delivery and better service to customers compared to the competitors. In order to be able to achieve to the above goal, the enterprise should apply the Total Quality Management (TQM) that has an objective to improve the quality of products and services continuously to satisfy the customers.

    Pendahuluan

    Pada era globalisasi sekarang ini, persaingan yang sangat tajam terjadi baik di pasar domestik maupun di pasar internasional/global. Agar perusahaan dapat berkembang dan paling tidak bisa bertahan hidup, perusahaan tersebut harus mampu menghasilkan produk barang dan jasa dengan mutu yang lebih baik, harganya lebih murah, promosi lebih efektif, penyerahan barang ke konsumen lebih cepat, dan dengan pelayanan yang lebih baik apabila dibandingkan dengan para pesaingnya.

    Kondisi demikian mempunyai arti, bahwa perusahaan yang akan memenangkan persaingan dalam segmen pasar yang telah dipilih harus mampu mencapai tingkat mutu, bukan hanya mutu produknya, akan tetapi mutu ditinjau dari segala aspek, seperti mutu bahan mentah dan pemasok harus bagus (bahan baku yang jelek akan menghasilkan produk yang jelek pula), mutu sumber daya manusia (tenaga kerja) yang mampu bekerja secara efisien sehingga harga produk bias lebih murah dari pada harga pesaingnya, promosi yang efektif (bermutu), sehingga mampu memikat para pembeli sehingga pada gilirannya akan meningkatkan jumlah pembeli. Mutu distribusi yang mampu menyerahkan produk sesuai dengan waktu yang dikehendaki oleh pembeli, serta mutu karyawan yang mampu melayani pembeli dengan memuaskan. Inilah yang dimaksud mutu terpadu secara menyeluruh (total quality).

    Banyak perusahaan Jepang yang memperoleh sukses global, karena memasarkan produk yang sangat bermutu. Bagi perusahaan/organisasi ingin mengikuti perlombaan bersaing untuk meraih laba/manfaat tidak ada jalan lain kecuali harus menerapkan Total Quality Management. Philip Kolter (1994) mengatakan : “Quality is our best assurance of custemer allegiance, our strongest defence against foreign competition and the only path to sustair growth and earnings”.

    Ada hubungan yang erat antara mutu produk (barang dan jasa), kepuasan pelanggan, dan laba perusahaan. Makin tinggi mutu suatu produk, makin tinggi pula kepuasan pelanggan dan pada waktu yang bersamaan akan mendukung harga yang tinggi dan seringkali biaya rendah. Oleh karena itu program perbaikan mutu bertujuan menaikkan laba. Dari penelitian membuktikan ada korelasi yang kuat antara mutu dengan laba yang dapat diraih oleh perusahaan.

    Sesuai dengan judul di atas tulisan ini akan membahas tentang Total Quality Management atau Manajemen Mutu Terpadu dan hal-hal yang berkaitan dengannya, yang akan terlihat pada tulisan berikut.

    Sejarah Tentang Mutu

    Pada mulanya mutu produk ditentukan oleh produsen. Pada perkembangan selanjutnya, mutu produk ditentukan oleh pembeli, dan produsen mengetahuinya bahwa produk itu bermutu bagus yang memang dapat dijual, karena produk tersebut dibutuhkan oleh pembeli dan bukan menjual produk yang dapat diproduksi.

    Perkembangan mutu terpadu pada mulanya sebagai suatu system, perkembangan di Amerika Serikat. Buah pikiran mereka pada mulanya kurang diperhatikan oleh masyarakat, khususnya masyarakat bisnis. Namun beberapa dari mereka merupakan pemegang kunci dalam pengenalan dan pengembangan konsep mutu. Sejak 1980 keterlibatan mereka dalam manajemen terpadu telah dihargai di seluruh dunia. Adapun konsep-konsep mereka tentang mutu terpadu secara garis besar dapat dikemukakan berikut ini.

    1. F.W. Taylor (1856-1915)

    Seorang insiyur mengembangkan satu seri konsep yang merupakan dasar dari pembagian kerja (devision of work).

    Analisis dengan pendekatan gerak dan waktu (time and motion study) untuk pekerjaan manual, memperoleh gelar “Bapak Manajemen Ilmiah” (The Farther of Scientific Management). Dalam bukunya tersebut Taylor menjelaskan beberapa elemen tentang teori manajemen, yaitu :

    • Setiap orang harus mempunyai tugas yang jelas dan harus diselesaikan dalam satu hari.
    • Pekerjaan harus memiliki peralatan yang standar untuk menyelesaikan tugas yang menjadi bagiannya.
    • Bonus dan intensif wajar diberikan kepada yang berprestasi maksimal.
    • Penalti yang merupakan kerugian bagi pekerjaan yang tidak mencapai sasaran yang telah ditentukan (personal loss).

    Taylor memisahkan perencanaan dari perbaikan kerja dan dengan demikian memisahkan pekerjaan dari tanggung jawab untuk memperbaiki kerja.

    2. Shewhart (1891-1967)

    Adalah seorang ahli statistik yang bekerja pada “Bell Labs” selama periode 1920-1930. Dalam bukunya “The Economic Control of Quality Manufactured Products”, merupakan suatu kontribusi yang menonjol dalam usaha untuk memperbaiki mutu barang hasil pengolahan. Dia mengatakan bahwa variasi terjadi pada setiap segi pengolahan dan variasi dapat dimengerti melalui penggunaan alat statistik yang sederhana. Sampling dan probabilitas digunakan untuk membuat control chart untuk memudahkan para pemeriksa mutu, untuk memilih produk mana yang memenuhi mutu dan tidak. Penemuan Shewhart sangat menarik bagi Deming dan Juran, dimana kedua sarjana ini ahli dalam bidang statistik.

    3. Edward Deming

    Lahir tahun 1900 dan mendapat Ph. D pada 1972 sangat menyadari bahwa ia telah memberikan pelajaran tentang pengendalian mutu secara statistik kepada para insinyur bukan kepada para manajer yang mempunyai wewenang untuk memutuskan. Katanya : “Quality is not determined on the shop floor but in the executive suite”. Pada 1950, beliau diundang oleh, “The Union to Japanese Scientists and Engineers (JUSE)” untuk memberikan ceramah tentang mutu. Pendekatan Deming dapat disimpulkan sebagai berikut :

    • Quality is primarily the result of senior management actions and not the results of actions taken by workers.
    • The system of work that determines how work is performed and only managers can create system.
    • Only manager can allocate resources, provide training to workers, select the equipment and tools that worekers use, and provide the plant and environment necessary to achieve quality.
    • Only senior managers determine the market in which the firm will participate and what product or service will be solved.

    Hal ini berarti bahwa tanpa keterlibatan pimpinan secara aktif tidak mungkin tercapai manajemen mutu terpadu.

    4. Prof Juran

    Mengunjungi Jepang pada tahun 1945. Di Jepang Juran membantu pimpinan Jepang di dalam menstrukturisasi industri sehingga mampu mengekspor produk ke pasar dunia. Ia membantu Jepang untuk mempraktekkan konsep mutu dan alat-alat yang dirancang untuk pabrik ke dalam suatu seri konsep yang menjadi dasar bagi suatu “management process” yang terpadu. Juran mendemonstrasikan tiga proses manajerial untuk mengelola keuangan suatu organisasi yang dikenal dengan trilogy Juran yaitu, Finance Planning, Financial control, financial improvement. Adapun rincian trilogy itu sebagai berikut :

    • Quality planning, suatu proses yang mengidentifikasi pelanggan dan proses yang akan menyampaikan produk dan jasa dengan karakteristik yang tepat dan kemudian mentransfer pengetahuan ini ke seluruh kaki tangan perusahaan guna memuaskan pelanggan.
    • Quality control, suatu proses dimana produk benar-benar diperiksa dan dievaluasi, dibandingkan dengan kebutuhan-kebutuhan yang diinginkan para pelanggan. Persoalan yang telah diketahui kemudian dipecahkan, misalnya mesin-mesin rusak segera diperbaiki.
    • Quality improvement, suatu proses dimana mekanisme yang sudah mapan dipertahankan sehingga mutu dapat dicapai berkelanjutan. Hal ini meliputi alokasi sumber-sumber, menugaskan orang-orang untuk menyelesaikan proyek mutu, melatih para karyawan yang terlibat dalam proyek mutu dan pada umumnya menetapkan suatu struktur permanen untuk mengejar mutu dan mempertahankan apa yang telah dicapai sebelumnya.

    Uraian tokoh-tokoh mutu di atas sekedar menggambarkan secara singkat saja. Masih banyak para sarjana di bidang mutu yang tidak sempat ditulis pada kesempatan ini. Yang jelas para sarjana tersebut sependapat bahwa konsep : “pentingnya perbaikan mutu secara terus menerus bagi setiap produk walaupun tehnik yang diajarkan berbeda-beda”. Kini sampailah pada pengertian mutu yang diambil dari America Society for Quality Control yang mengatakan : Quality is the totality of features and characteristics of a product or service that bear on its ability to satisty stated of implied needs (Kotler : 1994).

    Definisi di atas berkonotasi kepada pelanggan. Produk bermutu kalau dapat memuaskan para pelanggan yang mengkonsumsi produk tersebut.

    Manajemen mutu terpadu

    Kita sependapat bahwa mutu tidak ditentukan oleh pekerjaan di bengkel atau oleh tehnis pemberi jasa yang bekerja melayani pelanggan akan tetapi ditentukan oleh para manajer senior suatu organisasi yang berkat posisi yang dimilikinya bertanggung jawab kepada pelanggan, karyawan, pemasok dan pemegang saham untuk keberhasilan suatu usaha. Manajer senior ini mengalokasikan implementasi proses manajemen yang memungkinkan perusahaan memenuhi visi dan misi mereka. Dengan mengkombinasikan prinsip-prinsip tentang mutu oleh para ahli dengan pengalaman praktek telah dicapai pengembangan suatu model sederhana akan tetapi sangat efektif untuk mengimplementasikan manajemen mutu terpadu. Model tersebut terdiri dari komponen-komponen berikut :

    Tujuan

    :

    Perbaikan terus menerus, artinya mutu selalu diperbaiki dan disesuaikan dengan perubahan yang menyangkut kebutuhan dan keinginan para pelanggan.

    Prinsip

    :

    Fokus pada pelanggan, perbaikan proses dan keterlibatan total.

    Elemen

    :

    Kepemimpinan, pendidikan dan pelatihan, struktur pendukung, komunikasi, ganjaran dan pengakuan serta pengukuran.

    Model di atas dibentuk berdasarkan tiga prinsip mutu terpadu yaitu :

    • Fokus kepada pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal.
    • Fokus pada perbaikan proses kerja untuk memproduksi secara konsisten produk yang dapat diterima.
    • Fokus yang memanfaatkan bakat para karyawan.
    Tiga prinsip mutu

    Tiga prinsip mutu yang di atas yaitu :

    1. Fokus pada pelanggan

    Mutu berdasarkan pada konsep bahwa setiap orang mempunyai pelanggan dan bahwa kebutuhan dan harapan pelanggan harus dipenuhi setiap saat kalau organisasi/perusahaan secara keseluruhan bermaksud memenuhi kebutuhan pelanggan eksternal (pembeli).

    2. Perbaikan proses

    Konsep perbaikan terus menerus dibentuk berdasarkan pada premisi suatu seri (urutan) langkah-langkah kegiatan yang berkaitan dengan menghasilkan output seperti produk berupa barang dan jasa. Perhatian secara terus menerus bagi setiap langkah dalam proses kerja sangat penting untuk mengurangi keragaman dari output dan memperbaiki keandalan. Tujuan pertama perbaikan secara terus menerus ialah proses yang handal, dalam arti bahwa dapat diproduksi yang diinginkan setiap saat tanpa variasi yang diminimumkan. Apabila keragaman telah dibuat minimum dan hasilnya belum dapat diterima maka tujuan kedua dari perbaikan proses ialah merancang kembali proses tersebut untuk memproduksi output yang lebih dapat memenuhi kebutuhan pelanggan, agar pelanggan puas.

    3. Keterlibatan total

    Pendekatan ini dimulai dengan kepemimpinan manajemen senior yang aktif dan mencakup usaha yang memanfaatkan bakat semua karyawan dalam suatu organisasi untuk mencapai suatu keunggulan kompetitif (competitive advantage) di pasar yang dimasuki. Karyawan pada semua tingkatan diberi wewenang/kuasa untuk memperbaiki output melalui kerjasama dalam struktur kerja baru yang luwes (fleksibel) untuk memecahkan persoalan, memperbaiki proses dan memuaskan pelanggan. Pemasok juga dilibatkan dan dari waktu ke waktu menjadi mitra melalui kerjasama dengan para karyawan yang telah diberi wewenang/kuasa yang dapat menguntungkan organisasi/perusahaan. Pada waktu yang sama keterlibatan pimpinan bekerjasama dengan karyawan yang telah diberi kuasa tersebut.

    Elemen pendukung dalam TQM

    Elemen-elemen pendukung dimaksud adalah :

    1. Kepemimpinan

    Manajer senior harus mengarahkan upaya pencapaian tujuan dengan memberikan, menggunakan alat dan bahan yang komunikatif, menggunakan data dan menggali siapa-siapa yang berhasil menerapkan konsep manajemen mutu terpadu. Ketika memutuskan untuk menggunakan MMT/TQM sebagai kunci proses manajemen, peranan manajer senior sebagai penasihat, guru dan pimpinan tidak bisa diremehkan.

    Pimpinan Senior suatu organisasi harus sepenuhnya menghayati implikasi manajemen di dalam suatu ekonomi internasional di mana manajer yang paling berhasil, paling mampu dan paling hebat pendidikannya di dunia, harus diperebutkan melalui persaingan yang ketat. Kenyataan hidup yang berat ini akan menyadarkan manajer senior mengakui bahwa mereka harus mengembangkan secara partisipatif, baik misi dan visi mereka maupun proses manajemen, yang dapat mereka pergunakan untuk mencapai keduanya.

    Pimpinan bisnis harus mengerti bahwa MMT adalah suatu proses yang terdiri dari tiga prinsip dan elemen-elemen pendukung yang harus mereka kelola agar mencapai perbaikan mutu yang berkesinambungan sebagai kunci keunggulan bersaing.

    2. Pendidikan dan Pelatihan

    Mutu didasarkan pada ketrampilan setiap karyawan yang pengertiannya tentang apa yang dibutuhkan oleh pelanggan ini mencakup mendidik dan melatih semua karyawan, memberikan baik informasi yang mereka butuhkan untuk menjamin perbaikan mutu dan memecahkan persoalan. Pelatihan inti ini memastikan bahwa suatu bahasa dan suatu set alat yang sama akan diperbaiki di seluruh perusahaan. Pelatihan tambahan pada bench marking, statistik dan teknik lainnya juga dipergunakan dalam rangka mencapai kepuasan pelanggan yang paripurna.

    3. Struktur Pendukung

    Manajer senior mungkin memerlukan dukungan untuk melakukan perubahan yang dianggap perlu melaksanakan strategi pencapaian mutu. Dukungan semacam ini mungkin diperoleh dari luar melalui konsultan, akan tetapi lebih baik kalau diperoleh dari dalam organisasi itu sendiri. Suatu staf pendukung yang kecil dapat membantu tim manajemen senior untuk mengartikan konsep mengenai mutu, membantu melalui “network” dengan manajer mutu di bagian lain dalam organisasi dan membantu sebagai narasumber mengenai topik-topik yang berhubungan dengan mutu bagi tim manajer senior.

    4. Komunikasi

    Komunikasi dalam suatu lingkungan mutu mungkin perlu ditempuh dengan cara berbeda-beda agar dapat berkomunimasi kepada seluruh karyawan mengenai suatu komitmen yang sungguh-sungguh untuk melakukan perubahan dalam usaha peningkatan mutu. Secara ideal manajer harus bertemu pribadi dengan para karyawan untuk menyampaikan informasi, memberikan pengarahan, dan menjawab pertanyaan dari setiap karyawan.

    5. Ganjaran dan Pengakuan

    Tim individu yang berhasil menerapkan proses mutu harus diakui dan mungkin diberi ganjaran, sehingga karyawan lainnya sebagai anggota organisasi akan mengetahui apa yang diharapkan. Gagal mengenali seseorang mencapai sukses dengan menggunakan proses menejemen mutu terpadu akan memberikan kesan bahwa ini bukan arah menuju pekerjaan yang sukses, dan menungkinkan promosi atau sukses individu secara menyeluruh. Jadi pada dasarnya karyawan yang berhasil mencapai mutu tertentu harus diakui dan diberi ganjaran agar dapat menjadi panutan/contoh bagi karyawan lainnya.

    6. Pengukuran

    Penggunaan data hasil pengukuran menjadi sangat penting di dalam menetapkan proses manajemen mutu. Jelaskan, pendapat harus diganti dengan data dan setiap orang harus diberitahu bahwa yang penting bukan yang dipikirkan akan tetapi yang diketahuinya berdasarkan data. Di dalam menentukan penggunaan data, kepuasan pelanggan eksternal harus diukur untuk menentukan seberapa jauh pengetahuan pelanggan bahwa kebutuhan mereka benar-benar dipenuhi.

    Pengumpulan data pelanggan memberikan suatu tujuan dan penilaian kinerja yang realistis serta sangat berguna di dalam memotivasi setiap orang/karyawan untuk mengetahui persoalan yang sebenarnya.

    Di samping keenam elemen pendukung di atas, maka ada unsure yang tidak bisa diabaikan yaitu gaya kepemimpinan dalam organisasi/perusahaan bersangkutan. Suatu cara/gaya bagaimana seorang manajer sebagai seorang pimpinan melakukan sesuatu sangat berpengaruh pada pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh bawahan/karyawan. Terdapat 13 hal yang perlu dimiliki oleh seorang pimpinan dalam manajemen mutu terpadu yaitu :

    • Pimpinan mendasarkan keputusan pada data, bukan hanya pendapat saja.
    • Pimpinan merupakan pelatih, dan fasilitator bagi setiap individu/bawahan.
    • Pimpinan harus secara aktif terlibat dalam pemecahan masalah yang dihadapi oleh bawahan.
    • Pimpinan harus bisa membangun komitmen, yang menjamin bahwa setiap orang memahami misi, visi, nilai dan target perusahaan yang jelas.
    • Pimpinan dapat membangun dan memelihara kepercayaan
    • Pimpinan harus paham betul untuk mengucapkan terima kasih kepada bawahan yang berhasil/berjasa
    • Aktif mengadakan kaderisasi melalui pendidikan dan pelatihan yang terprogram
    • Berorientasi selalu pada pelanggan internal/eksternal
    • Pendai menilai situasi dan kemampuan orang lain secara tepat
    • Dapat menciptakan suasana kerja yang sangat menyenangkan
    • Mau mendengar dan menyadari kesalahan
    • Selalu berusaha memperbaiki system dan banyak berimprovisasi
    • Bersedia belajar kapan saja dan di mana saja
    • Bagaimana Penerapannya di Indonesia?

    Berdasarkan data yang ada telah dibuktikan penerapan manajemen mutu terpadu telah berhasil dengan baik di Jepang kalau dilaksanakan secara konsekuen, sehingga membuktikan produk Jepang telah menbanjiri pasar, terutama di Amerika Serikat untuk produk mobil dan elektronik, walaupun cikal bakal manajemen mutu berasal dari negara Paman Sam tersebut. Sukses ekonomi luar biasa ini rupakan menyadarkan Amerika Serikat untuk menerapkan manajemen mutu terpadu. Hal ini kemudian diikuti oleh negara-negara di Eropa dan Timur Tengah dalam tingkat perintisan.

    Mungkinkah TQM dapat diterapkan di Indonesia? Jawabnya mungkin saja kalau dipenuhi syarat-syarat berikut :

    • Setiap perusahaan/organisasi harus secara terus meneurus melakukan perbaikan mutu produk dan pelayanan, sehingga dapat memuaskan para pelanggan.
    • Memberikan kepuasan kepada pemilik, pemasok, karyawan dan para pemegang saham.
    • Memiliki wawasan jauh kedepan dalam mencari laba dan memberikan kepuasan.
    • Fokus utama ditujukan pada proses, baru menyusul hasil.
    • Menciptakan kondisi di mana para karyawan aktif berpartisipasi dalam menciptakan keunggulan mutu.

    · Ciptakan kepemimpinan yang berorientasi pada bawahan dan aktif memotivasi karyawan bukan dengan cara otoriter, sehingga di peroleh suasan kondusif bagi lahirnya ide-ide baru.

    · Rela memberikan ganjaran, pengakuan bagi yang sukses dan mudah memberikan maaf bagi yang belum berhasil/berbuat salah.

    · Setiap keputusan harus berdasarkan pada data, baru berdasarkan pengalaman/ pendapat.

    · Setiap langkah kegiatan harus selalu terukur jelas, sehingga pengawasan lebih mudah.

    · Program pendidikan dan pelatihan hendaknya menjadi urutan utama dalam upaya peningkatan mutu.

    Kesimpulan

    Menghadapi era globalisasi sekarang ini, setiap perusahaan/organisasi harus mampu menghasilkan produk dengan mutu yang baik, harga lebih murah dan pelayanan yang lebih baik pula dibandingkan dengan pesaing-pesaingnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan perbaikan mutu semua aspek yang berkaitan produk tersebut yaitu : bahan mentah, karyawan yang terlatih, promosi yang efektif dan pelayanan memuaskan bagi pembeli, sehingga pembeli akan menjadi pelanggan yang setia. Mutu yang tercipta dengan kondisi seperti itulah yang disebut mutu terpadu secara menyeluruh (Total Quality).

    Untuk keberhasilan pengembangan mutu di atas, diperlukan juga elemen pendukung seperti : kepemimpinan, pendidikan dan pelatihan, struktur pendukung, komunikasi, ganjaran dan pengakuan, serta pengukuran. Keberhasilan manajemen Jepang karena negeri ini secara konsekuen melaksanakan prinsip-prinsip mutu terpadu seperti di atas, yang kemudian di contoh oleh Amerika Serikat, Eropa dan negara-negara di Timur Tengah. Di Indonesia menerapkan Manajemen Mutu Terpadu akan berhasil kalau secara konsekuen pula mengikuti prinsip-prinsip dasar mutu terpadu, serta dilengkapi dengan karakteristik bumi Indonesia, seperti budaya, adat-istiadat dan lain sebagainya.


    Kutipan: Mudakir Ilyas, Buletin Pengawasan No. 13 & 14 Th. 1998